Capitulum Tertium.

240 14 0
                                    

Pagi di kampus Seoul, seperti biasa, penuh dengan kegiatan mahasiswa yang sibuk menuju kelas, kelompok belajar, atau sekadar bersantai di taman. Dari luar, suasana terasa damai, normal—bahkan, seakan tidak ada yang bisa mengganggu rutinitas sehari-hari yang teratur di universitas tersebut.

Di antara kerumunan mahasiswa, tujuh orang yang terkenal itu melangkah dengan percaya diri, berpakaian rapi sesuai dengan jurusan masing-masing. Wajah-wajah mereka terlihat berseri-seri, seakan mencerminkan kehidupan kampus yang sempurna.

Mark, Renjun, Haechan, Jeno, Jaemin, Jisung, dan Chenle—mereka adalah grup yang dikenal oleh banyak orang. Terkenal bukan hanya karena kecerdasan dan pencapaian akademik mereka, tapi juga karena keakraban dan keharmonisan hubungan antaranggota mereka. Mereka selalu terlihat ceria, kompak, dan saling mendukung, seolah tak ada celah dalam persahabatan dan asmara yang mereka jalani.

Namun, seperti biasa, penampilan sering kali menipu.

"Renjun, nanti kita makan siang bareng, ya? Aku ada kelas sampai jam 12," kata Jeno dengan suara lembut, merapikan rambut Renjun yang sedikit berantakan. Mereka berdiri di depan pintu ruang kuliah seni, bersiap memulai kelas masing-masing.

Renjun mengangguk, sedikit tersenyum, "Iya, aku tunggu di kantin biasa." Seperti biasa, suaranya terdengar manis, meski ada sedikit ketidaksabaran di dalamnya.

Tepat ketika percakapan mereka mulai terasa hangat, seseorang melangkah mendekat dengan langkah angkuh. Jang Yuna, seorang mahasiswi jurusan kedokteran, yang seringkali disebut-sebut masuk dengan cara tidak murni—hasil uang sogokan keluarganya yang kaya. Dia terkenal sebagai gadis yang ambisius, tak peduli dengan cara apapun untuk mendapatkan yang diinginkannya.

Dan kali ini, yang diinginkannya adalah Jeno.

Renjun merasakan hawa dingin sebelum Yuna tiba, tapi dia tetap tenang. Matanya mengikuti langkah gadis itu yang mendekat ke arah Jeno tanpa rasa segan. Yuna menghentikan langkahnya tepat di depan Jeno, menyeringai sinis, seolah Renjun tidak ada di sana.

“Jeno, kau ada waktu nanti malam?” tanya Yuna dengan suara menggoda, jelas tidak peduli bahwa Renjun ada di sampingnya. “Kita bisa pergi makan malam. Aku tahu restoran yang bagus.”

Jeno menatap Yuna dengan tatapan dingin, namun bibirnya tetap tersenyum tipis. Dia tidak langsung menjawab, membuat suasana seketika menjadi tegang. Renjun hanya memutar matanya, merasa muak dengan situasi yang terlalu klise ini.

"Dia nggak ada waktu," jawab Renjun dengan cepat sebelum Jeno sempat bicara, suaranya tajam namun masih terdengar tenang. “Dan dia nggak tertarik.”

Yuna melirik ke arah Renjun dengan tatapan penuh kebencian, seolah-olah Renjun hanyalah gangguan kecil dalam rencananya yang besar. “Aku tidak sedang berbicara denganmu, Renjun. Kau bisa minggir.”

Renjun hanya tertawa kecil, suara sinisnya terdengar seperti cambukan di udara. "Aku nggak perlu minggir. Kau yang seharusnya sadar diri."

Yuna mendadak kehilangan kesabarannya. Dia melangkah lebih dekat, matanya menatap Renjun dengan tajam. “Kau pikir siapa dirimu, hah? Kau cuma orang kecil dari China yang nggak pantas untuk Jeno. Kau pikir dia benar-benar mencintaimu? Dia hanya kasihan padamu, Renjun.”

Tawa kecil yang sebelumnya terdengar di bibir Renjun lenyap seketika. Matanya yang sebelumnya penuh canda kini berubah dingin, tatapannya seperti pisau yang siap menusuk. Tapi dia tetap tenang. Hanya satu hal yang membuatnya merasakan sesuatu—bukan kata-kata Yuna, tapi tamparan keras yang tiba-tiba mendarat di pipinya.

PLAK!

Suara tamparan itu menggema di sepanjang lorong, menarik perhatian beberapa mahasiswa yang lewat. Bahkan Haechan, yang berdiri tidak jauh dari sana dengan Mark, berhenti di tengah pembicaraan mereka, menoleh dengan kening berkerut. Wajah Renjun memerah, pipinya memanas di tempat tamparan itu mendarat, tapi dia tidak menunjukkan reaksi berlebihan.

Obsession's End || NCT Dream 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang