9 🌇

314 69 3
                                    

Keesokan paginya, Jisoo bangun dengan perasaan campur aduk. Dengan cepat ia bersiap untuk pergi ke kosan Lisa, tempat di mana ia biasanya mengerjakan skripsi dan berkeluh kesah. Pikirannya terus berkecamuk—tentang Jennie, tentang Karina.

Setibanya di kosan Lisa, ia langsung disambut dengan senyum lebar sahabatnya yang sedang duduk dengan laptop di pangkuannya.

"Yo, gimana kabar skripsi lu?" sapa Lisa ceria.

Jisoo meletakkan tasnya di sofa dan menghembuskan napas panjang. "Nggak cuma skripsi yang ribet, Lis... Gue terima tawaran Jennie."

Lisa terdiam, matanya membulat seketika. "Tawaran apa nih? Maksud lu... jadi baby boy Kim Jennie?"

Jisoo mengangguk pelan. "Iya, dan itu nggak cuma soal itu aja, Lis. Ada Karina juga. Dia ngajakin gue buat jadi sahabat."

Lisa yang awalnya tampak kaget kini berubah jadi serius, bahkan sedikit bingung. "Hah? Jadi lo sekarang lagi di antara dua cewek? Jennie yang CEO, terus Karina yang mantan lo?"

Jisoo mengangguk lagi sambil duduk di sebelah Lisa. "Gue nggak tahu harus gimana. Karina bilang masih cinta sama gue, tapi dia udah dijodohin. Gue juga nggak bisa bohong kalau gue masih ada rasa. Terus, Jennie... gue ada kontrak sama dia, Jennie cantik dan sempurna di mata gue tapi dia udah punya V."

Lisa menatap Jisoo sambil menghela napas panjang, lalu dengan nada tegas berkata, "Oke, Jisoo, gue ngerti sekarang situasinya agak rumit, tapi lo mesti inget satu hal penting—jangan pakai hati."

Jisoo tertegun, tak langsung paham dengan maksud Lisa. "Maksud lo?"

Lisa menatap Jisoo serius, lalu menjelaskan. "Lo sekarang ada di dua situasi yang beda banget. Sama Jennie, lo harus profesional. Ini kerjaan, bro. Perlakukan dia kayak ratu, kasih perhatian, tapi jangan terlalu dalam. Jangan kasih hati lo buat ini. Kalau enggak, lo bakal terjebak di sesuatu yang nggak bisa lo kendaliin."

Jisoo mendengarkan dengan seksama, sementara Lisa melanjutkan. "Nah, soal Karina... kalau dia ngajak sahabatan, ya lo perlakukan dia sebagai sahabat. Tapi inget, jangan sampe lo kebawa perasaan lagi. Gue tau lo masih punya rasa, tapi lo mesti set batasan. Kalau lo nggak bisa jaga jarak, lo bakal makin bingung sendiri."

Jisoo mengangguk perlahan. "Jadi, sama Jennie gue harus fokus ke peran gue sebagai... baby boy? Tapi nggak boleh pake hati?"

Lisa tertawa kecil. "Exactly! Lo di situ buat kasih dia apa yang dia mau, tapi inget, ini kayak pekerjaan. Jangan sampai lo lupa siapa Jennie sebenarnya dan apa yang lo lakuin. Sekali lo masuk terlalu dalam, bakal susah keluar."

Jisoo menghela napas panjang. "Gue ngerti, tapi ini nggak gampang, Lis. Jennie dan Karina tuh dua orang yang berbeda, tapi dua-duanya punya pengaruh besar di hidup gue."

Lisa menepuk bahu Jisoo. "Makanya, lo mesti cerdas ngelola perasaan lo. Fokus di skripsi lo dulu, jangan kebanyakan drama hati. Skripsi lo juga penting!"

Jisoo tersenyum samar, merasa sedikit lega setelah mendengar saran Lisa. "Lo bener, Lis. Gue bakal coba buat ngatur semuanya. Thanks."

Lisa mengangguk puas. "Santai aja, gue di sini buat bantu lo. Kalau ada yang lo butuhin, bilang aja. Tapi inget, kalau mau jadi baby boy, lo harus lebih smooth, dong!"

Setelah obrolan serius antara Jisoo dan Lisa, suasana menjadi hening sejenak. Tiba-tiba, ponsel Jisoo berdering. Layar ponselnya menampilkan nama kontak yang sangat dikenalnya: "Mommy"—panggilan khususnya untuk Jennie.

Jisoo buru-buru mengangkat telepon, menatap Lisa sebentar yang sudah mulai tersenyum kecil, tahu benar siapa yang menelepon.

Jennie    : "Annyeong, baby boy. Kamu di mana sekarang?"Jisoo       : "Aku masih di kosan Lisa, Mom. Ada apa?"Jennie    : "Aku ingin kamu menemuiku. Aku sudah kirim lokasinya, di taman. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan."

BABY BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang