(11) Yeolhana

21 3 0
                                    

Wonwoo tidak menyangka akan terjebak dalam perjalanan kuliner dadakan, tapi di sinilah dia—berdiri di samping Mingyu di depan gerobak makanan, memperhatikan pria yang lebih tinggi itu mencoba memutuskan di antara tiga jenis makanan yang berbeda.

“Kenapa tidak beli semuanya saja?” Usul Wonwoo sambil menahan senyum.

Mingyu menatapnya dengan pandangan sinis. “Bagaimana kalau aku mengatakan sedang diet?”

“Kau? Diet?” Wonwoo mencibir, menatap sosok tinggi itu dengan rasa tidak percaya yang jelas. “Apakah itu boleh? Orang-orang pasti akan protes kalau kau memiliki tubuh yang lebih baik dari sekarang ini.”

Mingyu tertawa terbahak-bahak, membuat penjual makanan itu ikut tertawa. “Oke, oke. Kau menang. Aku akan mendapatkan ketiganya,” Mingyu menyatakan, senang dengan dirinya sendiri seperti dia baru saja menyelesaikan krisis dunia.

Tetapi, justru saat itu Wonwoo menggelengkan kepala, "tidak, pilih salah satu saja."

"Kenapa? Bukankah kau mengusulkan kita membeli semuanya? Dan aku setuju, kurasa itu lebih ringkas daripada harus berpikir untuk memilih salah satu, bukan?" Tanya Mingyu dengan sedikit memiringkan kepala.

Wonwoo tetap mengelengkan kepalanya, "terlalu boros, kita bisa mencicipi salah satu terlebih dahulu, dan kita bisa menyimpan sisanya untuk kita coba di lain hari?"

"Ini tidak boros sama sekali ... Eh! Kalau begitu kau berjanji kita akan datang kesini lagi di masa depan?!"  Sahut Mingyu dengan penuh semangat.

"Bukan begitu maksudku..." Balas Wonwoo bingung.

Tetapi Mingyu menyela, "kau berjanji?! Atau aku akan membeli semua saja jika kau menolak!"

Wonwoo meliriknya, "apa ini? Mengancamku?"

"Tidak juga," Jawab Mingyu dengan polos. "Aku akan mengikuti apapun yang kau pilih."

Entah mengapa jantung Wonwoo berdetak lebih cepat saat ini.

"Baiklah, aku berjanji. Jadi segera pilih dan ayo bergerak lagi." Balas Wonwoo sambil mengangkat bahunya.

Saat mereka selesai memilih dan mulai berkeliling lagi dari satu toko ke toko yang lain, mencicipi berbagai macam makanan, Wonwoo merasa rileks meski dadanya masih terasa sangat tertekan. Beban pemecatannya dari bar masih terasa, tapi Mingyu tampaknya selalu mempunyai cara untuk mengalihkan perhatiannya—melalui lelucon bodoh, cerita-cerita yang tidak masuk akal, dan sesekali dorongan “tidak disengaja” ketika Wonwoo tampak terlalu tenggelam dalam pikirannya.

Pada satu titik, Mingyu menyerahkan es krim kepada Wonwoo, sambil tersenyum lebar. “Ini. Dessert darurat. Rasa coklat.”

Wonwoo mengangkat alisnya. "Dessert darurat?”

“Ya. Wajib. Tidak ada pengecualian.” Suara Mingyu ringan, tapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat dada Wonwoo bergetar—sepertinya Mingyu benar-benar dapat memahami betapa tersesatnya dia dan bertekad untuk membuatnya melupakannya, meski hanya untuk sementara.

"Kenapa rasa coklat?" Wonwoo menatap sosok disampingnya.

"Tentu saja karena kau menyukainya. Apalagi memangnya?" Mingyu memasang raut wajah yang mengisyaratkan bahwa itu adalah sesuatu yang tidak perlu ditanyakan, "aku tidak mungkin menghiburmu dengan es krim yang tidak kau sukai rasanya, kan?"

Wonwoo terpaku pada saat itu. Dia ragu-ragu lalu berbisik, "kau tahu aku suka rasa coklat?"

"Um!" Mingyu bergumam mengiyakan.

"Darimana kau mengetahuinya?" Wonwoo menatapnya dengan ragu.

Mingyu nampak kebingungan dengan pertanyaan yang menurutnya tidak perlu dipertanyakan, dia berkata, "sederhana saja, sejak tadi aku mengamati tampaknya kau hampir selalu melihat ke arah makanan dengan rasa coklat dibandingkan dengan yang lain. Jadi aku menebak kau pasti suka rasa coklat."

Wonwoo mengangguk mengerti. Sejujurnya tidak banyak yang tahu bahwa dia suka rasa coklat dalam waktu yang begituan singkat.

Mereka menemukan bangku di bawah pohon dan duduk bersebelahan, mengunyah camilan mereka dalam keheningan yang nyaman. Bubu menjatuhkan diri di kaki Wonwoo, menatapnya dengan tatapan mata anak anjing yang sangat menyedihkan, berharap mendapat sepotong es krim.

“Kamu tidak bisa memakan ini, Bubu.” Wonwoo tertawa sambil memegang cone itu di luar jangkauannya.

Bubu menanggapi dengan rengekan dramatis, menjatuhkan diri dengan dramatis ke tanah seolah berkata, Bagaimana kau bisa mengkhianatiku seperti ini?

“Wow,” Mingyu mendengus, “Aku belum pernah melihatnya berakting begitu pintar. Kurasa itu pasti karena dia lebih menyukaimu daripada aku sekarang.”

Wonwoo menyeringai. “Anjing pintar.”

Mingyu membenturkan bahunya ke bahu Wonwoo, matanya berbinar-binar. “Lihat? Sekarang kau sudah berhasil mengambil hati Bubu begitu cepat. Lalu bagamana denganku?"

Wonwoo terlihat bingung saat menanggapinya, "bagaimana denganmu apanya?"

Tiba-tiba, Mingyu mengerti bahwa dia memberikan pertanyaan yang dapat ditafsirkan dengan cara yang berbeda-beda. Dia berpura-pura mengusap telinganya dan tertawa canggung, "maksudku, bagaimana dengan nasibku? Bubu meninggalkanku begitu saja, aku sangat kecewa."

Wonwoo hanya terkekeh, tetapi segera dia berpikir dalam hati. Mingyu telah banyak membantunya—melawan penagih utang, menghiburnya di taman, dan sekarang jalan-jalan sederhana ini. Pikiran itu membuat sesuatu bergejolak tak nyaman dalam dadanya, seperti campuran antara kehangatan dan ketakutan.

Ia melirik Mingyu, yang kini teralihkan perhatiannya, mencoba menghentikan Bubu menjilati es krimnya. Suara Wonwoo keluar sebelum ia sempat menghentikan dirinya sendiri.

“Mengapa kamu terus melakukan ini?”

Mingyu berkedip, lalu mengalihkan perhatiannya kembali ke Wonwoo. “Melakukan apa?”

“Membantuku.” Wonwoo menelan ludah. “Aku hanya... Aku merasa jika aku terus membutuhkanmu seperti ini, aku akan lupa bagaimana caranya melakukan semuanya sendiri.”

Senyum Mingyu melembut, dan sesaat, dia tampak serius dengan cara yang membuat Wonwoo terkejut. "Aku tidak keberatan," katanya pelan. "Aku ingin membantu. Kau tidak harus melakukan semuanya sendirian, Wonwoo."

Wonwoo menundukkan pandangannya, ketidakpastian mulai merayapinya. “Tapi bagaimana jika... bagaimana jika aku mulai merasa membutuhkanmu sepanjang waktu? Lalu aku akan merepotkanmu setiap saat?”

Mingyu memiringkan kepalanya, seolah mempertimbangkannya. Kemudian, dengan seringai lembut yang membuat jantung Wonwoo berdebar, dia berkata, "Baiklah, kalau begitu... kurasa kau hanya bisa terjebak bersamaku."

Wonwoo berkedip, sejenak terpana oleh ketulusan yang tersembunyi di balik kata-kata itu.

Bubu, yang tidak peduli dengan percakapan mereka, memanfaatkan momen tersebut untuk berhasil menjilat es krim Wonwoo.

“Bubu!” seru Wonwoo sambil mengangkat kerucut es krim itu sementara anjing itu mengibaskan ekornya penuh kemenangan.

Mingyu tertawa terbahak-bahak, suaranya menular, dan meskipun dia sendiri, Wonwoo menemukan bahwa rasa takut masih ada di dalam hatinya tidak terlalu membebani seperti sebelumnya. Mungkin—hanya mungkin—tidak terlalu buruk untuk membiarkan seseorang seperti Mingyu masuk.


🍄 To Be Continued 🍄

Manis-manis yang sedang dulu.
Takutnya diabetes nanti, hihi.

Zethuori

Black Retriever (Minwon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang