BAB 6: Teka Teki

14 4 2
                                    


"Akan ada yang terluka jika tidak bergerak membenarkan, akan ada tangis jika biarkan saja ketidak benaran merajai kehidupan"- Ronan

Seperti biasa tempat ini benar-benar enggan aku kunjungi, aku melangkah dibelakang Ayah, meski pertanyaanku tadi tidak dijawabnya aku yakin ada sesuatu dengan larangan manusia biasa dan manusia katalis untuk saling mencintai. Aku abaikan sesaat tentang pertanyaanku yang tak terjawab itu, aku berusaha senormal mungkin berjumpa dengan para ilmuan-ilmua didepanku.

"Selamat datang kembali tuan Thorne." Dr. Evelyn menjabat tangan Ayah dengan senyumnya yang penuh keramahan seolah sedang menghipnotis lawan bicaranya. "Dan yang paling istimewa, selamat datang kembali tuan muda Ronan, kamu pasti akan sangat suka dengan penemuanku ini." Tambah Dr. Evelyn sembari menghampiriku dan sama dia juga mengulurkan tangan untuk berjabat tangan denganku, aku terima uluran tangannya senatural mungkin.

Basa-basi itu berlangsung singkat, Dr. Evelyn dan Dr. Julian Kessler mengajak kami kesebuah ruangan yang sangat besar. Diruangan itu ada sebuah robot menyerupai manusia, aku yakin ini adalah hasil karya Dr. Julian, dia adalah seorang spesialis ahli dalam kecerdasan buatan dan robotika.

"Perkenalkan ini adalah Vortex-9, sebuah robot dengan kecerdasan buatan. Sebuah robot yang dilengkapi dengan Machine Learning atau sebuah pembelajaran mesin, di mana Robot dilengkapi dengan algoritma pembelajaran mesin agar dapat belajar dari data atau pengalaman, baik melalui pengamatan lingkungan maupun melalui data yang diberikan oleh pengguna." Jelas Dr. Julian.

"Agar robot bisa berkomunikasi dengan manusia menggunakan bahasa alami, maka kami tambahkan teknologi Natural Language Processing (NLP). Kami yakin dengan hal ini memungkinkan robot mengerti, merespons, dan bahkan berinteraksi secara verbal atau tulisan dengan pengguna." Tambah Dr. Julian dengan sangat bangga. Namun aku menemukan hal yang aneh dari robot Vortex-9 ini, seakan ada yang hidup dalam tubuhnya, seakan ada yang sedang mengintai, memperhatikan kita.

"Maaf Dr. Julian, apakah robot ini sudah aktif?" Tanyaku agar menghilangkan rasa raguku. Namun justru jawaban Dr. Julian membuatku semakin tercengang.

"Belum, tuan. Robot ini belum bisa berfungsi, karena kami harus menggunakan sampel darah manusia juga untuk mengaktifkannya. Dan kita rasa darah manusia biasa adalah yang paling cocok kita padukan dengan robot ini." Kali ini bukan Dr. Julian yang menjawab, namun Dr. Evelyn, dialah yang ahli dalam hal genetika manusia dan juga biotekno. Perpaduan mereka berdua memanglah sangat bagus, namun apakah penemuan ini benar adanya?

"Apa darah manusia biasa, tapi apakah hal ini dibenarkan? Bukankah hal itu perbuatan ilegal?" ucapku penuh tanya. Ayah seketika menatapku sinis, matanya melotot seolah akan marah saat ini juga.

"Semua ini juga demi kebaikan manusia biasa tuan Ronan, mereka selama ini menggembor-gemborkan bahwa manusia biasa dan manusia katalis tidak disama ratakan keadilannya, dan kali ini kami mencoba membuat keadilan itu, kami peduli dengan mereka." Dr. Evelyn menjelaskan seolah dia sedang berjuang menyelamatkan dunia saat ini.

"Tapi..." belum sempat aku meneruskan perkataanku, Ayah sudah terlebih dahulu membentakku.

"Tidak bisakah kamu dia saja Ronan, aku mengajakmu ke sini bukan untuk mengomentari hasil karya para ilmuan, kamu hanya perlu meneruskannya nanti, mengembangkannya dan memperkenalkan lebih luas kemasyarakat Kalimora." Nada Ayah sangatlah keras, hal ini juga berhasil membuat Dr. Evelyn dan Dr. Julian diam, tidak hanya mereka seluruh staf dalam laboratorium ini pun seketika senyap seolah tidak ada pergerakan sama sekali.

Aku terdiam, ikut membisu sementara Ayah masih asyik berbincang dengan Dr. Evelyn dan Dr. Julian. Kata-kata mereka seperti sekadar gema samar di telingaku, seakan dunia di sekitar memudar. Fokusku beralih, dan mataku kembali tertuju pada robot Vortex-9 yang berdiri tegap di pojok ruangan. Ada sesuatu yang aneh sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dalam tatapan kosongnya yang berkilat dingin. Sekilas, aku merasakan sentuhan absurditas yang tidak seharusnya ada. Robot itu, dengan wajah tanpa ekspresi dan gerakan yang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, tampak seperti menertawakanku. Bukan tawa dalam arti yang sebenarnya, tetapi lebih pada perasaan sinis yang seakan memeluk setiap inci diriku, merasuki pikiranku. Entah kenapa, hatiku merasa canggung, seolah robot ini memahami sesuatu yang tak bisa kulihat. Ia tampak seperti makhluk hidup yang mampu menembus lapisan batinku, menggoda pikiranku dengan kehadiran yang tak terucapkan.

Aku menggeleng pelan, mencoba menyingkirkan pikiran konyol itu, tapi bayangan tentang Vortex-9 tak juga menghilang. Aku tahu ini aneh. Sangat aneh. Mungkin hanya imajinasiku yang berlebihan atau pengaruh dari kelelahan, tapi semakin aku menatapnya, semakin aku merasa ia hidup dalam cara yang tak bisa dijelaskan oleh logika. Ada yang bergetar dalam ruang di antara kami, sesuatu yang melampaui teknologi dan sirkuit. Meski aku tahu semua ini adalah halusinasi, sesuatu yang seharusnya tidak kupercayai namun perasaan bahwa ini nyata semakin menebal, seperti kabut yang menggantung di udara, menyelimuti kesadaranku.

Aku berusaha mengalihkan pandanganku, tapi pandangan Vortex-9 seakan menahanku dalam cengkeramannya. Semua ini begitu nyata, lebih nyata daripada yang seharusnya.

"Dr. Julian, Ayah. Maaf aku menyela, apakah ada toilet?" Aku mencoba pergi dari mereka bertiga, Ayah memandangku sesaat lalu kembali memperhatikan Robot Vortex-9. Sementara Dr. Julian tersenyum dan menunjuk keujung ruangan.

"Dibelakang ruangan ini ada toilet tuan, apakah perlu aku antar?" aku bergegas menggelengkan kepala menolak tawaran Dr. Julian.

"Tidak, terimakasih." Jawabku lalu bergegas menuju keujung ruangan ini. Mataku masih memperhatikan sekeliling ruangan ini. Para staf sedang bekerja, ada yang memasang beberapa baut-baut robot ada yang sedang mengutak atik layar digital transparan didepannya.

Ternyata toilet itu tidak sejauh yang aku bayangkan. Toilet di laboratorium ini sedikit berbeda dengan toilet dirumahku, di tempat ini lebih canggih, aku tidak perlu menyentuh pintu untuk membukanya, bahkan kloset duduk itu langsung membuka tutupnya dengan sendiri, seolah mengerti aku hendak apa datang ketoilet ini. Pintu toilet itu pun tertutup rapat dan mengunci dengan otomatis. Beberapa saat kemudian beberapa orang masuk ketoilet ini, ah iya toilet ini terdiri dari beberapa tempat dan didepan ada kaca yang sangat besar dan wastafel untuk mencuci tangan.

"Sudahlah lupakan saja, toh kita tidak boleh membahas ini lagi." Ujar seorang laki-laki yang sepertinya adalah staf di tempat ini.

"Tapi ini aneh, Vortex-9 bukankah sesuatu yang berbahaya jika terlalu dikembangkan, kamu tahu sendiri kecerdasannya bisa saja melebihi manusia, bagaimana jika itu benar-benar terjadi, bisa juga kita dihabisi oleh robot-robot itu." Ujar salah satunya.

"Kamu tidak ingat apa yang dikatakan Dr. Evelyn, tidak akan ada yang bisa menyamai manusia, pikiran robot ya hanya robot, tidak akan bisa melebihi sifat manusia." Jelas temannya.

"Tapi aku sendiri yang mengatur dan mendata genetika dari robot itu, dan hasilnya melebihi kapasitas manusia, jika ditambah dengan darah manusia biasa hal ini bisa lebih bahaya."

"Sudah-sudah lupakan, lebih baik kita fokus saja, dari pada kita dipecat dan tidak mendapatkan pekerjaan lagi." Mereka berdua kemudian pergi setelah selesai dengan aktifitas mereka, sementara aku membeku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Apa yang sedang mereka buat, apa yang akan terjadi dengan dunia ini. Aku harus menghentikan semua ini, tapi bagaimana caranya, teka teki apa sebenarnya ini. Ah kepalaku seakan mau pecah, aku butuh bantuan, tidak mungkin aku berjuang sendirian. 

Enigma : The Secrets of the Hidden CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang