"Ssstt.." Xavier mendesis layaknya seekor ular ketika sang adik Viera membuka pintu kamar gadis pujaan hatinya. "Bobok lagi, Sayang. Abang disini," bisiknya rendah ke telinga Aurelia. Gadisnya sempat terjaga. Alhasil dirinya ikut berbaring dan membelai punggung si bocil kesayangan.
Berhasil memberikan kode terhadap sang adik, usahanya meninabobokan si kecil harus gagal. Om Jeno tercintanya masuk ke dalam kamar sembari marah-marah melihat putrinya berada dipelukan laki-laki lain.
"Eh, apa ini? Nggak ada peluk-peluk begitu. Turun Xav! Pulang kamu! Biar Om aja yang ngelonin Aurel!"
"Nggak mau!"
"Turun apa Om laporin sama Papa kamu?! Om bisa bilang ke dia kalau kamu ngapa-ngapain Aurel, ya!"
Ah! Benar-Benar seorang pengganggu. Tidak bisakah omnya itu memberikan dirinya sedikit saja kebahagiaan. Dia selalu muncul pada saat-saat dirinya dapat mencuri-curi kesempatan.
"Papi.."
"Om, ih!" Rengek Xavier tatkala tangannya kanannya ditarik sehingga dirinya hampir saja terjatuh dari ranjang.
"Balik! Nggak Om izinin lagi kamu ketemu Aurel kalau masih bandel."
"Ampun deh ah! Nggak bisa banget liat anak orang seneng!" Decak Xavier. Om Jenonya ini tipe-tipe ayah mertua jahanam. Spesifikasi paling wajib disingkirkan ketika mereka sudah menikah. Ya kali mereka harus rebutan Aurelia. Jelas dirinya akan kalah telak mengingat seberapa sayangnya Aurelia ke papanya.
"Jangan berisik.. Aurel ngantuk. Mau bobok!"
Jeno menghempas telapak tangannya, meminta Xavier segera angkat kaki. Untung dirinya segera menyusul. Jika tidak, habis anaknya dipegang-pegang.
"Abang pulang ya, Rel. Please mimpiin Abang. Kita ketemuan lagi nanti di alam mimpi ya..."
Dengan matanya yang terpejam, Aurelia manggut-manggut. "Aurel promise, Abang," gumam gadis berusia 16 tahun itu sembari membalas pelukan papinya.
Jeno sempat berkata jika dirinya akan menuntun Aurelia membaca doa supaya tidurnya nyenyak. "Biar nggak mimpi aneh-aneh. Nggak usah mimpi sekalian, Sayang," tuturnya yang masih bisa didengar oleh Xavier.
"Bener-Bener Om Jeno. Ketemu di mimpi aja nggak boleh! Gue hamilin juga anaknya biar kapok!"
Pelit sekali memang. Papi Aurelia sangat-sangat menyebalkan. Keposesifannya membuat dirinya tak dapat bergerak cepat untuk menjadikan Aurelia miliknya yang utuh. Pelukan saja dilarang— gimana coba mau ena-enain. Orang tidak pernah diberikan kesempatan untuk berduaan agar dibisiki setan. Terlalu sulit sekedar ingin khilaf.
Viera terkikik disamping kakaknya. "Emang bisa janjian kayak begitu Abang?" tanya-nya penasaran. Ia yang setiap malam berdoa agar dipertemukan dengan Om Reganya saja tak pernah bisa terwujud.
"Bisalah! Abang sama Aurel kan saling mencintai."
"Oh, gitu," gumam Viera. Jadi dirinya harus saling mencintai dulu baru bisa memimpikan sahabat papanya. Viera yang terlalu mempercayai Xavier tentunya tidak memahami bualan sang kakak. Ia percaya-percaya saja.
"Mikir apa kamu?"
"Nggak-nggak.."
Xavier memicing. Adiknya pasti sedang berpikir yang tidak-tidak. "Mikirin Om Rega kan kamu?" tebaknya, mulai menyudutkan penggila Om-Om yang satu itu.
"Ketahuan banget ya, Abang?"
"Ya Ampun, Dek! Carinya yang sepantaran aja. Kamu terlalu kecil buat Om Rega. Abang nggak setuju ah!" Cerocos Xavier sembari membukakan pintu mobil untuk Viera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Stamp
RomanceXavier Tirto- Pemuda yang menduduki bangku perkuliahan itu tidak tahu alasan mengapa dirinya bisa masuk ke dalam kategori pria penyuka adek-adekan. Gadis yang dirinya taksir bahkan berusia 2 tahun lebih muda dari adik perempuannya. Kala itu Xavier...