"Bagaimana bisa aku menyakiti, sementara yang menyakini selama ini justru meninggalkanku pergi." Elara
Dia anakmu. Perkataan ibu yang ini benar-benar bagai petir menyambar, bagaimana bisa dia adalah Ayahku. Tidak semua ini pasti tidak benar. Aku menatap ibuku yang kini sudah berdiri tegak meskipun tubuhnya masih berada dalam cengkraman Vortex-9.
"Sri, selama ini tidak pernah menikah. Dia masih menunggumu, bahkan sampai saat ia melahirkan Elara. Kamu Robert, kamu berjanji pada Sri akan menjemput Sri, akan mengajaknya pergi dari rumah, tapi pada nyatanya semua itu hanya omongan yang tidak pernah kamu tepati. Hingga akhirnya sebuah berita sampai pada keluarga kami, kamu menjadi anggota pemerintahan, kamu menciptakan banyak kemajuan untuk manusia Katalis, termasuk melarang adanya cinta diantara manusia Katalis dan manusia Biasa. Kamu tahu bagaimana perasaan Sri hari itu, dia bangga tapi dia juga kecewa. Kamu yang penghianat Robert." Suara ibu kini semakin lantang, kekuatan tubuhnya sudah mulai pulih walau tak sepenuhnya.
"Sri sebenarnya masih ingin menunggumu meskipun mendengar kabar kesuksesanmu itu. Dia berharap kamu akan datang membawanya pergi ke istana pemerintahan. Berbulan-bulan sambil mengelus-elus perutnya yang hamil, Sri menunggumu didepan rumah. Tapi apa yang dia dapatkan setelah penantian itu, sebuah kabar yang sangat menyakitkan. Kamu menikah, pernikahan yang sangat megah. Kamu tahu berapa hari Sri menangis mengurung diri didalam kamarnya, hampir seminggu dia tidak makan tidak keluar rumah, semua orang khawatir." Kali ini ibu menangis, suara tangisannya seolah sangat menyakitkan dan menyesakkan dada. Siapa Sri, siapa aku. Kenapa semakin rumit semua kisah ini. Mengapa semuanya menjadi sangat menakutkan, kebenaran demi kebenaran membuatku semakin tidak percaya dengan kehidupan.
"Tapi, Sri saat itu sudah menikah, aku bahkan mendengar kabar itu dari orang kepercayaanku. Dan aku juga melihat dengan mata kepalaku sendiri, keluarga kalian pindah rumah. Rumah itu sepi, tidak ada orang siapapun." Ayah Ronan kini sudah melepaskanku, aku tergeletak dilantai, aku tidak tahu harus berbuat apa. Kebenaran ini benar-benar tidak bisa aku terima begitu saja.
"Yang menikah saat itu aku, dan kita tidak pernah pergi dari rumah, adapun kalau itu pergi lama karena pernikahanku dengan suamiku di kota lain. Sri masih mencintaimu Robbert, bahkan saat melahirkan Elara dia masih menyebut namamu. Tapi sayang, sang pemilik hidup harus mengakhiri penderitaan hidupnya, Sri meninggal setelah melahirkan Elara." Tangis ibu semakin menjadi. Aku, aku juga seketika meneteskan air mata. Aku tidak tahu mengapa aku menangis, semua ini apakah benar? Bagaimana mungkin aku juga bagian dari manusia Katalis.
"Jadi semua cerita atau dongeng lama itu cerita Ayah sendiri? Elara, saudaraku yah? Sebab ini juga Ayah melarang manusia Katalis dan Manusia Biasa saling jatuh cinta? Jawab Yah, jawab!" Ronan melangkah mendekat, namun keheningan yang terdengar. Ayah Ronan yang saat ini menjadi Ayahku juga diam tak menjawab apapun. Ia membisu, tidak bisa mengatakan apapun.
"Ayah tahukan, Elara adalah cinta pertama aku, pertama Ayah melarang aku untuk menyukai manusia biasa. Aku masih bisa memaklumi itu semua, tapi hari ini justru aku mendengar bahwa Elara adalah saudaraku. Bagaimana bisa aku mencintai saudaraku sendiri Ayah. Kenapa? Kenapa Ayah tidak pernah menceritakan semua ini kepadaku, kenapa? Ah iya, selama ini aku hanya robot kan bagimu, aku hanya alat agar bisa meneruskan semua kegilaan ini." Ronan benar-benar penuh emosi saat ini, Lina dan Raka tidak bisa berkata apapun, mereka dengan terpaksa harus menyaksikan keributan keluarga ini.
"Ayah juga tidak mengetahui semua ini, Ronan." Ayah Ronan kini menatap Ronan penuh iba, sesaat kemudian dia memandangku. Mata kita saling beradu tatap.
"Bodohnya ayah juga tidak mengenali putri ayah sendiri. Padahal matanya sangat mirip dengan Sri, padahal wajahnya juga hampir mirip dengan Sri, bagaimana aku bisa tidak menyadari hal ini." Ayah Ronan kini mendekat kearahku, ia menyetuh pipiku.
"Maafkan Ayah, Elara." Ujarnya dengan mata yang kini sudah meneteskan air mata.
"Tidak, aku tidak bisa menerima semua ini. Elara adalah orang yang aku suka, dia bukan saudaraku, semua ini tidak benar." Ronan mengamuk, ia bahkan membanting beberapa monitor dengan tangannya.
"Ron, tenang!" Raka mendekat lalu mendekap Ronan mencoba menenangkannya.
"Tapi aku mencintai dia, Raka." Tangis Ronan kini semakin menjadi, ia putus asa, ia patah hati. Aku pun sama, bahkan aku tidak bisa menerima semua kenyataan ini. Semuanya terlalu tiba-tiba, seakan tidak ada jeda untuk aku mencernanya.
"Throne, kau sungguh akan membunuh putrimu sekarang?" Lucian kini mendekat kearahku dan juga Ayah Ronan.
"Aku tidak akan pernah menyakiti putriku." Ujar Ayah Ronan.
"Lalu bagaimana robotmu?" Lucian bertanya menyelidik.
"Lupakan, aku akan melupakan semua dendamku itu." Suaranya lirih, seolah penyesalan kini datang bertubi-tubi dalam benaknya. Kini tidak lagi ku lihat wajah Ayah Ronan yang penuh kebencian. Lucian kemudian tertawa.
"Aku akhirnya menemukan kedamaian yang sejak lama tidak aku lihat, Thorne. Aku melihat sisi baik mu saat ini." Lucian tersenyum dengan sangat senang. Namun aku merasakan ada yang aneh dari senyum itu.
"Tapi, aku tidak suka kedamaian." Tawa Lucian kini berubah, suaranya serius, aura Lucian juga seketika berbeda. Bukan hanya aku yang merasakannya, Ronan, Raka dan Lina juga sama. mereka serentak menatap Lucian penuh tanda tanya.
Lucian kemudian menarikku paksa, dicekiknya leherku dengan lengannya yang sangat kuat itu. "Sudah cukup drama keluarga memuakkan ini aku tonton, kamu Thorne, seharusnya kamu bunuh anak ini dan aku bisa menguasai dunia." Ujar Lucian, sementara aku masih berusaha untuk melepaskan lengan Lucian dari leherku.
"Apa maksudmu Lucian?" Ujar Ayah Ronan mencoba mencerna apa yang terjadi.
"Kamu dan Ronan sama, kurang teliti dan ceroboh. Kamu kira Evelyn dan Julian ada dipihak mu? Tidak, mereka ada dipihakku. Aku meminta mereka untuk menyusun semua ini, Robot Vortex-9 adalah karyaku, Evelyn dan Julian adalah orang-orang kepercayaanku yang menjadi ladang kesuksesanku untuk mengalahkanmu. Aku memiliki banyak ide gila Thorne, tapi aku tidak begitu memiliki banyak uang sepertimu. Maka dari itu aku bekerja sama dengan mereka berdua." Kali ini aku tahu mengapa firasatku selalu buruk tentang Lucian.
"Lepaskan putriku sekarang juga!" teriak Ayah Ronan penuh emosi, bagaimana pun juga aku belum bisa menganggap dia adalah Ayahku, tapi kali ini siapapun tolong aku.
"Aku butuh darah anak ini untuk membuat Vortex-9 menjadi lebih kuat." Entah dari mana asal pisau itu, Lucian sudah menodongkan pisau dileherku.
"Serang dia!" Ujar Ayah Ronan ke Vortex-9, namun robot itu tidak bergerak sama sekali, dia diam membisu, tapi kedua tangannya masih mencengkram baju ibu dan Ayah.
"Robot itu milikku, Thorne. Yang bisa mengoperasikannya hanya aku." Lucian kemudian meminta Vortex-9 mendekat kearahku dan Lucian. Sementara Ayah dan Ibu sudah dihempaskannya dilantai.
"Kali ini aku akan menguasai dunia. Aku mulai dari robot ini terlebih dahulu." Lucian menurunkan pisaunya kearah lenganku. Kemudian Vortex-9 juga ikut menggenggam tanganku.
"Ini tidak akan sakit, Elara." Dengan sangat kuat Lucian menusukkan pisau itu ke lenganku. Tidak bukan sayatan yang dia lakukan tapi menancapkannya kelenganku, aku mejerit kesakitan. Aku mendengar semua orang berteriak. Bahkan Ronan juga mendekat mencoba menyelamatkanku.
"Lepaskan Elara." Teriak Ronan lalu mengacungkan tangannya, hembusan angin sangat kencang tiba-tiba saja muncul. Pengelihatanku perlahan memudar, aku kehabisan napas, rasa sakit akibat tancapan pisau itu juga membuatku semakin melemah.
"Ronan." panggilku, sebelum akhirnya aku tidak melihatnya lagi, semuanya gelap. Aku tak sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma : The Secrets of the Hidden City
FantasyBayangkan hidup di dunia yang dipenuhi perbedaan tajam, larangan ketat, dan teka-teki tak terjawab. Itulah yang dirasakan Elara dan Ronan di Kalimora, sebuah kota di mana kemewahan para elit Katalis bertentangan dengan kehidupan keras di jalanan baw...