VII. Craving Him 2

63 11 0
                                    

Aku terbangun dipelukan Sylus, cahaya matahari menyelinap memasuki kamar ini waktu menunjukkan pukul enam.

Ternyata benar, mimpi itu tidak akan muncul ketika tidur berpelukan dengan Sylus, aku benar-benar seperti pingsan semalaman.

Ku tatap Sylus yang sedang tertidur lelap, lengannya yang berotot mengalungkan pinggangku, aku kembali memeluk Sylus erat kemudian menutup mataku.

Jadi seperti ini rasanya memiliki seseorang untuk dipeluk, merasakan kehangatannya dan suara nafasnya yang tenang, ku membuka mataku lalu melihat wajah Sylus dari dekat, memang ku akui ia sangat tampan bagai pahatan dewa Yunani.

Ia tiba-tiba membuka matanya lalu menatapku, mata kami bertemu dalam beberapa menit sebelum ia menyentuh bagian bawah bibirku lalu menatap bibirku, aku pun tanpa sadar ikut menatap bibirnya.

Bukankah ini sangat menenangkan? Merasakan ini membuatku jadi ingin selalu tidur bersamanya setiap hari.

Kulepas pelukanku yang sedari tadi diperut Sylus, lalu meraih ponselku dari belakang bantal.

Sylus ikut melihatku mengetik pesan terhadap Sekertarisku di ponsel, ia juga melihatku membuka menu setting diponsel untuk memakaikan pin baru.

Aku yakin ia tahu seluruh angka yang ku tulis untuk kujadikan pin, "Tanggal hari ini?" Tanya Sylus dengan mata yang masih menatap ponselku.

"Ya, kau ingat 'kan?"

"Dua Tiga Sebelas." Katanya diiringi anggukanku.

Ia kembali mengeratkan pelukannya lalu menenggelamkan kepalanya di leherku dan kami tertidur lima jam lagi.

———

Mungkin malamku terlalu tenang dan nyaman jadi kini kebalikannya, aku menghadapi masalah baru di kantor.

Ayah membawa pria yang sangat aku hindari ke ruang rapat hari ini, ia cinta pertamaku semasa sekolah, James Wilkinston.

James memiliki perusahaan manajemen proyek, ia dipilih untuk membantu tim marketingku menangani acara promosi, dan aku duduk bersebelahan dengannya.

"Kuharap kau masih mengenalku." Bisiknya ketika salah satu timku presentasi di depan.

Aku hanya tersenyum terpaksa padanya, aku tahu benar dia mendapatkan proyek ini karena bantuan Ayah dan rencana Ayah yang ingin menjodohkan kami.

Semasa aku sekolah, Ayah memang sering menentang aku berpacaran dengan beberapa pria namun karena reputasi keluarga James masih dipandang bermartabat, Ayah tampaknya tidak ikut campur dan membebaskanku pergi bersama James.

Keluarga James bergelut di bidang politik untuk mendapatkan warisan, James sepertinya tidak tertarik dengan itu.

Aku juga sudah mengiyakan ucapan Ayah untuk berkenalan dengan pria yang dipilihnya, walau sudah tidak bertemu dengan James hampir 6 tahun ia tetap pria yang baik, aku sempat menghindarinya karena masih tidak bisa melupakannya waktu itu.

"Kau sungguh akan menerima project ini?" Tanyaku pada James dengan serius, aku yakin bekerja dengan mantan kekasih juga tidak terlalu nyaman.

"Aku yang ingin menanyakan itu padamu." Katanya

Aku berjalan ke luar ruangan ketika rapat telah selesai, James mengikutiku kemudian mengajakku makan siang bersama di restoran.

The IntimacyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang