Chapter 5: Kampret!

207 9 0
                                    

"El, macet nih!" Suara Evo terdengar gemeresik dari speaker ponsel yang menempel di telinga kananku. Itu sama bisingnya dengan riuh jalanan Legian. Di saat yang sama, motor ojek online yang kutumpangi juga berhenti tepat di depan sebuah kafe.

Aku segera turun dari motor dan mengangguk pada Abang ojek, tanda pamit sekaligus ucapan terima kasih. Mataku sedikit menyipit karena silau siang begitu pekat. Kupindahkan ponsel pada tangan dan telinga kiriku, sementara tangan kananku membenarkan posisi tali tas selempang mini yang menggantung di bahu kanan.

"Kamu udah sampai mana?" tanyaku sambil berjalan pelan menuju pintu kafe bernuansa putih. Kupindahkan lagi ponsel ke telinga kanan, sementara mataku mengamati arloji yang tersemat di pergelangan tangan kiriku. Kemudian aku menoleh sebentar ke arah jalanan yang telah kupunggungi. Abang ojek yang tadi memboncengku terlihat mulai membaur ke jalan bersama pengendara lainnya.

"Pindah lokasi, El. Aku tunggu di Yogurt Republic," ujar Evo.

"Loh kok gitu? Aku udah di depan kafe ini. Nih, tinggal masuk," protesku.

"Aku malah udah duduk nikmatin frozen yogurt ini. Enak banget tau," bantahnya tak mau kalah. "Hmmm, enak banget. Kamu pasti suka, serius!"

"Ishhh, gimana sih?! Kenapa nggak dari tadi? Huuhh!" semprotku seketika. Tentu saja hal itu tak akan membuatnya mengalah. Tak akan merubah keadaan apa pun. Sebaliknya, justru ponselku yang menjadi korban dengan muncratan liurku sendiri.

"Ya gimana, macet parah ini Seminyak!" Evo masih membela diri. "Buruan ke sini ya, aku tunggu!" titahnya yang disusul dengan suara klik!, tanda sambungan telepon terputus.

Aku menggerutu. Dasar bocah tengik minim akhlak! Aku sudah jauh-jauh naik ojek kepanasan dari Renon ke Legian, malah pakai acara pindah lokasi segala. Tolong ya, nuraninya itu loh, tolong!

Lima menit berlalu sia-sia. Tak ada satu pun driver yang mau mengambil permintaanku di aplikasi ojek online. Barisan mobil dan motor semakin saling beradu ego dengan klakson yang bersahutan. Padat merayap dan saling mengimpit di jalanan sesempit ini. Entah kenapa Legian begitu sibuk.

Kucoba mencari ojek online di aplikasi lagi. Dan masih saja sia-sia. Tiba-tiba ponselku berdering. Nama Evo tertulis di layar.

"Hmmm...," sapaku saat telepon berhasil tersambung.

"Sampai mana?" tanya Evo.

"Nggak ada ojek," jawabku.

Tiittt! Ponselku berbunyi seperti peringatan. Ternyata baterai ponselku hanya tersisa tujuh persen.

"Low batt nih. Udah ya, aku otewe jalan," sambungku, kemudian memutus telepon sekaligus mematikan ponsel agar baterai tak sampai habis. Aku benar-benar lupa untuk mengisi daya ponsel sebelum berangkat tadi. Buru-buru kumasukkan ponselku ke dalam kantong rok jeans yang kupakai untuk segera berjalan kaki menuju tempat Evo.

Trotoar Legian benar-benar membara. Matahari yang tingginya hampir ubun-ubun ini tak terhalang awan barang sehelai pun. Langit benar-benar biru hari ini. Kulangkahkan kaki menggulung trotoar di bawah terik yang menganga sempurna. Melewati setiap jengkal butiran debu meski kerongkonganku tak berhenti meronta.

Untung saja setelan kasual kaos putih lengan pendek dan rok jeans sebawah lutut ini kupadukan dengan sepatu flat berbahan kanvas ringan. Coba saja kalau tadi aku jadi memakai sandal wedges atau sepatu heels setinggi sepuluh senti itu. Bisa kram di tengah jalan aku.

Dasar Evo kampret!, umpatku dalam hati. Sinting!

Tadinya, aku, Mirna, serta Evo janjian untuk hangout bareng ke sebuah kafe baru di bilangan Legian ini. Rencananya juga, bakal lanjut jalan-jalan yang tujuannya masih menunggu hasil rapat paripurna kami berikutnya. Mumpung masih ada sisa akhir pekan, sekaligus menghilangkan nyeri-nyeri akibat agenda pendakian kemarin. Sementara Reno selalu absen kalau diajak jalan pas hari Minggu begini. Karena pasti on duty di lokasi event.

Ramalan Jodoh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang