11. Ayu si Baik - Baik Saja

38 7 4
                                    

Ayu Pov

Suara riuh samar – samar terdengar oleh telingaku. Rasa sesak dan sakit diseluruh tubuhku benar – benar membuatku nggak bisa memikirkan apapun. Bahkan untuk merasakan udara yang menembus paru – parukupun, aku enggak bisa.

Sulit, sesak, sakit...

Kegelapan karena mataku yang tertutup jauh lebih pekat dari biasanya. I can't see anything and I can't feel anything.

Rasanya, mungkinkah aku telah pergi? Mungkinkah??

"Dek.. Dek Ayu.."

Baru setelah beberapa saat kemudian, samar – samar aku mulai bisa mendengar seseorang memanggilku. Bersamaan dengan sebuah aliran darah yang terasa merambat keseluruh tubuhku, rasa sakit dan sesak didadaku perlahan mulai menghilang.

"Dek.. Dek Ayu.. ini Kak Viny Dek.."

Kak Viny?

Emmh, agak susah rasanya bibir ini bergerak untuk membalas panggilannya.

"Hiks, maafin kakak Dek.. maafin Kak Viny.."

Oh, No! Kak Viny jangan nangis. Ayu gapapa Kak. Ayu masih disini.

"Engh.." susah payah aku mengeluarkan erangan kecil diujung bibirku yang masih terasa kebas. Enggak, enggak hanya bibirku, tetapi seluruh badanku masih terasa kebas.

"Ayu? ini kakak Dek. Dokter, dokter!" teriak Kak Viny yang mulai terdengar jelas dipendengaranku.

Perlahan, aku rasakan beberapa sentuhan menyentuh kulit dan tanganku. Secara perlahan pula, seluruh inderaku mulai kembali berfungsi. Bahkan saat ini, terasa sekali oksigen yang kuhirup begitu menyengat dihidungku dan langsung menembus ke paru – paru.

"Syukurlah kalo adek saya gapapa Dok. Makasih ya Dok.." Ucap Kak Viny dengan lirihnya setelah seorang pria yang kuyakini sebagai dokter, menjelaskan sekilas tentang kondisiku sekarang.

"Ayu istirahat lagi ya? Apa mau minum?" seperti biasa, kak Viny akan selalu seperti ini begini aku sakit.

Dahulu, aku pernah hampir tak terselamatkan ketika aku dengan nekatnya berlari keluar rumah tanpa pengawasan. Waktu itu, menurut penjelasan Bunda, Kak Viny hampir setiap waktu menyalahkan dirinya sendiri karena enggak berhasil menahanku dirumah.

Kak Viny, gadis yang usianya 2 tahun diatasku itu adalah sosok kakak terbaik yang sekarang aku miliki. Karena mungkin, sekarang aku hanya bisa mengandalkan Kak Viny. 

Hanya Kak Viny yang mau menerimaku, menjagaku, dan memperlakukan aku layaknya adik kandungnya sendiri. Ya walaupun, jauh dilubuk hatiku, aku masih berharap sosok itu kembali.

Agak aneh ya kan?! Padahal jelas sekali kalau itu tidaklah mungkin.

"Mi.num." Ucapku sedikit terbata. Sepertinya, mulutku dan sekujur tubuhku sedikit kaku. Seolah – olah, sudah sangat lama aku enggak menggerakan tubuh ini.

"Ini Dek.. pelan – pelan ya minumnya." Tuturnya lembut sambil menempatkan ujung sedotan kearah mulutku.

"K.ak. U.dah.." sungguh, badan ini kenapa terasa lemas dan kaku begini? Memangnya aku tiduran udah berapa jam?

"Syukurlah Dek.. kamu udah sadar. Kakak sama Bunda bener - bener khawatir karena sejak tiga hari yang lalu kamu dinyatakan kritis."

Kritis?!

Ucapan Kak Viny barusan, agak samar – samar terekam ditelingaku.

Tiga hari?!

"Kak Viny kabarin Bunda dulu ya.." Lanjutnya yang mulai agak nggak kedengaran karena pikiranku mulai mencerna maksud kalimatnya barusan.

Hand me : My lullaby (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang