"Jisoo, kamu mau ke mana?" Jennie bertanya, suaranya terdengar ragu.
Tapi Jisoo hanya memberi senyum meyakinkan tanpa menjelaskan lebih jauh. "Tunggu sebentar," katanya.
Jennie hanya bisa menatap Jisoo berjalan menjauh. Matanya menyorot khawatir, namun dia memilih untuk tetap diam. Detik-detik berlalu seakan melambat, dan Jennie mulai bertanya-tanya apa maksud Jisoo. Tapi sebelum pikirannya semakin melayang jauh, dia melihat Jisoo kembali. Di tangannya, Jisoo membawa gitar yang tadi dipegang oleh pria itu.
Senyum kecil tersungging di bibir Jisoo saat dia kembali mendekati Jennie. "Nggak perlu khawatir, aku nggak akan ninggalin kamu," katanya sambil menatap Jennie dengan tatapan yang tenang dan penuh pengertian.
Jennie mengerjapkan mata, terkejut sekaligus lega. "Kamu bawa gitar? Mau ngapain?"Tanpa menjawab secara langsung, Jisoo duduk kembali di samping Jennie, memegang gitar dengan santai. "Kadang, musik bisa lebih bicara daripada kata-kata," ujarnya, sambil sedikit menyesuaikan senar gitar. "Aku nggak jago-jago banget, tapi biar aku coba nyanyi buat kamu. Siapa tahu bisa bikin suasana hati kamu lebih baik."
Jennie menatapnya dengan heran, tapi kemudian senyum kecil mulai mengembang di bibirnya. "Kamu serius mau nyanyi?"
Jisoo mengangguk, lalu tanpa banyak basa-basi, dia mulai memetik gitar dengan lembut. Jemarinya bergerak luwes di atas senar, menciptakan alunan musik yang sederhana tapi menenangkan. Setelah beberapa petikan, Jisoo mulai bernyanyi, suaranya rendah dan lembut, seolah menyelimuti Jennie dengan kehangatan.
Di antara bait lagu yang dinyanyikan Jisoo, Jennie merasa hatinya mulai tenang. Setiap lirik yang terdengar seolah membawa pesan tak terucap—bahwa Jisoo ada di sini untuknya, saat dia merasa sendiri dan kecewa. Mata Jennie tak lepas dari Jisoo yang bernyanyi dengan penuh ketulusan. Di momen itu, dunia di sekitar mereka terasa menghilang, hanya tersisa mereka berdua dan alunan musik yang mengisi udara sore.
Jisoo melirik Jennie di sela-sela nyanyiannya, dan melihat senyuman tipis di wajahnya. "Nah, itu dia," Jisoo berkata dengan nada bercanda saat menyelesaikan lagu. "Aku lihat senyum kamu muncul lagi."
Jennie tertawa kecil, meskipun masih ada sisa-sisa kepedihan dalam matanya. "Kamu benar-benar tahu caranya bikin aku merasa lebih baik."
Jisoo meletakkan gitarnya di samping dan menatap Jennie dengan penuh perhatian. "Itu karena kamu pantas merasa bahagia, Jen. Apapun yang terjadi, kamu selalu punya seseorang yang mau dengerin dan ada buat kamu."
Jennie diam sesaat, terharu dengan perhatian Jisoo. "Kamu selalu tahu cara buat aku merasa dihargai, Jisoo. Aku... nggak tahu gimana caranya bilang terima kasih."
Jisoo tersenyum hangat. "Kamu nggak perlu bilang apa-apa. Melihat kamu tersenyum lagi, itu
udah cukup buat aku. Bentar ada satu lagi lagu buat kamu."
Jennie tertegun, terdiam menikmati setiap nada yang mengalun dengan tenang. Mata Jennie perlahan menutup, membiarkan suara gitar dan suara Jisoo yang rendah dan hangat mengisi hatinya yang seharian dilanda kekecewaan.
Batinnya mulai berbisik, memuji Jisoo dalam keheningan. Dia bukan cuma tampan, tapi juga perhatian. Mengerti, tanpa perlu Jennie bicara banyak. Hati Jennie hangat, merasa terlindungi oleh kehadiran Jisoo. Kenapa dia bisa begitu sempurna? Sebuah pertanyaan yang melintas di benaknya, membuat hatinya berdegup lebih cepat.
Namun, seketika Jennie menepis pikiran itu. Dia menggeleng pelan, mencoba menormalkan perasaannya. Jangan, Jennie. Dia bukan milikmu. Jangan terbawa suasana hanya karena dia ada di sini saat kamu sedang rapuh. Jennie menarik napas dalam, berusaha mengendalikan dirinya kembali. Dia tahu betul, apa yang dirasakannya bukanlah sesuatu yang bisa dibiarkan berkembang begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
BABY BOY
RomanceKim Jisoo, seorang mahasiswa akhir berusia 21 tahun, berjuang menyeimbangkan kehidupannya antara menyelesaikan skripsi dan bekerja paruh waktu sebagai barista di sebuah klub malam demi menutupi kebutuhan ekonomi. Di sisi lain, Kim Jennie Rubyjane, C...