10

28 5 0
                                    

Ketika Binar bertanya pada Saka apakah ia mau bertemu dengan adik laki-lakinya Sohi, ia merasa gugup sekaligus senang. Memperkenalkan Saka kepada Sohi terasa seperti langkah besar baginya, tetapi Sohi sudah memercayainya dan ingin berbagi lebih banyak tentang hidupnya dengannya.

Malam harinya, saat Binar dan Sohi duduk di apartemen kecil mereka, Binar dengan santai berkata, "Sohi, kira-kira kalo aku ajak mas Saka ketemu kamu besok sekalian makan siang, kamu mau gak?" Ia disambut dengan Sohi tersenyum hangat dan setuju untuk bertemu dengan Saka, yang semakin meyakinkan Binar.

"Kalo aku bawa temenku, Anton, gapapa kak?" Anton, teman dekat Sohi. Rasanya selalu ada yang kurang jika Sohi tidak mengajak Anton ke acara penting di hidupnya. Anton berperan banyak dalam hidup Sohi, dia selalu mebantu Sohi di sekolah, sampai saat ini pun, mereka selalu bersama dan Anton tidak pernah menganggap itu sebagai sebuah beban. Berteman dengan Sohi juga membuatnya merasa nyaman, karena ia merasa dianggap tanpa harus menjelaskan semuanya dan Sohi akan mengerti itu.

"Boleh dong, ajak ya besok." Sahut Binar tersenyum.

.

Besoknya, di waktu siang yang hangat dan udara di dalam apartemen Bina yang kecil namun nyaman dipenuhi aroma makan siang yang menenangkan. Terdengar percakapan antara Binar dan Sohi di dapur memenuhi ruangan, candaan ringan mereka mencerminkan betapa dekatnya mereka selama bertahun-tahun. Mereka telah merencanakan hari ini dengan saksama—makan siang kecil untuk Saka agar akhirnya bertemu Sohi.

"Sohi, tolong dong saus di meja kesiniin" sahut Binar yang mengaduk panci di atas kompor. Sohi menyerahkannya sambil tersenyum, kegembiraannya hampir tak terbendung. "Aku gak nyangka hari ini bakal ketemu pacar kakak." Sohi tersenyum menggoda kakaknya, Binar. "Pacar siapa? Aku sama mas Saka belum pacaran tau." Binar terkekeh pelan, menyeka tangannya dengan handuk. "Ah masa? Yakin deh udah dari sini kak Saka bakal nembak kakak." Sohi dan Binar langsung tertawa bersamaan. 

Saat momen saudara itu berlangsung, suara bel pintu bergema di seluruh apartemen. Kedua saudari itu saling berpandangan, dan mata Sohi berbinar. "Itu pasti mereka, kak. Aku buka pintu dulu." kata Sohi, bergegas ke pintu, meninggalkan Binar untuk menarik napas dalam-dalam saat ia merasa gugup. Sohi membuka pintu, senyumnya melebar saat ia melihat Anton berdiri di sana bersama Saka. Kedua pria itu saling tersenyum sopan saat Sohi menyambut mereka berdua. "Masuk, masuk!" Saka melangkah masuk, tatapannya langsung melembut saat ia melihat Binar berdiri di dapur, celemek diikatkan di pinggangnya, dan rambutnya sedikit berantakan karena memasak. Ia mendongak dan tersenyum malu padanya, dan gerakan sederhana itu membuat jantung Saka berdebar kencang.

Saat Saka dan Anton sudah masuk ke dalam rumah, Binar langsung menyambutnya dan langsung memperkenalkan Saka pada Sohi dan Sohi memperkenalkan Anton pada Saka. "Mas Saka, ini Sohi adik aku." Saka tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada Sohi dan disambutnya dengan baik. "Akhirnya ketemu kamu juga ya Sohi, makasih kamu udah banyak bantu Binar selama ini dan udah jadi adik yang baik buat Binar." Sohi bingung, belum apa-apa dia sudah dipuji, Sohi melihat ke arah Binar dan Binar hanya terkekeh melihat muka bingungnya.

"Iya mas, sama-sama." Jawab Sohi masih bingung. Namun Sohi langsung tersadar dan memperkenalkan temannya Anton kepada kakak-kakaknya. "Kak Binar, Mas Saka, ini Anton temen aku di sekolah. Gapapa kan ya ikut makan siang bareng disini?" Tanya Sohi sambil menepuk pundak Anton. "Saya Anton, mas, kak. Ikut makan siang karena diajak Sohi." Sohi memukul Anton pelan dan Anton hanya mengeluh 'aduh' yang membuat semua orang dirumah itu tertawa. Suasana mulai hangat dan mereka bersiap untuk makan siang bersama.

.

"Hai," Saka berjalan ke arah Binar saat Binar masih memasak di dapur. Binar menoleh dan tersenyum, "kamu keliatan cantik hari ini," kata Saka sedikit berbisik lembut dan Binar merasakan pipinya memerah. "Bisaan banget dateng-dateng udah gombal, tapi makasih mas." jawabnya sedikit tertawa. Mereka saling tersenyum pelan sebelum Anton dan Sohi bergabung dengan mereka di dapur. Mereka berempat duduk untuk makan, dan suasananya ringan, dipenuhi tawa saat mereka berbagi cerita. 

Sohi dan Anton kelihatannya cocok dengan Saka yang pendiam tetapi selalu terlibat dalam percakapan, karena mereka sama-sama bukan orang yang banyak bicara. Namun, Binar jelas senang menghabiskan waktu dengan orang-orang yang berarti baginya. Saat makan siang berakhir, Sohi berdiri, menatap mata Anton. "Ton, jalan keluar deh yuk. Sambil jajan apa kek. Gue pengen jalan-jalan mumpung udaranya enak." Dia melirik kakaknya, Anton mengangguk dan Binar langsung mengerti. "Bawa jajan ya pulangnya," kata Binar, tersenyum penuh arti pada adiknya. "Udah sana pergi, biar aku aja yang beresini ini." Sohi dan Anton bertukar pandang sebentar, lalu mereka berjalan menuju pintu, meninggalkan Saka dan Binar sendirian di apartemen.

Untuk sesaat, ada keheningan yang nyaman di antara mereka saat mereka mulai membersihkan meja. Saka mengambil piring-piring sementara Binar mulai membilasnya di wastafel. Keheningan itu terasa berbeda sekarang—diisi dengan sesuatu yang selama ini mereka berdua rasakan tetapi belum mereka ungkapkan. Setelah beberapa menit, Saka meletakkan piring-piring itu di atas meja, lalu berbalik menghadap Binar.

"Hai mas?" sapa Binar lembut sambil tertawa kecil. Saka melangkah mendekatinya tersenyum juga, "saya ngerasa ada sesuatu yang beda sama hari ini," Binar terdiam sejenak, tangannya masih di bawah air yang mengalir, "Bedanya apa mas?" Dia mematikan keran dan mengeringkan tangannya, lalu berbalik menghadap Saka sambil tersenyum. "Beda, hari ini kita ketemunya dirumah kamu, bukan diluar." Saka mengulurkan tangan dan  dengan lembut menggenggam tangan Binar, menariknya lebih dekat. Jarak di antara mereka tampak menyempit, dan untuk pertama kalinya, ada ketegangan yang nyata, ketegangan yang perlahan terbentuk selama berminggu-minggu mereka bersama tetapi tidak pernah diakui sepenuhnya.

Binar mendongak ke arahnya, jantungnya berdebar kencang saat merasakan kehangatan tangan Saka di tangannya. "Aku.. belum pernah kayak gini sebelumnya mas," bisiknya, suaranya lembut tetapi jujur. "Saya juga," jawab Saka, suaranya sama lembutnya. "Tapi saya seneng bisa ngabisin waktu hari ini bareng kamu, bareng Sohi dan Anton." Binar mencondongkan tubuhnya perlahan, dahi keduanya menempel satu sama lain, napas mereka bercampur di apartemen yang tenang itu. 

Binar merasakan luapan emosi—gugup, senang, dan sesuatu yang jauh lebih dalam. Mereka telah menghabiskan begitu banyak waktu dengan hubungan tanpa status ini, dan sekarang, rasanya seperti mereka akhirnya melangkah ke sesuatu yang lebih. Saka menyingkirkan sehelai rambut dari wajah Binar, jari-jarinya menempel di pipi Binar. "Binar," katanya lembut, suaranya nyaris seperti bisikan. 

"Boleh...?"

Namun sebelum Saka bisa menyelesaikan pertanyaannya, Binar mengangguk, matanya terpejam saat dia mencondongkan tubuhnya. Ciuman itu lembut, ragu-ragu, tetapi dipenuhi dengan perasaan tak terucap yang telah mendidih di antara mereka begitu lama. Ketika mereka akhirnya melepaskan diri, keduanya terengah-engah, dan Binar tidak bisa menahan tawa, rasa gugupnya telah berubah menjadi kehangatan. "Mas Saka..." Saka tersenyum, ibu jarinya dengan lembut menyentuh pipi Binar. "Iya, Binar?" Binar tidak menjawab. Mereka hanya berdiri di sana sejenak, hanya berpelukan di apartemen yang tenang, merasakan beban dari semua yang telah mereka lalui—momen-momen yang tak terucapkan, dukungan yang tenang, kasih sayang yang tumbuh yang sekarang terasa tak terbantahkan.

Saat cahaya sore mengalir masuk melalui jendela, Saka memeluknya erat, suaranya lembut saat berbicara. "Binar..." ia berhenti sejenak. Binar mendongkak untuk melihat Saka tanpa menjawabnya. Saat netra keduanya bertemu, Saka melanjutkan "Saya tau kamu pasti bingung sama hubungan kita ini kan?", Binar mengangguk kecil. "Saya cuma gak mau buru-buru buat minta kamu ngelakuin apapun sama saya, saya pengen kamu udah siap sama semuanya." jawab Saka lembut sambil mengusap tangan Binar dengan ibu jarinya. Binar merasakan air mata menggenang di sudut matanya lagi, tetapi kali ini, itu adalah air mata kebahagiaan. Dia menatapnya, hatinya penuh. "Kalo sekarang aku bilang kalo aku udah siap, gimana mas?" 

"Kamu yakin? Gak akan nyesel?" Tanya Saka dengan nada bercanda. Binar tertawa dan mengangguk mantap. "Yaudah, lebih cepat lebih baik bukan?" jawab Saka. Lalu keduanya tertawa dan mereka tetap di posisi yang sama selama berjam-jam, berpelukan dalam kehangatan satu sama lain, akhirnya tahu bahwa apa pun yang akan terjadi selanjutnya, mereka akan menghadapinya bersama.

When Path Cross (EUNSEOKxWONBIN) (COMPLETED)  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang