[8] Mengapa Camerku Berbeda?

7 1 0
                                    

Baca another bab di Karyakarsa

*

*

"Morning Camer.. Xavier yang ganteng datang!"

Xavier tersenyum menampakkan deretan giginya. Pemuda itu memasang tampang menjengkelkan, menyapa Jeno yang berada di ruang makan dengan penuh kesengajaan.

"Ngapain kamu pagi-pagi ke sini, Xav? Nggak diajarin Papa kamu caranya bertamu, apa gimana sih kamu itu?!"

"Mau numpang sarapan dong, Om." Kekeh Xavier. Ia suka sekali melihat gurat kemarahan di wajah calon papi mertuanya. Guratan tersebut membuktikan bahwa pertempuran dalam mendapatkan Aurelia telah dimenangkan oleh dirinya.

Finally, dialah pemenangnya. The winner sejati setelah menanti belasan tahun lama.

"Nggak ada! Rumah Om bukan tempat penampungan." Tolak Jeno, tidak menutupi rasa tidak sukanya kepada anak sahabatnya.

"Jeno," tegur oma Aurelia. "Mama yang suruh Xavier ke sini. Itung-itung mendekatkan diri sama kamu, biar nggak gontok-gontokan terus."

"Mah!" pekik Om kesayangan Xavier itu. Tangannya meremas pinggiran koran. Ia tidak bisa melawan sang ibu. Sejak dirinya dilahirkan, wanita itu terlalu super power. Sebagai anak laki-laki, semandiri apa pun kehidupannya sekarang, surganya berada ditelapak kaki ibunya. Begitulah yang selalu mamanya ungkit setiap ia tidak ingin menurut.

"Xavier mau anterin Aurel ke sekolah, Jeno. Udah! Kamu jangan kayak anak kecil. Dia calon menantu kamu loh sekarang."

"Hehehehe.. Iya loh, Om. Apa salahnya ngasih makan calon mantu. Xavi bayar deh, kalau Om takut jatuh miskwin!" Cengirnya, memanas-manasi keadaan. Mumpung sudah memiliki pendukung setia yang tidak mungkin berkhianat.

"Selamat Pagi.."

Wajah tengil Xavier berubah lembut tatkala si cantik Aurelia memasuki ruang makan. "Pagi, Ayang," ucapnya memberikan sapaan balasan, sembari melambaikan tangan.

"Loh, Abang Xavi.. Kok pagi-pagi ada di rumah Aurel?" tanya Aurelia, kebingungan. Gadis itu tidak ingat jika dirinya memiliki janji dengan Xavier.

"Abang mau anter Aurel loh. Mulai sekarang Aurel pulang pergi ke sekolahnya sama Abang. Kan kita udah direstuin Om Jeno kemarin."

Aurelia kontan memandang papinya. "Papi, Aurel udah boleh pacaran sama Abang?"

"Emang Aurel udah gede ya, Pi?" timpalnya, meminta jawaban sang papi.

Mama Jeno membelai puncak kepala cucunya. "Iya dong. Cucu Oma yang cantik ini udah gede. Makanya udah boleh pacaran sama Abang Xavier. Nanti kalau udah lulus SMA, Aurel juga bakalan nikah loh sama dia. Kan kemarin keluarganya Abang Jeno udah kesini minta restunya Papi. Masa cucu oma yang cantik ini lupa sih?!" terangnya yang langsung mendapatkan konfrontasi dari sang putra.

"Mama! Nggak perlu dijelasin sekarang! Masih lama itu! Kesepakatannya nggak begini, Mah!"

Jeno memang sempat mengajukan syarat. Ia menerima pinangan keluarga sahabatnya, asalkan masa remaja putrinya tidak dihancurkan dengan batasan. Ia tidak ingin Aurelia tertekan dan terbebani.

Untuk itu, Jeno memberikan Xavier kesempatan untuk bisa membuat Aurelia jatuh cinta. Karena menolak pun tidak bisa, Jeno berharap putrinya dapat secara natural menerima takdirnya.

"Apa salahnya sih, Jen!"

"Tau nih, Om Jeno!" Decak Xavier membela oma Aurelia. "Antisipasi Om. Biar Aurelnya jaga kesucian selama masa Xavi nungguin dia lulus."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love StampTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang