prolog

35 12 0
                                    

"Dia siapa mas?" Tanya seorang wanita paruh baya dengan nada gemetar menahan supaya air matanya tidak keluar

" Aku istri kedua mas Bayu,"

Bukan, bukan laki laki yang di panggil mas yang menjawab, tapi perempuan yang di tunjuk yang saat ini duduk di depan cermin dengan pandangan kosong.

Bagai di sambar petir di siang bolong, pernyataan itu membuat wanita yang kerap di panggil Laras setengah tidak percaya

"Mas" lirihnya yang seakan meminta penjelasan

" Maafkan aku Laras, aku sala aku-"

" Kalo mas Bayu tau bahwa itu salah, kenapa Mas tega melakukan itu semua?" Potong Laras dengan suara berteriak

Kenyataan pahit apalagi ini.
Kenyataan yang tidak akan bisa diterima oleh seorang istri manapun.

Sungguh, Laras tidak menyangka Bayu yang menyandang gelar ayah dari kedua anak nya tega berkhianat di belakang nya. Seorang laki-laki yang selalu dibanggakan di mata kedua anaknya, kini menjadi laki-laki yang paling ia benci.

Sementara disudut lain ada seorang gadis kecil yang bersandar di balik pintu memeluk lututnya sembari terisak tatkala mendengar perbincangan 3 orang di dalam. " Papa jahat!" Lirihnya

" Sepertinya hubungan kita berdua gak cocok, dari awal hubungan kita gak direstui sama orang tua kamu kan?". Tutur Bayu berusaha membela diri

Katanya perempuan itu maunya menang sendiri, nyatanya disini laki-laki yang tidak mau kalah walaupun sudah jelas ia yang salah.

" 10 tahun kita menjalani rumah tangga, dan sekarang dengan mudahnya kamu bilang gak cocok hanya karena perempuan jalang itu!  Lelucon macam apa ini mas?"

"Stop kamu bilang dia jalang Laras!" Sambung Bayu, tangan kanannya mengepal, siap untuk memukul. Namun ia tahan karena tak mungkin menyakiti istri nya itu.

" Mas Bayu, mba Laras, maaf aku yang salah. Aku yang telah merusak keluarga kalian, gak seharusnya aku jadi orang ketiga diantara kalian jadi biarkan aku mati menanggung apa yang telah aku perbuat."
Wanita itu berdiri sambil terisak dengan pistol di tangan yang di arahkan ke kepalanya sendiri, siap untuk mengakhiri hidupnya.

" Nilam hentikan!"

Beruntung Bayu berdiri tak jauh dari posisi Nilam sehingga ia berhasil menepis pistol itu dari tangan Nilam. Dia selamat tapi,

Duaaarrr. ..

Suara ledakan pistol menggema di seluruh ruangan

" Laraaas!" 
Teriak keduanya bersamaan

Ya. Peluru pistol itu melesat tepat mengenai jantung Laras.

"Mamaaa!"
Niskala berteriak saat bangun dari tidurnya. Tangan gemetarnya hendak mengambil air di nakas namun tak sampai, keringat dingin dan air mata mulai menguasai sekujur tubuhnya.

Kejadian 3 tahun yang lalu masih menghantuinya, dendam yang entah kapan terbalaskan itu terus membara. Bagaimana tidak, ibunya tewas karena ayahnya sendiri di depan matanya. Dunianya hancur, kejadian itu selalu membuatnya terpukul, benci, dendam dan entah perasaan apalagi yang saat ini ia rasakan.

Suara gedoran pintu berhasil membuat Niskala terkejut, menunggu lama akhirnya pintu terbuka memperlihatkan lelaki dewasa dengan piyama yang menempel ditubuhnya.

"Lo mimpi kejadian itu lagi?" Tanya Raka- kakak kandung Niskala.

Raka mengambil air di nakas lalu memberikanny kepada Niskala, selang beberapa menit gadis itu sudah merasa tenang.

" Mau sampai kapan Lo kek gini?"

Raka kemudian duduk di kasur empuk milik Niskala.
Hatinya sakit melihat keadaan adiknya seperti ini. Pasalnya, bukan sekali dua kali adiknya memimpikan hal yang sama. Mungkin ia tidak melihat kejadian itu secara langsung di depan matanya, karena saat itu ia sedang menyelesaikan ujian akhirnya di bangku sekolah menengah atas, tapi bukan berati kesedihan itu harus terus menerus menghantui kehidupannya kan, di ratapi pun tidak akan merubah keadaan. Karena semua itu sudah takdir.
Tapi tidak dengan Niskala, dendam 3 tahun silam masih membara dalam dirinya entah sampai kapan Raka pun tidak tahu

" Kalo Lo kek gini terus , mama bakalan sedih lihat Lo. Kita harus kuat okay, karena itu semua takdir."

" Gue udah berusaha bang, tapi gue gak bisa." Ucap Niskala lirih " takdir itu terlalu menyakitkan bagi gue." Niskala terisak

Raka menarik nafas panjang lalu menghembuskan nya, berusaha setegar mungkin menyikapi adik semata wayangnya itu

"Gue yakin Lo pasti bisa," balas nya sambil tersenyum menatap Niskala dalam

" Udah pagi, Lo harus siap-siap ke sekolah jemputan Lo udah Dateng tuh di bawah," sambung nya sebelum kemudian ia pergi meninggalkan Niskala.

Sandikala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang