Rengkuh

30 5 0
                                    

Juni, 2023

Langit Jakarta yang muram menggantung rendah, seolah menyatu dengan keheningan hati Lyra, saat ia duduk termenung di balik meja kerjanya. Selembar kertas masih tergenggam erat di tangannya—halaman yang baru saja ia baca dari buku yang ditulis oleh Liora. Di dalam buku itu, semua rasa dan peristiwa yang telah lama terpendam, tersusun rapi. Namun, semakin jauh ia membaca, semakin berat dadanya terasa. Setiap kata, setiap kalimat, menambah beban yang menggantung di hatinya.

Dia mengusap matanya yang mulai basah, mencoba menahan air mata yang telah menggenang. Namun, tangis itu tidak bisa lagi dibendung. Tubuhnya berguncang, tangannya gemetar, dan isakan kecil mulai terdengar di antara detik jarum jam yang terus berjalan. Lyra membiarkan air matanya mengalir bebas, karena pada saat ini, hanya itu yang mampu menenangkan hatinya yang terlanjur patah.

Kekecewaan. Kata itu terasa terlalu ringan untuk menggambarkan apa yang dirasakan Lyra. Saat Liora menjelaskan semuanya di Bandung waktu itu, Lyra tahu ada sesuatu yang salah. Namun, ia memilih percaya. Ia percaya bahwa saat Liora mengatakan bahwa semua ini adalah tentang bisnis gelapnya, bahwa dia ditangkap karena kesalahannya sendiri, itu adalah seluruh kebenarannya. Namun, kebenaran yang ada di buku ini justru merobek segala kepercayaan yang telah ia bangun selama ini. Ternyata, ada bagian lain yang masih Liora sembunyikan. Bagian yang lebih gelap, yang mungkin terlalu menyakitkan untuk diungkapkan saat itu.

"Kenapa, Liora?" bisik Lyra pelan, meski tak ada seorang pun di ruangan itu yang bisa mendengarnya. "Kenapa kamu nggak jujur? Kenapa kamu nggak cerita semuanya?"

Dia teringat saat pertemuan mereka di Bandung. Hari itu, Liora datang dengan wajah penuh penyesalan, berusaha menjelaskan apa yang terjadi selama empat hari dia menghilang. Lyra mendengarkan setiap kata dengan hati yang berat, mencoba menahan marah dan sakit hatinya. Namun, saat Liora mulai menjelaskan soal bisnis yang mereka jalankan, tentang bagaimana ia ditangkap, Lyra merasa ada yang aneh. Tapi saat itu, dia tidak memaksakan pertanyaannya. Dia hanya ingin kejujuran. Dia ingin semuanya terbuka.

"Kenapa kamu nggak cerita semuanya? Kenapa harus lewatin bagian ini?" gumam Lyra, tangannya mengepal erat di atas meja.

Dia ingat bagaimana hatinya tersayat mendengar penjelasan Liora. Bukan hanya karena Liora telah menghilang di hari yang penting bagi mereka, tapi karena kebohongan yang dia rasakan di antara kata-kata Liora. Namun, ia menahan diri. Dia tidak ingin menekan Liora terlalu keras saat itu, takut menghancurkan apa yang masih bisa mereka selamatkan. Namun, setelah membaca bagian ini—tentang bagaimana Liora dipaksa menggunakan narkoba oleh polisi, tentang bagaimana dia menutupi kebenaran yang lebih dalam—Lyra merasa dikhianati.

Lyra menarik napas panjang, teringat percakapannya dengan kakak Liora di rumah sakit kemarin. Jika ini yang dimaksud Kakaknya tentang hal yang baru akan ia ketahui, tentang bagaimana Liora sangat menyayanginya namun dengan cara yang salah, Lyra merasa semuanya tidak masuk akal. Jika Liora benar-benar menyayanginya, dan memutuskan untuk menceritakan semuanya, seharusnya tidak ada yang disembunyikan lagi. Tidak ada yang ditutupi hanya untuk diri Liora sendiri. Menurut Lyra, jika cinta Liora tulus, seharusnya ia dilibatkan dalam semua hal, tanpa terkecuali.

Lyra bangkit dari kursinya, menatap keluar jendela. Langit Jakarta yang mendung tampak seolah mencerminkan perasaannya—suram dan penuh pertanyaan yang belum terjawab. Setetes air mata jatuh lagi di pipinya, cepat ia seka dengan punggung tangannya. Dia merasa lelah, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional. Kebenaran ini begitu pahit untuk diterima. Dia tahu Liora mengalami banyak hal yang tidak mudah, tetapi itu tidak berarti bahwa Liora bisa menyingkirkan dirinya dari segala permasalahan itu.

Dengan langkah berat, Lyra duduk kembali, menatap buku di hadapannya. Tangannya kembali menyentuh kertas yang lembut, jari-jarinya menyusuri tulisan Liora dengan perlahan.

"Kenapa harus tahu dengan cara begini," bisik Lyra, suaranya bergetar.

Lyra kembali menangis, tapi kali ini bukan sekadar air mata kesedihan. Ada amarah yang membuncah di dadanya—amarah pada situasi, pada kebohongan yang terus menumpuk, dan pada kenyataan bahwa saat itu Liora tidak sepenuhnya menceritakan semuanya.

Di luar, rintik hujan mulai turun perlahan, seolah turut meresapi kekacauan hati Lyra. Ia teringat kemarin bahwa ia berkata kepada kakak Liora akan kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Liora lagi. Namun, setelah membaca bagian yang Liora sembunyikan, keraguan mulai menyelimutinya. Ada ketakutan yang merayap di benaknya—takut jika saat tiba di sana, melihat Liora terbaring tak berdaya, air matanya akan jatuh lebih deras dari hujan yang membasahi sore itu.

Tatkala langit semakin gelap, Lyra menatap layar komputernya. Dengan perasaan campur aduk, ia mulai merapikan barang-barangnya. Hatinya berjuang antara keinginan untuk pergi menjenguk Liora dan rasa takut yang menyelimuti pikirannya.

“Aku harus pergi,” gumamnya, berusaha meyakinkan diri.

Meskipun mereka sudah berpisah, bagi Lyra, Liora pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Setiap kenangan yang mereka bagi, setiap tawa dan air mata, tidak akan pernah terlupakan.

Lyra membuka aplikasi di ponselnya, jarinya bergerak cepat menavigasi layar. Setelah memasukkan alamat rumah sakit, ia menunggu sejenak hingga akhirnya kendaraan yang ia pesan melalui aplikasi tiba. Meskipun perasaannya masih campur aduk, ia memutuskan untuk melihat Liora. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa saat ini yang terpenting adalah memastikan Liora baik-baik saja. Dalam perjalanan, pikirannya kembali melayang ke momen-momen indah yang pernah mereka lalui. Tidak peduli seberapa dalam luka perpisahan mereka, Liora selalu menjadi hal terbaik dalam hidupnya. Melihat Liora tersenyum adalah semua yang ia inginkan saat ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TERMODINAMIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang