Sang Maut bersandar disalah satu batu karang besar. Ck, dia bosan; serasa tak ada kehidupan, hanya menatap biru ombak menari-nari indah.
Ekor biru tuanya berayun-ayun pelan. Keuntungan dari tak banyak sisik tajam yaitu adalah mudahnya menipu orang. Apalagi, rata-rata bentuk tubuh siren jantan sungguh menawan dan terbentuk karena terlatih.
Tapi satu kekurangan tak memiliki banyak sisik tajam yaitu rentannya seekor siren terluka baik karena lawan maupun bahaya lainnya.
Sekali lagi, biar diperjelas. Sang Maut berbeda, walau tampaknya ia adalah siren yang lemah hampir satu jenis dengan duyung. Nyatanya seluruh tubuh yang dianggap rentan luka ini adalah tubuh siren yang sangat kuat: jika dilatih mungkin ia bisa masuk ke-Pasukan Inti Khusus.
Sang Maut memiliki sisik diseluruh penjuru tubuhnya, namun sebagian sisik-sisik itu dapat Sang Maut simpan hingga terlihat seperti kulit sawo matangnya. Sama alasannya mengapa kedua telapak tangan dan telinganya terlihat sama dengan manusia.
Wajahnya memiliki lekuk yang tegas; hidungnya mancung, bibirnya merah alami, alisnya sedikit tebal, dan yang paling menawan diwajah itu adalah kedua bola matanya. Dua netra biru itu bak mutiara ditengah hamparan gelapnya samudra dalam.
"Aduh ... Apakah aku sama sekali tak boleh bernyanyi?" Gumam Sang Maut.
"Sebegitu serius kah, masalahnya hingga aku ditegur langsung oleh Sang Maha Raja?" Gerutunya lagi.
Disela-sela lamunan, kedua telinga siren yang terlihat seperti manusia itu mendengar teriakan marah di dermaga dekat dengan batu karang yang tengah ia senderkan.
Merasa menarik, ia menyelam dan mendekati area manusia. Kepalanya sedikit muncul di permukaan laut. Dilihatnya dua manusia berbeda kasta berjenis kelamin wanita; yang satu memaki-maki, yang satu lagi pasrah sambil berlutut.
Sang Maut tak mengerti apa yang mereka ucapkan: bahasa mereka berbeda dengan bahasa siren. Namun jelas yang jahat disini adalah wanita cantik yang sedang memaki.
Wanita yang dihina itu akhirnya pergi, dan sekarang hanya tinggal wanita kulit putih itu.
"Hei ..." Panggil Sang Maut mencoba berkomunikasi dengannya. Tentu dengan ekornya yang masih didalam air.
Wanita itu terlihat terkejut namun sepersekian detik wajahnya memerah menyadari wajah tampan Sang Maut.
"O-oh ... Halo." Balas wanita itu malu-malu.
"S-siapa namamu?" Sang Maut mengerti pertanyaan itu.
"Sang Maut." Senyum Sang Maut, sambil mengulurkan tangan.
"Eh, apa maksud —." Pertanyaan wanita itu terpotong dengan pikirannya yang tergoda dengan uluran tangan Sang Maut.
Maka terimalah nasib buruk wanita itu.
Byur!
Orang-orang mengira putri bangsawan itu mati tenggelam. Namun jasadnya tak pernah ditemukan, karena sudah habis ditelan Sang Maut.
Sementara itu, sang pelaku dengan senangnya menyelam dan meliuk-liuk indah. Ia pergi menuju sahabatnya tanpa rasa bersalah.
"Γεια σας παιδιά!" Hei Kawan!
Sang Maut merangkul Si Sirip Runcing, kawan karib yang sudah mendarah daging.
"Oh, hei Maut. Wajahmu terlihat cerah?" Balas Si Sirip Runcing.
"Tidak apa-apa kok. Hanya senang saja."Jawab Maut girang.
"Oh, baiklah?"
Padahal tadi pagi engkau murung setengah mati. Batin Si Sirip Runcing.
"Oh ya, engkau lapar, wahai Sang Maut? Aku menangkap sedikit lebih banyak ikan dari pada biasanya." Tawar Si Sirip Runcing.
"Wah, sayang sekali Si Sirip Runcing ... Aku sudah makan ikan ini tadi, jadi kuambil satu saja ya?" Senyum Sang Maut.
Penipu handal! Pintar sekali ia berbohong, padahal ia telah memakan seporsi besar. Dan tak ada yang curiga padanya.
Keduanya bercanda ria dilaut sana. Tampang mereka yang seram tak berarti mereka tak punya hati.
BUM!
BUM!
DUAR!!
Dari permukaan laut, tiba-tiba saja kapal-kapal perang dengan meriam-meriam terisi penuh dengan amunisi ditembakkan. Ini perang! Perang antar manusia.
Astaga, mengapa tak ada satupun Pasukan Perbatasan yang memberi peringatan?
Teriakan-teriakan terdengar keras. Perintah-perintah kotor untuk saling membunuh. Pertumpahan darah yang mengalur segar.
Decitan pertemuan pedang dengan pedang lawan memekakkan telinga. Tembakan dari senapan pun tak luput terdengar. Panah api berterbangan. Entah siapa yang menjadi korbannya.
Satu-persatu kapal-kapal itu terbakar. Membakar rumput laut dan ikan-ikan cantik yang lemah.
Langit gelap ditutup asap. Bulan berubah merah warnanya. Terumbu karang hancur seketika. Mayat-mayat yang terbunuh mengambang dipermukaan.
Sang Maut berenang kepermukaan, lihatlah; baru beberapa jam lalu lautan biru ini terlihat mengkilau dengan pantulan sinar mentari. Sedangkan sekarang, lautan berubah gelap dan keruh. Ikan-ikan mati, asap dan api bertebaran.
Yang menusuk perasaannya adalah ketika menemukan wanita yang merupakan budak hina yang ia tolong tadi. Mengambang jasadnya dengan tikaman diperutnya. Mulutnya mengeluarkan banyak darah, serta kepalanya pecah.
"AAARGGHH!!!" Sang Maut berteriak histeris, matanya menghitam.
Tak ada tangis mutiara layaknya duyung. Namun racun mematikan bagi para mahluk hidup.
Tak peduli lagi dengan apa yang menanti. Masa bodoh dengan celotehan para siren sampah itu, gosipan para bangsawan kotor. Dan masa bodoh pula dengan Baginda Maha Raja Atlas yang akan menghukumnya.
Siapa yang tahan kampung halamannya dihancurkan? Tidak ada! Termasuk Sang Malaikat Maut Samudra. Siapa yang berani mengusik tanah airnya?
Ombak mulai naik, mengangkat tubuh siren jantan itu sebagai maut bagi para manusia serakah yang berperang. Itu bukan kemauan Sang Maut, itu tak bisa dikerahkan dengan pemikiran, namun rasa hati yang tercabik
Hening. Seolah waktu berhenti. Padahal petir masih menyambar, badai masih menyerang, namun hening telah menguasai.
Hei, manusia. Bahkan jika engkau kabur keujung dunia sekalipun. Maut akan menjemputmu.
Ελα
Έλα εδώ
Χτύπα αυτό το βράχο
Προσκαλέστε τον δικό σας θάνατο για μέναΚύματα που σκάνε
Κεραυνός έπεσε
Η καταιγίδα χτυπάει
Είσαι νεκρός!Datang
Datanglah kemari
Tabraklah karang ini
Jemputlah ajalmu sendiri untukkuOmbak menerjang
Petir menyambar
Badai menyerang
Matilah engkau!Tenggelam.
Tamat sudah cerita mereka.
Maut benar-benar telah menguburkan mereka dikuburan yang gelap.
Kapal-kapal perang, senapan-senapan modrn yang tak berguna. Anak panah api yang padam ujungnya, samurai, pedang, tombak, kapak, dan senjata tajam lainnya hanyalah sampah.
Sudah dibilang, bukan? Tenggelam semua.
....
TbcEsok sore lagi up-ny
Ramaikan and vote!!👊💥
komen juga, ngan diam-diam!
KAMU SEDANG MEMBACA
Siren Or Human? (By Rainy9312Ra)
Fantasy° Budayakan baca deskrisi terlebih dahulu. ° Baru Pemula ° Typo bertebaran ° Mungkin romance? ° Jangan lupa vote and follow! ° Bukan BL (mengandung kata kasar) ° ° ° Hei, tak adakah yang percaya? Di samudra biru lepas. Dibawah terumbu karang dan pe...