Bab 2 : Di Balik Buku

42 14 23
                                    

Di meja perpustakaan, Stella tidak mengalihkan pandangannya dari Evan, meskipun suasana di antara mereka semakin tegang. Tawaran yang baru saja dia berikan membuat suasana menjadi lebih intens dari sebelumnya.

Evan, dengan matanya yang selalu penuh perhitungan, menatap Stella dengan kebingungan sekaligus rasa penasaran. Taruhan ini bukan sekadar permainan kata, dan Evan tahu bahwa kali ini, Stella benar-benar serius.

"Kau bermain dengan api, Stella," kata Evan perlahan, nadanya memperingatkan.

"Buku ini bukanlah benda biasa. Rahasia yang disembunyikannya bisa menghancurkan lebih dari sekadar reputasi atau hubungan."

Stella tetap berdiri tegak, tidak terpengaruh oleh peringatan Evan.

"Aku tahu itu," balasnya tegas.
"Tapi aku tidak takut. Kau lupa, Evan, aku bukan seperti yang lain. Kau tidak bisa menakut-nakutiku seperti kau menakut-nakuti orang lain."

Evan terdiam, kemudian mengangkat bukunya dengan tangan kirinya. Halaman-halaman buku kuno itu berkibar lembut di bawah tiupan angin dari ventilasi perpustakaan.

"Kau sungguh-sungguh ingin bermain dengan taruhan ini, Stella?" tanyanya lagi, kali ini suaranya lebih lembut, hampir seperti bisikan.
"Jika aku menang, tidak ada jalan kembali."

Stella tidak bergeming.
"Aku tahu apa yang kuinginkan," jawabnya dingin, menatap Evan dengan pandangan penuh tekad.
"Dan aku tahu apa yang kau sembunyikan."

Evan menyadari bahwa Stella sudah jauh lebih dalam terlibat daripada yang dia duga. Gadis itu selalu cerdas, selalu penuh perhitungan, tapi ada sesuatu yang berbeda kali ini. Stella tampak seperti seseorang yang siap menghadapi apa pun, bahkan risiko terbesar sekalipun. Hal ini justru membuat Evan semakin penasaran. Apakah Stella benar-benar memahami apa yang sedang dia pertaruhkan?

"Aku terima taruhannya," kata Evan akhirnya, suaranya pelan tapi terdengar jelas.
"Tapi ingat, begitu kita mulai, tidak ada jalan kembali. Jika kau kalah, kau tahu apa yang harus kau serahkan padaku."

Stella hanya mengangguk, menahan diri agar tidak menunjukkan keraguan sedikit pun.
"Aku tidak akan kalah, Evan. Dan kau tahu itu."

Di sudut perpustakaan, Aluna memperhatikan dengan lebih intens. Ia bisa merasakan bagaimana ketegangan di antara Evan dan Stella semakin memuncak.

Saat mereka sepakat untuk memulai permainan berbahaya ini, Aluna tahu bahwa mereka berdua sedang menuju jalan yang tidak akan mudah mereka lalui. Evan mungkin mengira dia telah mengendalikan segalanya, tapi Luna tahu lebih banyak.

Kembali ke masa lalu, beberapa tahun sebelum Evan dan Stella memulai sekolah di Sekolah Menengah Kejayaan, Aluna menemukan sebuah rahasia besar yang terkait dengan buku kuno itu. Dia terperangkap dalam misteri yang sama yang sekarang menarik Evan dan Stella.

Namun, berbeda dengan mereka, Aluna memilih untuk menjaga jarak dan mengawasi dari bayang-bayang. Dia tahu betapa berbahayanya pengetahuan yang terkandung dalam buku itu. Dan dia tahu bahwa siapa pun yang mencoba memecahkan rahasianya akan menghadapi lebih dari sekadar kekuatan mistis.

Luna mengingat hari ketika dia pertama kali membuka buku itu. Saat dia membuka halaman pertama, sebuah suara aneh berbisik di telinganya, seolah-olah buku itu hidup dan tahu apa yang ada di dalam pikirannya. Itu bukan sekadar buku biasa; itu adalah makhluk yang hidup, bernafas, dan menunggu seseorang untuk membangkitkan kekuatannya. Dan sejak hari itu, Luna bersumpah untuk tidak pernah terlibat langsung dengan buku tersebut lagi.

Namun, ketika dia melihat bagaimana Evan dan Stella mulai tertarik pada misteri yang sama, Luna merasa dirinya terperangkap lagi. Bukan karena dia ingin, tetapi karena dia tahu bahwa mereka akan memicu sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang bisa mereka kendalikan.

ReverieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang