Part 3

171 48 7
                                    

ANAK YATIM PIATU!

FREAKKKKK!

SAMPAH!

OINK OINK OINK

HAHAHAHAHA!!!

MATI AJA SANA!

OUWWHHH... EMANG KALAU MATI, BAKAL ADA YANG NANGISIN?

LEBIH RENDAH DARI SAMPAH!

MATI AJA PLISSSS

MINIMAL LEBIH GUNA YA, BISA JADI PUPUK!

HAHAHAHAHAHAHAHA!!!

Dengan mata berair, seorang gadis berkacamata membaca semua tulisan yang ada di mejanya. Dia mengangkat wajahnya dengan cepat, mengedarkan pandangannya, lalu melihat tiga gadis remaja sedang menatapnya dengan ekspresi mengejek. Selain itu, dia juga melihat satu gadis lagi yang menatapnya dengan rasa bersalah.

Dia mengepal tangannya dengan sangat kencang, sampai meninggalkan bekas darah di telapaknya. Dia merasa sangat marah, tapi dia tau itu tidak ada gunanya. Memangnya, apa yang bisa dia lakukan? Memangnya, dia berani melawan mereka? Tentu saja tidak, karena dia hanyalah seorang pecundang. Dia merasa semua yang tertulis di meja adalah dirinya.

***

Senin pagi itu, Pansa melangkah dengan berat menuju rumah sakit setelah melewatkan liburan di akhir pekan. Wajahnya murung, dan rasa lelah serta beban emosional yang dia rasakan pada Jumat malam, masih terasa. Bertemu lagi dengan Love, membuat mimpi-mimpi buruk Pansa muncul kembali. Sudah tiga malam, tidurnya tidak nyenyak. Ingatan-ingatan tentang kejadian buruk di masa lalunya terus bermunculan.

Di pos perawat, ketika Pansa melihat seniornya, Suster Eri, sudah kembali bertugas, perasaan lega sedikit menyelimuti hatinya. Pansa menyapa Suster Eri dengan ramah, senang bahwa tugasnya akan kembali normal.

Namun dia salah.

"Pansa, kita dipanggil ke ruang meeting Direktur," ucap Suster Eri terburu-buru saat mendengar sapaan Pansa

Pansa mengerutkan keningnya. "Meeting apa, Sus?" tanyanya kebingungan.

"Saya juga tidak tahu. Tapi kita diperintahkan untuk segera hadir di sana," balas Suster Eri, lalu langsung berjalan cepat, meninggalkan Pansa yang masih berdiri mematung. "Sekarang, Pansa!" perintah Suster Eri setelah memutar tubuhnya menghadap Pansa.

Pansa pun tersadar dan segera menyusul Suster Eri.

"Memangnya, ada yang terjadi di Jumat malam kemarin saat saya ijin, Pansa?" tanya Suster Eri saat sudah di dalam lift.

Pansa mencoba mengingat kembali kejadian di Jumat malam kemarin ketika dia merawat Love. Dia yakin bahwa tidak ada kesalahan yang dilakukannya.

"Seingat saya, tidak ada, Sus. Saya yakin merawatnya dengan baik, dari memberikannya makan sampai membantunya tidur dengan nyaman."

"Memangnya, siapa yang kamu rawat malam itu, Pansa?"

"Nona Pattranite, kan?" jawab Pansa.

Suster Eri langsung terkejut mendengar nama itu. Dia lupa bahwa Jumat malam itu merupakan gilirannya untuk mencoba merawat Love, sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh kepala eksekutif perawat.

Lift berhenti di lantai direktur, tempat di mana para pejabat rumah sakit berkantor. Pansa dan Suster Eri bergegas menuju ruang rapat. Biasanya, rapat yang diselenggarakan di sini selalu membahas kasus penting. Beberapa saat kemudian, mereka sampai di depan ruang meeting, dan menghela napas dengan berat sebelum akhirnya mengetuk pintu.

Bunga-Bunga Kecil Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang