Bab 1 : Dua Sisi

39 15 20
                                    

Sore itu, perpustakaan Sekolah Menengah Kejayaan menjadi saksi pertemuan yang sudah lama dinantikan.

Perpustakaan itu, yang merupakan salah satu bagian tertua dari sekolah, menyimpan ribuan buku yang sebagian besar sudah mulai berdebu. Rak-rak buku menjulang tinggi hingga ke langit-langit, seolah menyimpan pengetahuan dunia di dalamnya.

Di sinilah Evan biasanya menghabiskan waktu, jauh dari keramaian siswa lain. Di sini dia bisa berpikir dengan tenang, tanpa gangguan apa pun, menyusun rencana-rencana yang hanya dia sendiri yang mengetahuinya.

Stella memasuki perpustakaan dengan langkah hati-hati. Dia tahu persis di mana Evan berada, seperti biasa, duduk di meja di sudut ruangan, jauh dari jangkauan orang-orang. Dia melihatnya tenggelam dalam sebuah buku, dan dia tahu buku itu bukan sembarang buku. Itu adalah buku yang selalu dibawa Evan kemanapun dia pergi. Sebuah buku tebal dengan sampul kulit berwarna coklat tua, penuh dengan simbol dan tulisan yang tampak kuno dan tidak mudah dimengerti.

Stella melangkah lebih dekat, menghentikan langkahnya tepat di depan meja Evan. Dia menatap pria itu, menunggu Evan mengangkat wajahnya dari buku.

Ketika akhirnya Evan menoleh dan menatap Stella, senyuman tipis terulas di bibirnya.

"Kau lagi," kata Evan, suaranya lembut namun terasa dingin, seolah menyiratkan bahwa kehadiran Stella sudah dia duga.

"Apa kau tidak bosan mengejar bayanganku?"

"Apa yang kau sembunyikan, Blackwood?" tanya Stella tanpa basa-basi, matanya yang biru menatap langsung ke mata Evan. Ada keteguhan dalam pandangannya, seolah dia tahu bahwa pertanyaan itu tidak akan mendapat jawaban mudah.

Evan tidak langsung menjawab. Dia menutup buku yang sedang dia baca dan menatap Stella balik, tersenyum samar.

"Apa yang membuatmu berpikir aku menyembunyikan sesuatu?"

Stella melangkah lebih dekat, tangannya menunjuk ke arah buku di meja.

"Kau selalu membawa buku ini kemanapun kau pergi. Apa yang sebenarnya ada di dalamnya, Evan?"

Senyuman di wajah Evan perlahan menghilang. Dia memandang Stella dengan lebih serius sekarang, matanya meneliti wajah gadis itu seolah mencoba memahami motifnya. Tanpa berkata apa-apa, Evan membuka kembali buku itu dan memperlihatkan halaman-halaman yang penuh dengan simbol-simbol aneh dan tulisan kuno.

"Ini," katanya pelan,
"adalah kunci kekuatan yang sudah lama tersembunyi. Dan aku tidak akan membiarkan siapa pun mengambilnya dariku."

Stella mendengarkan dengan seksama, tidak yakin apakah Evan sedang serius atau hanya mencoba menguji dirinya.

"Kekuatan apa? Apa yang sebenarnya kau inginkan dari semua ini?" tanya Stella lagi, suaranya kali ini lebih rendah, hampir berbisik.

Evan tersenyum lagi, kali ini lebih licik. "Kau tahu, Stella, kadang kau terlalu penasaran. Tidak semua pertanyaan harus dijawab."

Stella balas tersenyum.

"Aku tahu apa yang kau inginkan, Evan. Kau ingin kekuasaan, kendali atas segalanya. Tapi kau tidak bisa mencapainya sendiri, kan? Kau butuh seseorang yang bisa menandingi kecerdasanmu."

Evan terkejut sejenak mendengar kata-kata itu, tapi dia tidak menunjukkan reaksi berlebihan.

"Dan kau pikir orang itu adalah kau?" tanyanya, nadanya penuh dengan ketertarikan yang terselubung.

Stella tidak mundur. Dia melangkah lebih dekat, cukup dekat hingga dia bisa melihat bayangan dirinya di mata Evan.

"Kita bisa menjadi sekutu, Evan. Pasangan yang kuat, yang tak terkalahkan. Atau kita bisa menjadi musuh yang saling menghancurkan."

ReverieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang