(5) Daseot

33 7 0
                                    

Malam sudah larut, jalanan kota sepi kecuali suara dengungan lalu lintas kendaraan dan teriakan sesekali dari gang di dekatnya. Wonwoo berdiri di luar pintu apartemennya, meraba-raba untuk membuka kunci karena pencahayaan lampu lorong yang redup.

Hari itu benar-benar hari yang melelahkan. Di pagi hari dia berdebat lagi dengan bos pemilik apartemen yang terus mengancam akan mengusirnya jika dia tak kunjung membayar sewa sampai tenggat waktu yang dia berikan sebelumnya. Ada juga perasaan cemas jika penagih utang datang lagi setelah kejadian kemarin. Sampai-sampai Wonwoo hampir dimarahi bosnya karena dia tidak fokus bekerja seharian ini. Wonwoo selalu merasa bahwa ia sedang berjalan di atas tali, tetapi malam ini, tali itu terasa seperti terurai di bawah kakinya. Ia dapat merasakan lubang gelap di tanah yang siap menelannya bulat-bulat.

Lalu, sekali lagi Mingyu muncul dan berjalan ke arahnya dari arah tangga. Seperti deja vu. Tetapi kali ini wajahnya dipenuhi badai emosi —kemarahan, kekhawatiran, dan hal lain yang tidak dapat dipahami oleh Wonwoo.

"Mingyu?" Wonwoo berkedip dengan terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Wonwoo!" Suara Mingyu menembus keheningan, tajam dan berwibawa, sesuatu yang tidak biasa Wonwoo dengar darinya. Mingyu berjalan cepat ke arahnya, ekspresinya yang biasanya hangat digantikan oleh sesuatu yang lebih serius, lebih intens.

Wonwoo membeku, kuncinya sudah hampir mencapai lubang kunci. Ia tidak menyangka akan bertemu Mingyu lagi secepat ini, tidak setelah ketegangan canggung yang terjadi di antara mereka kemarin.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Gerutu Wonwoo, yang merasa takut jika tiba-tiba ada penagih hutang yang datang dan menghajar Mingyu karena berkelahi dengan mereka kemarin.

Mingyu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia memperpendek jarak di antara mereka, langkahnya pasti dan penuh tujuan, seperti sedang menjalankan sebuah misi. Ia berhenti beberapa inci dari Wonwoo, matanya menatap tajam ke arah Wonwoo. Energi di antara mereka berubah dalam sekejap, dan Wonwoo tiba-tiba merasa seperti dirinya yang terpojok.

“Aku meneleponmu,” kata Mingyu, suaranya kini lebih pelan, tetapi tegas. “Kau tidak mengangkatnya.”

“Aku sedang sibuk,” Wonwoo membalas, memunggungi Mingyu sambil mencoba memasukkan kunci ke lubang kunci lagi, tetapi tangannya masih gemetar. Kenapa dia gemetar? Dia benci Mingyu melihatnya seperti ini.

"Aku tidak bisa tidur dan berdiam diri setelah kejadian semalam, dan kau malah bekerja seolah tidak terjadi apa-apa?" kata Mingyu, suaranya rendah dan serak. "Apa-apaan ini, Wonwoo? Kau masih belum aman. Mereka bisa saja kembali."

Wonwoo mengerutkan kening, berpura-pura masih berusaha membuka pintu. "Aku tahu, ini bukan masalah besar. Aku akan mengatasinya. Dan kau, kau tidak seharusnya ada di sini, bagaimana kalau mereka datang lagi dan memukulimu? Pergi saja, oke? Ini masalahku, dan kau harus menjauh dari tempat ini, jangan pernah datang ke sini lagi."

"Kau akan menanganinya? Dengan cara seperti membiarkan mereka meninju wajah dan tubuhmu seperti kemarin?! Kenapa kau begitu bodoh?!" Mingyu berseru.

Terjadi keheningan sejenak, lalu Mingyu mengulurkan tangannya, menggenggam pergelangan tangan Wonwoo - tidak keras, tapi cukup kuat. Wonwoo berbalik, siap untuk marah, tetapi kata-katanya terhenti di bibirnya saat ia bertemu mata dengan Mingyu.

Tatapan itu bukan tatapan main-main dan riang seperti yang biasa ia lihat. Ada sesuatu yang berbeda sekarang. Sesuatu yang tajam, sesuatu yang hampir seperti  naluri protektif.

"Dengar," kata Mingyu, suaranya tenang namun dengan nada berwibawa yang membuat Wonwoo terkejut. "Ini juga masalahku. Kau temanku. Dan aku tidak suka melihatmu seperti ini."

Black Retriever (Minwon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang