Sedikit informasi author bahwasannya ini aku hanya ambil sedikit dari bfb. Jadi, jangan sama-samakan cerita ini dengan cerita Adnan di bfb yang sebenarnya.Adnan Pratama, seorang lelaki yang tak pernah di apresiasi ibunya. Meski ia terlahir di keluarga orang kaya dan memiliki fasilitas yang bagus, ia menganggap itu hal biasa. Adnan hanya menginginkan apresiasi orang tua. Ibunya tak peduli tentang apa yang dicapainya, sedangkan ayahnya sibuk akan pekerjaan. Akibat tak di apresiasi orang tuanya, Adnan kini menjadi lelaki yang tak bisa mengekspresikan dirinya sendiri.
***
"Ma! Aku berhasil dapat ranking 1 loh! Aku juga tadi menolong temanku yang kesusahan!" Ujar Adnan memanggil ibunya dari kamar Adnan. Pada akhirnya mama Adnan pun berlari ke atas untuk menghampiri kamar Adnan. Adnan kira ia akan dipuji mamanya karena ia berhasil dalam suatu hal, nyatanya tidak. Justru mama Adnan ke atas hanya untuk memerintah Adnan untuk makan siang. "Oh, yaudah sana makan siang!" Jawab sang mama lalu menuruni tangga untuk menyiapkan makan siang.
Batin Adnan terus berkata,"Hah? mama tidak mengapresiasi aku? Aku berhasil ma.. Sekali saja mama puji aku pasti aku sudah bahagia sekali sekarang." Tanpa ia sadari, ia mengeluarkan setetes air mata yang jatuh ke lantai. Adnan langsung mengusapnya dan berlari ke bawah untuk makan siang.
Makan siang Adnan sama seperti sebelumnya, tak ada rasa enak sama sekali dari makanan tersebut. Makanan yang dimakan Adnan adalah nasi goreng buatan mamanya sendiri. Makan siang Adnan menjadi tidak enak karena ibunya yang tak mengapresiasi dirinya.
"Sehabis kamu makan, kamu bersihkan rumah! Mama mau pergi ke rumah teman mama! Kalau sampai rumah ini tidak bersih, maka kau tau akibatnya." Ujar mama Adnan dan langsung pergi meninggalkan rumah. Rumah menjadi sepi, seperti tak berpenghuni. Ya, walaupun rumah ini sudah sepi dari dulu karena setiap orang yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Bagiku, ini bukanlah rumah untukku berteduh. Rumah yang sebenarnya adalah rumah yang bisa di anggap nyaman bagi setiap orang, dan aku menganggap rumah ini tak senyaman itu.
Adnan mau tidak mau harus membersihkan rumahnya karena ia tau, jika ia melawan orang tuanya justru akan lebih parah lagi nasibnya. Keringat demi keringat mulai terlihat di wajah Adnan, tetapi Adnan selalu mengusap keringat itu dengan tissue yang ada di sekitar rumah. Adnan lelah, tetapi ini demi kehidupan Adnan sendiri. Adnan ingin menyerah, tapi ia tau berusaha lebih bagus daripada menyerah.
Seusai membersihkan rumah, Adnan berbaring di kasur kamarnya. Ia tampak begitu lelah dan ia menatapi langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Dalam penglihatannya, ia membayangkan bagaimana jika kehidupan ia seperti ini namun bedanya ia di apresiasi mamanya. Sepertinya kehidupan seperti itu sangat bahagia dan selalu di isi dengan tawa yang menyertai setiap lelucon yang ada. Tiba-tiba disaat sedang asyik mengkhayal, terdengar jeritan seseorang yang seperti suara mamanya memanggil nama "Adnan" sontak saja, Adnan berlari turun kebawah dan melihat mamanya sedang mengeluarkan amarahnya dikarenakan Adnan daritadi tak menjawab sama sekali.
"Kenapa kamu tak menjawab panggilan mama dari bawah hah?!" Tanya sang ibu dengan kasar dan kesannya seperti membentak. "Aku.. tadi...." Jawab Adnan dengan gugup dan berusaha mencari alasan. "APA ALASAN YANG KAMU MAU UJARKAN LAGI?! HAH?!" Tanya sang ibu dengan jauh lebih kasar dan mendorong Adnan hingga terjatuh. Adnan terjatuh disaat posisinya berada di dekat tangga. Punggung Adnan terkena kayu yang menjadi bagian dari anak tangga yang membuat punggungnya cukup sakit, apalagi mamanya mendorongnya dengan keras. Ia ingin berteriak karena kesakitan tetapi ia musti tahan karena ia berada di hadapan dan berada di dekat mamanya. Jika ia berteriak, ia tak yakin ia selamat. Kemungkinan, ia akan mendapatkan pukulan yang membalas teriakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adnan Hanya Ingin Di Apresiasi [END]
RandomAdnan, seorang lelaki yang berada di kelas 2 SMA. Ia adalah lelaki yang bisa dibilang cukup pintar, tetapi dengan kepintarannya itu orang tuanya tak pernah bangga kepadanya dan menganggap itu hanyalah hal biasa. Lelaki itu pada akhirnya tak bisa men...