Part 1

286 49 17
                                    

Di suatu siang, seorang gadis kecil berambut hitam sedang mencari bukunya di dalam ruang kelas.

“Di mana sih buku itu, perasaan aku taruh sini kemarin,” ucapnya kepada temannya sambil berdecak kesal.

Tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka dengan cepat.

“Milk! Milk!” teriak seorang anak laki-laki.

Gadis kecil berambut hitam itu langsung menoleh ke arah pintu.

“Love! Love! Dia lagi berantem sama kakak kelas di lapangan belakang!” teriak anak laki-laki itu lagi.

Mendengar teriakan itu, gadis kecil berambut hitam langsung berlari keluar kelas, menyusuri koridor yang sudah sepi, lalu berhenti di pinggir sebuah lapangan olahraga. Dia melihat seorang gadis kecil berambut pirang yang sedang berjongkok dengan bahu naik turun karena sedang terisak pelan. Dengan langkah kesal, dia menghampiri gadis kecil itu, lalu ikut berjongkok dan mengelus lembut rambutnya.

“Love,” panggilnya.

***

Menjelang malam pergantian tahun di ibu kota, langit mulai berpendar dengan cahaya oranye kemerahan saat matahari perlahan tenggelam di balik gedung-gedung tinggi. Jalan-jalan yang biasanya padat oleh hiruk-pikuk kendaraan kini dipenuhi oleh orang-orang yang berbondong-bondong menuju pusat kota, di mana perayaan besar telah dipersiapkan. Lampu-lampu kota berkelip seperti bintang yang berserakan di bumi, sementara suara terompet dan tawa riang terdengar di segala penjuru. Di sepanjang trotoar, kios-kios makanan menguarkan aroma lezat yang bercampur dengan udara sejuk malam, menciptakan suasana yang hangat dan meriah. Di tengah antisipasi, semua orang menunggu detik-detik menuju tahun baru, berharap langit segera berkilauan dengan kembang api yang menandai awal yang baru.

Ibu kota benar-benar terasa hidup malam ini.

Namun, hal itu tidak dirasakan oleh seseorang yang sedang bekerja di sebuah rumah sakit, pada malam pergantian tahun.

“Pansa, tolong gantikan infus di ruangan empat kosong dua. Tadi penunggunya mengabari kalau infus mamanya akan segera kosong,” perintah seorang perawat yang terlihat paling tua di antara semua yang sedang berjaga malam ini.

“Baik, Suster Eri.”

Pansa pun segera berdiri dan berjalan menuju kamar 402 untuk menggantikan infus seorang pasien. Gadis bertubuh langsing dengan tinggi seratus tujuh puluh sentimeter itu melakukannya dengan cekatan. Dia memperhatikan kecepatan tetesan air infus dengan seksama, dari balik kacamata bulat yang menempel di wajah tirusnya.

“Infusnya sudah diganti ya, Bu,” ujar Pansa dengan ramah, lalu tersenyum kepada seorang ibu yang sedang berbaring di atas ranjang.

“Iya. Makasih ya, Suster,” jawab ibu tersebut.

Sementara itu, anak ibu tersebut dari tadi hanya menonton televisi yang terpasang di dalam ruangan. Televisi itu sedang menayangkan wawancara dengan empat gadis cantik.

“Oke, sekarang kita akan lanjut ke pertanyaan berikutnya. Kali ini untuk Love ya. Love, banyak yang bilang lagu terakhir kalian itu tentang cinta pertamamu. Bisa kamu cerita tentang itu?” tanya si pembawa acara.

Pansa melihat di tayangan televisi seorang gadis muda berambut pirang panjang sedang tertawa malu-malu. Punggung tangan gadis itu berusaha untuk menutupi mulutnya yang tersenyum.

“Serius kita akan ngomongin ini?” tanya balik si Pirang malu-malu, terdengar berusaha menghindari pertanyaan tersebut.

“Ya tentu, Namtan udah cerita pengalaman paling memalukannya, Racha dan Tu juga. Nah! Sekarang giliran kamu, Love. Ayo cerita dong. Udah lama loh fans S-Stars nungguin kalian comeback. Dan ini pertanyaan yang paling banyak ditanya sama fans kalian.”

Bunga-Bunga Kecil Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang