FOOT

97 4 0
                                    

"Kau di rumah?!"

"Iya, Bu. Aku ada di bawah sejak tadi. Satang masih di dalam?"

"Tahu begitu Ibu akan menyuruh Satang turun. Satang sudah lama di kamarmu. Selesaikan masalah kalian dengan benar."

Winny mengangguk mengiyakan dan segera berlari meninggalkan Ibunya yang tengah berdiam diri di ruang tengah menonton.

Winny membuka pintu kamarnya. Ia segera menarik napas dalam-dalam. Apa yang dikatakan Joong benar-benar membuat Winny segera memejamkan matanya untuk sesaat.

Satang benar-benar memporak-porandakan kamarnya. Bahkan pigura foto yang berjajar rapi di atas rak-rak miliknya kini sudah terjatuh dan terlihat beberapa di antaranya pecah.

Winny menyingkirkan perlahan pecahan-pecahan pigura menghindari kemungkinan jika Satang lewat dan tidak sengaja menginjak serpihannya.

Winny mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Satang tidak ada di setiap sudut kamarnya. Ia segera memutar tubuhnya dan berjalan mendekati kamar mandi. Perlahan ia memutar knop pintu dan membukanya.

Winny mengerutkan dahinya dan berjalan untuk menutup setiap kran yang terbuka. Matanya kembali mengecek setiap sudut ruangan. Satang juga tidak ada di kamar mandi.

Jangan-jangan Ibu dan Joong membohongi Winny. Atau mungkin saja Satang sudah keluar saat Winny masuk. Tapi kenapa Winny sama sekali tidak melihat Satang sejak tadi?

Winny menghela napas untuk ke sekian kalinya. tubuhnya tiba-tiba merasa lelah setelah bergelut dengan pemikirian yang terus-terusan kesal karena tidak menemukan Satang. Tiba-tiba Winny ingat jika ia sudah lama tidak bertemu langsung dengan Satang.

Sudah sepuluh hari Winny menahan diri untuk tidak menemui Satang langsung. Biasanya kan memang Winny yang terus-terusan mendekati Satang. Tidak menyentuh ujung rambutnya saja Winny akan murung seharian. Mungkin karena ia sedang merindukan Satang sampai-sampai Winny segera berlari ke kamarnya dari ruang bawah tanah dan lelah sendiri karena tidak menemukan Satang.

"Mungkin memang sudah pulang." Putus Winny yang kini berdiri di ambang pintu kamar mandi.

"Kak Winny! Win Thanawin!"

Winny buru-buru berlari keluar dari kamar mandi.

"Kak Winny!"

Kedua mata Winny terbuka lebar mendapati seseorang yang kini berjongkok tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Fourth?" Winny bergegas mendekati Fourth yang tengah mengipas-ngipas kakinya yang mengeluarkan darah.

"Kamarmu ini ada apa? Aduh, perih! Aku takut darah." Fourth mengomel. Tangannya masih sibuk mengipas-ngipasi jempol kakinya.

Winny lalu menarik laci pada lemari terdekat dan mengeluarkan kotak P3K yang ada di dalamnya. Ia lalu ikut berjongkok di depan Fourth dan menyiramkan asal alkohol di atas kaki Fourth.

"Akh! Aduh perih!" Fourth berteriak, "Sial sekali!" lanjutnya.

Winny segera mengeluarkan kasa dan meneteskannya dengan obat merah, "Kau sendiri kenapa datang kemari? Merepotkan saja."

Fourth memukul kepala Winny hingga Winny menjerit protes karena pukulan Fourth barusan.

"Aku sedang mencari Gemini. Sejak kemarin-kemarin aku tidak bisa menemukannya. Dan menurut instingku, dia sedang bersamamu sekarang."

Winny mendengus memasangkan plester agar kain kasa yang dililit tidak lepas, "Kau galak sekali, jadi malas memberitahukan keberadaan Gemini—Akh! Kenapa memukul kepalaku lagi?"

Fourth berdiri dan melepaskan sandal rumah yang terlihat memerah karena darah yang merembes, "Beritahu aku kalau kau tidak mau melihat kasurmu terbelah menjadi dua juga." Fourth lalu meringis saat mencoba mengangkat kaki kanannya, "Kakiku... Adududuh...Kenapa bisa mengeluarkan darah... Aku takut... huhu..."

Some - GeminiFourthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang