"Kerusakan demi kerusakan yang mereka inginkan,
dan tak ada satu pun yang berpikir untuk perbaikan" Ronan
Tidak pernah terpikirkan olehku akan membawa orang luar ke tempat ini, sebuah tempat yang aku sendiri tidak menyukainya. Elara dan Lina masih sibuk takjub melihat gedung laboratorium yang super besar, aku yakin mereka juga tidak pernah terlintas dalam pikirannya akan memasukan tempat ini, tapi sayangnya mereka datang bukan untuk menambah wawasan atau bersenang-senang menikmati keajaiban tangan manusia. Kali ini kita bertiga harus melakukan investigasi rahasia, sebelum besok kita harus pura-pura kembali bertanding dan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa, setidaknya itu yang aku pikirkan, tapi kenyataan besok mungkin akan lebih besar lagi tantangannya,
"Selanjutnya apa?" Tanyaku menatap Elara dan Lina, terlebih aku menatap Lina lebih lama.
"Kenapa liat ke aku?" tanya Lina merasa tidak nyaman dilihat terus olehku.
"Seperti yang tadi kamu bilang kan, Lin. Kamu yang nyusun strategi, kita berdua yang memiliki kekuatan yang beraksi, udah lupa ya?" mencoba mengingatkan Lina apa yang dikatakannya tadi di kapsul.
"Iya tapi kan aku nggak tahu seluk beluk laboratorium ini, liat kita aja masih jauh banget kan sama tempat itu, kenapa harus sembunyi disemak-semak gini sih, nggak takut nih Levitas kamu lecet apa." Ujar Lina protes.
"Kamu lupa, Lin. Levitasku sudah disadap oleh Ayah, pergerakanku bisa dibaca olehnya, dan jalan satu-satunya agar mereka tidak tahu kita masuk adalah dengan cara bersembunyi seperti ini." Jelasku agar Lina sedikit paham maksudku.
"Tidak, sepertinya upayamu gagal, Ron. Lihatlah!" Elara yang sejak tadi diam ternyata menangkap sebuah pergerakan, entah mengapa matanya menjadi sangat jeli, atau memang selama ini pengelihatannya memang tajam ya, ah lupakan. Aku melihat arah yang tunjuk Elara, beberapa orang tiba-tiba keluar dan membentuk barisan menjaga pintu masuk Laboratorium.
"Kita cari jalan lain!" Ujar Lina dengan tegas.
"Cara lain bagaimana, aku bahkan tidak pernah mengelilingi tempat ini." Aku mencoba menjelaskan bahwa aku tidak pernah menyukai tempat ini. Dan Lina hanya mengangguk-angguk saja mendengarkan penjelaskanku, tidak ada respon lebih.
"Aku yakin ada caranya." Lina mencoba meyakinkanku, namun aku sama sekali tidak percaya hal itu bisa terjadi.
Bip..Bip..Bip.. benda ditangan Elara tiba-tiba bergetar, itu pemberian Lucian tadi untuk mengabarkan Elara tentang keberadaan orang tuanya. Elara langsung mengacungkan benda itu kelangit, aku tidak tahu apa isi pesannya, namun wajah Elara seakan langsung mengarah ke laboratorium.
"Kita cari jalan lain." Ujar Elara.
***
Pesan dari Lucian tiba-tiba saja muncul, aku langsung mengacungkan benda itu kelangit, benda itu tiba-tiba bercahaya menembus kelangit menunjukkan gambar kedua orang tuaku dikurung disebuah ruangan kedap suara, ruangan itu serba putih, hanya ada kasur dibawah itu pun tanpa alas. Gambar itu tiba-tiba berpindah tempat kesebuah ruangan bertuliskan Laboratorium, tidak salah lagi mereka pasti berada ditempat ini.
"Kita cari jalan lain." Ujarku kepada mereka berdua, namun sebelum aku melangkah keluar dari Levitas Ronan, aku melihat Lucian sedang berada di depan gedung Laboratorium ia seakan sedang bernegosiasi kepada salah satu penjaga di sana.
"Ron, itu Lucian?" aku menarik-narik lengan Ronan sembari menunjuk Lucian yang jaraknya jauh dari kita. Ronan dan Lina mendekat mencoba melihat kearah yang aku tunjuk.
"Iya dia Lucian, ngapain di sini?" Ronan seakan bingung juga dengan keberadaan Lucian ditempat ini. Ronan masih terus memperhatikan pergerakan Lucian yang dengan sangat mudah masuk ke Laboratorium seakan iya sudah menguasai tempat itu.
"Lucian sering ke tempat ini?" tanyaku namun Ronan menggelengkan kepalanya.
"Laboratorium ini milih Ayahku, dan hanya orang-orang tertentu saja yang diizinkan masuk kesana, dan setahuku Lucian bukan bagian dari kami." Jelas Ronan
"Aku yakin ada yang tidak beres. Ra, apa pesan yang diberikan oleh Lucian?" Lina tiba-tiba menanyakan hal itu kepadaku.
"Ada sebuah video yang memperlihatkan Ayah dan Ibu berada diruangan serba putih dan kedap suara, satu lagi video itu menunjukkan sebuah tempat bertuliskan Laboratorium." Jelasku kepada Lina, beberapa saat Lina mencoba mencerna penjelasanku, ia juga berkali-kali melihat kearah Laboratorium.
"Oke aku menemukan kejanggalan. Pertama, Lucian baru sampai ditempat ini, bagaimana dia bisa mendapatkan informasi terkait kedua orang tuamu. Kedua video itu bagaimana dia bisa mendapatkannya, jika dilihat dari penjelasan Ronan bahwa orang-orang yang bisa masuk ketempat ini adalah orang-orang pilihan dan yang masih ada hubungan keluarga."
Tiba-tiba Ronan memotong penjelasan Lina. "Ada kemungkinan Lucian punya orang dalam, atau Lucian?" Ronan menatap Lina, dan Lina mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Ronan, sementara aku masih mencoba mencerna pembahasan mereka berdua.
"Iya, Lucian bisa jadi sudah memiliki orang kepercayaannya yang memata-matai kegiatan di dalam Laboratorium, dan lihat dia dengan mudahnya masuk ketempat itu. Kita harus cari tahu kebenarannya dulu, termasuk kebenaran tentang keberadaan kedua orang tuamu, Ra." Aku mengangguk menanggapi penjelasan Lina, tapi kita melupakan sesuatu, kita terlalu lama berada di Levitas Ronan, hingga sebuah tembakan besar menyerang kearah kita. Entah dari mana datangnya tembakan itu.
"Lompat!!!" Teriak Ronan sembari langsung melompat keluar dari Levitas, aku dan Lina juga menyusul langsung lompat, badanku sudah terbentur beberapa bebatuan sepertinya kulit-kulitku juga sudah tergores tanaman-tanaman liar. Tembakan itu masih datang terus bertubi-tubi, aku berkali-kali melompat mencari perlindungan, hingga aku tersadar sesuatu, aku bisa melihat pergerakan peluru yang menembak ke arah kita bertiga, aku akhirnya berdiri, mencoba melawan.
"Ronan, Lina bantu aku!" aku mencoba memanggil mereka yang sedang bersembunyi di balik batu besar. "Ronan, gunakan kekuatan telekinesis kamu, Lina tolong diam dibelakangku!" Mereka berdua siap memasang kuda-kuda. Dalam hitungan detik peluru itu sudah terlihat lagi.
"Ronan, Kanan dalam hitungan ketiga putar balik semua peluru." Ronan mengangguk paham.
Satu, dua, tiga, aku menarik napas panjang lalu aku lepaskan sekencang-kencangnya sembari berteriak kepada Ronan. "Sekarang!!!" dengan penuh kepercayaan dan keberanian peluru itu akhirnya berbalik arah, menyerang mereka yang menembak. Suara ledakan juga berkali-kali terdengar entah apa yang meledak.
"Yes, berhasil." Teriak Ronan senang.
"Belum selesai, Ron. Kita harus bersiap, musuh ada didepan mata kita sekarang. Lin, siap-siap, gunakan kekuatan kaki dan tanganmu sekuat mungkin, aku yakin yang kita hadapi sekarang akan jauh lebih bahaya." Lina yang sudah sejak tadi memasang kuda-kuda mengangguk mengerti. Namun tiba-tiba kini semuanya hening, tidak ada pergerakan, tidak ada tanda-tanda. Telingaku pun seakan tidak mendengarkan apapun.
"Ra, kamu mendengar sesuatu?" tanya Ronan, aku menggeleng menjawabnya, semua ini aneh bagiku, seakan ini jebakan. Aku mencoba mencari tahu, ku edarkan pandanganku kesegala penjuru tampat ini. Hingga sebuah suara mulai terdengar, namun aku tidak melihat dari mana arah suara itu. Sebuah bayangan melintas dihadapanku, aku mencoba mencari bayangan itu namun tidak kutemukan.
"Hati-hati!" belum selesai aku mengatakan itu, Lina sudah terlebih dahulu berteriak dengan sangat keras, aku langsung menatap Lina, namun atensiku berpindah ke sebuah makhluk yang hendak memakan tubuh Lina.
"Ronan, tarik Lina!" dengan sigap Ronan mengggunakan kekuatannya untuk menarik Lina hingga menjauh dari makhluk itu.
"Lari!!!" teriak Ronan, seakan mengerti semengerikan apa makhluk itu, dan petualangan mereka berdua akhirnya benar-benar dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma : The Secrets of the Hidden City
FantasyBayangkan hidup di dunia yang dipenuhi perbedaan tajam, larangan ketat, dan teka-teki tak terjawab. Itulah yang dirasakan Elara dan Ronan di Kalimora, sebuah kota di mana kemewahan para elit Katalis bertentangan dengan kehidupan keras di jalanan baw...