21. Ungkapan

281 20 103
                                    

Selamat datang di "Merengkuh Sebuah Harapan"
Salam hangat dari Cimollin
.
.
.
Dukung Cimollin yuk dengan cara follow akun wattpad ini dan jika ingin tahu tentang Cimollin kalian bisa kunjungi instagramku @Cimollin_rsq dan jika kalian ingin melihat konten seputar cerita ini silakan kunjungi akun instagram @wattpad_bycimollin

...

Aku masih menggenggam tangannya, berharap ia menatapku, namun Sila tetap menolak bertemu pandang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku masih menggenggam tangannya, berharap ia menatapku, namun Sila tetap menolak bertemu pandang. Hening melingkupi kami, hanya suara angin yang berbisik, hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk bicara.

“Sila, kamu pernah bilang akan selalu ada untuk mendengar ceritaku. Bisakah kali ini aku memintamu untuk duduk di sini lagi dan mendengarkannya?”

Sila tidak menjawab, namun setelah beberapa detik yang terasa seperti seumur hidup, ia perlahan duduk kembali di sampingku. Senyum kecil terukir di wajahku, perasaan lega yang tak bisa kusembunyikan. Aku melepas genggaman tangan kami, lalu merasakan angin yang semakin dingin. Tanpa berpikir dua kali, aku melepas jaketku dan dengan hati-hati memakaikannya pada Sila, mencoba melindunginya dari dingin malam ini.

"Maaf karena belum sempat menjawab pertanyaanmu. Kenapa penting bagimu untuk memastikan aku tidak menyukai Mira? Karena sebenarnya, ada seseorang yang jauh lebih istimewa di hatiku."

“Siapa dia? Apakah dia rekan kerjamu? Ceritakan padaku bagaimana kamu bertemu dengannya,” pinta Sila dengan mata berbinar penuh antusias.

“Kamu yakin ingin mendengarnya?” aku bertanya, memastikan.

“Faktanya aku di sini sekarang, Sakti. Itu karena aku ingin mendengar ceritamu.”

Aku tersenyum tipis sebelum akhirnya memulai cerita, “Dia cantik.”

Sila mengernyit, menatapku bingung. Ada harapan di matanya, seolah tak sabar menunggu kelanjutannya, tapi aku hanya diam, menikmati raut wajahnya yang lucu.

“Hanya itu? Ayolah, Sakti. Dua kata itu bahkan belum bisa disebut cerita. Kamu ini editor naskah, masa tidak bisa mendeskripsikan gadis yang kamu sukai?”

Aku terkekeh pelan. “Karena aku tak cukup pintar untuk menggambarkan betapa luar biasanya dia hingga membuatku begitu terpesona. Dia selalu ada di sisiku, kami sering menghabiskan waktu bersama, berkendara sambil berbicara tentang apa saja. Dia yang selalu memberiku kekuatan saat masalah datang menghampiri. Tapi...” aku sengaja menggantungkan kalimatku.

“Tapi kenapa?”

“Tapi dia sedikit cerewet dan galak. Tapi aku suka, karena meskipun dia sedang marah, wajahnya tetap menggemaskan. Sila, kau mau tahu di mana dia sekarang?”

Merengkuh Sebuah Harapan (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang