Lelaki itu berjalan dengan lesu memasuki halaman rumahnya, ia bisa melihat sosok sang ayah melipat tangannya tepat di pintu masuk.
“Abang, bagus sekali ya!” Lelaki yang sudah lumayan berumur itu berseru tatkala melihat sang anak sulungnya akan masuk ke dalam rumah.
“Ayah...” Laut melirih, namun lelaki yang lebih tua itu hanya diam dan membawa dirinya masuk ke ruang TV
“Abang, semalam tidur nyenyak?” kali ini suara lembut Bundanya yang menyapa, Laut hanya memberikan tatapan kosong kepada sang Bunda
“Laut Althair Sandya... bagus ya namanya? tapi kenapa sifatnya tolak belakang, Bun?” sang Ayah membuka suaranya saat sudah mendudukan diri di sofa empuk berwarna cream.
“Tau enggak kamu, Bang? Theresia bilang, kalian enggak bisa sama-sama lagi karena kalian terlalu sibuk jadi banyak miskomunikasi. Baik sekali ya?” Ayah terkekeh sarkas, tidak memedulikan Laut yang membawa kepalanya semakin menunduk.
“Kamu bayangin kalau misalnya orang tuanya tau kenyataan kalau kamu yang mengacau, wah, Ayah senang kalau anak Ayah dipukul langsung di depan Ayah” lelaki yang lebih tua itu melanjutkan kalimat sindirannya.
Lutut milik Laut sudah tidak berdaya, lelaki itu bersujud, meraih kaki milik sang Ayah.
“Ayah, Laut minta maaf, Ayah...” Laut menangis, seperti habis mencoret mobil milik Ayahnya saat ia berumur 5 tahun.Ayahnya hanya terdiam, begitupula sang Bunda yang sedari tadi hanya memperhatikan bagaimana anak lelakinya menangis kesana-kemari, sebelum suara nyaring dari adu tangan dan pipi bergema di ruangan itu.
Laut dan pipinya yang memerah karena sang Ayah.
•••
Seperti yang dikatakan sang Bunda, mereka pergi ke rumah orang tua Theresia.
Laut berjalan ragu saat memasuki rumah dengan dominasi warna putih itu, Laut dapat mendapati Papi, sang calon...mantan? mertuanya tengah duduk di teras.
“Loh, Sandya kan?” Lelaki matang dengan setelan kemeja dan celana dasar itu segera menyambut Laut, sepertinya, Papinya itu baru saja pulang dari kantornya.
“Wah kenapa ini datang ramai-ramai?” Papinya itu berceletuk tatkala menemui sosok Ayah dan Bunda.
“Ah, mungkin Pak Tedja belum tau? Laut disini mau menjelaskan permasalahannya dengan Theresia, Pak” sahut Ayah.“Bermasalah? maksudnya?” belum Ayah berikan penjelasan, seorang wanita berpenampilan elegan keluar menyapa mereka, itu Maminya Theresia.
“Sini, masuk dulu” ajak Maminya itu.
Mereka diarahkan untuk duduk di ruang tamu, ada rasa canggung yang menyelinap di hati Laut tatkala melihat Mami dan Papinya Theresia itu masih bisa bersikap ramah terhadap dirinya.
•••
“Mau jelasin apa memangnya, Nak?” Mami membuka suara, ia cukup penasaran juga, pasalnya anak gadisnya itu semalam hanya berkata bahwa mereka telah berpisah, titik dan tidak ada penjelasan.
“Pap... om? Om, Tante... aku minta maaf, aku yang jadi penyebab semuanya berakhir... aku-” belum sempat lelaki itu menyelesaikan omongannya, sosok lain datang, membuat semuanya menoleh.
Theresia terkejut melihat Laut begitupun lelaki itu.
“Sini, Re!” Maminya memanggil gadis itu untuk bergabung, tentunya, gadis itu menurutinya.
“Lanjut, Nak” Papi memerintahkan Laut untuk melanjutkannya, sayangnya lelaki itu mematung dan menatap Theresia hingga matanya berkaca-kaca
Sang Bunda yang sadar langsung mengelus tangan anak sulungnya, memberikannya kekuatan untuk berkata sejujurnya.
“Laut... ah, aku... aku gagal untuk jadi calon kepala keluarga... yang cuman punya satu orang...” sontak orang tua gadisnya itu menatap lelaki itu dengan terkejut dan heran.
Theresia terdiam melihat lelakinya mengakui kesalahannya, lelakinya itu bahkan membiarkan air matanya turun.
Satu hal yang selalu Theresia salut oleh lelakinya itu, ia dapat mengakui kesalahannya.Theresia membaca ruangan, ia dapat menyadari bahwa Papinya sudah ada di puncak emosi, ia yakin sehabis ini Laut akan menerima pukulan. Oh, siapa bilang gadis itu akan menahannya? ini hukum alam, bukan di drama Korea.
Benar saja, suara tamparan keras terdengar di ruangan itu, Theresia tidak bergeming begitupun yang lainnya.
Theresia menatap orang tua dari Laut, tidak ada kekhawatiran atau kebencian untuk Papinya yang dapat Theresia tangkap dari kedua orang tua itu.“Anak saya... saya titipkan ke kamu bukan untuk di sia-siakan, Laut” terdengar ucapan maaf yang diulang oleh lelaki yang tengah berlutut itu.
“Bersyukur pernikahan kalian belum berlangsung, kalau enggak, saya bakal habisin kamu, Laut” Theresia mengambil alih, memegang lengan Papinya untuk berhenti, toh, gadis itu sudah puas melihat Laut ditampar barusan.
“Papi, udah. Kak Sandya udah ngakuin semua kesalahannya dan aku baik-baik aja” Laut menoleh mendengar suara gadisnya.
“Semua ditangan kamu, Re. Kalau enggak mau lanjut ya silakan, tapi kalau mau ya silakan. Kamu sudah besar untuk ambil keputusan.” Papi kemudian meninggalkan ruangan itu, tidak lupa berpamitan dengan Ayahnya Laut.
•••
Terhitung 3 hari semenjak kejadian itu, Laut masih uring-uringan, dipengaruhi oleh kepalanya yang masih berpusat kepada Theresia.
“Kan kata gue apa, enggak usah deh lo macem-macem” suara Erik menggema di kamar Laut, oh jangan salah, saat ini Laut kembali ke rumahnya.
“Nih ya, lo udah gue peringatin dari awal, malah masih lanjut aja kocak!” Erik berceletuk lagi, lelaki berambut lurus itu jengah melihat temannya.
“Ngomong brengsek! gue kesini bukan buat mantengin patung” Erik menggoncangkan bahu Laut karena tidak mendapati respon apa-apa.
“Rik, gue tolol ya?” Erik membawa tangannya untuk menoyor kepala lelaki itu.“Kurang digampar apa gimana sih lo?” tentunya membuat Laut terkekeh miris mendengarnya.
•••
Erik menggulingkan tubuhnya diatas kasur milik Laut, “Tapi, lo inget enggak sih? waktu awal lo ceritain soal There... anjir, waktu itu di kamar ini lo kayak orang gila” Erik membuka suaranya.
Bagai orang yang baru pertama kali mendengar cerita itu, Laut membawa atensinya kepada Erik.
“Kocak sih tapi, waktu itu lo masih belum sukses, masih tolol enggak bisa kerja. Tiba-tiba ketemu There, langsung semangat gitu” Erik mengenang bagaimana sahabatnya memperkenalkan Theresia kepadanya, sahabatnya itu seperti mendapatkan separuh jiwanya karena kehadiran gadis itu.“Kenapa ya, Rik? kok bisa gitu” Laut melirih
“Soalnya, lo tolol! menurut lo, orang tolol mana yang sia-siain cewek kayak Theresia? ya elo doang!” Erik dan segala blak-blakannya.Betul sekali bahwa Laut memang butuh disentil seperti ini.
“Tapi, Rik... Is it possible if i fix everything and go back to her?”
Erik menggeleng.
•••
To Be Continue
eh ini makin gajelas, tolong...
maaf ya....🙏🏻
belum end sih, bentar lagi...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Apartment We Won't Share
Fanfiction"Laut, menjadi tempatku berhenti" Inspired by Niki's song, Apartment We Won't Share. copycat please stay away! ©atheanana