BAB 5

75 14 1
                                    

Benjamin William Walter Djojosubroto tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Selama tiga puluh satu tahun hidupnya, tidak pernah sekalipun ia berada di posisi seperti sekarang, dimana dirinya tidak bisa melangkah atau mengambil keputusan apapun.

Meskipun dirinya adalah anak kedua, namun sejak kecil dirinya harus selalu melakukan yang terbaik. Tidak boleh ada satupun kesalahan yang ia perbuat. Oleh karena itu, ia terbiasa untuk selalu berhati-hati dalam bertindak dan mengambil keputusan.

Sejauh ini, ia tidak pernah salah ataupun membuat kesalahan sama sekali. Ia selalu menjadi putra yang membanggakan bagi ayah dan ibunya, juga cucu yang sempurna untuk kakeknya. Akan tetapi, semua itu harus tercoreng karena satu hal.

Satu hal kecil yang ia lakukan.

Seharusnya, Benjamin tidak menghiraukan perasaannya untuk membalas wanita yang belakangan ia ketahui bernama Pia itu. Karena sifat wanita itu yang berani terhadapnya, ia harus berada di situasi sekarang. Jika saja ia tidak meladeni perasaannya untuk melangkah mendekati wanita itu di dalam toilet kemarin, dirinya pasti tidak akan terjebak masalah seperti ini.

Pagi-pagi sekali, ketika dirinya baru memejamkan matanya selama dua jam, Setyo memasuki kamarnya dan membangunkannya dengan sebuah berita di media internet.

Tidak hanya uraian kata, berita tersebut juga didukung dengan sebuah unggahan vidio yang memperkuat spekulasi itu.

Headline dari berita itu adalah, bahwa dirinya terlibat cinta kantor dengan karyawannya sendiri! Hal yang tidak mungkin terjadi.

Pada vidio yang ia tonton itu, terlihat dirinya yang membelakangi kamera dan mengungkung seorang wanita yang hanya terlihat ujung kepalanya saja. Setelah itu, ia terlihat membungkuk. Ia ingat, saat itu ia sedang menatap wajah Pria yang kesakitan.

Setelah itu, terdengar suara rintihan Pia.

Posisi mereka berdua dan suara itu membuat siapa saja pasti berpikir kalau mereka sedang berciuman saat itu.

Maka, satu jam kemudian ia sudah siap di dalam mobil dengan sangat rapih, untuk menuju ke kantor Royal Group karena setelah ia membaca berita itu, sekretaris ayahnya menelepon dan memintanya untuk datang.

Skandal seperti ini tidak menguntungkan mereka semua, karena keresahan publik bisa mempengaruhi nilai saham mereka. Benjamin benci situasi dimana dirinya merugikan perusahaan keluarganya. Padahal selama ini, ia selalu berkontribusi untuk kemajuan perusahaan.

"Meeting ini akan dihadiri oleh semua jajaran direksi dan juga Bapak Theodore Djojosubroto, Pak," kata Setyo ketika mereka duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Bagaimana saham?" tanya Benjamin.

Setyo diam beberapa detik. Lalu, ia menjawab, "jika saja headline berita bukanlah cinta kantor, publik pasti merasa bahagia dengan berita kencan Anda—"

Ia menghentikan ucapannya karena tatapan tajam Benjamin.

"Aku tidak berkencan dengannya," kata Benjamin.

Pada saat itu, ia melihat Estelle bersama sekretarisnya berjalan memasuki ruangan dan duduk di meja yang berhadapan dengannya. Dari wajahnya, tentu saja Estelle tahu tujuan dari diadakannya rapat lengkap yang terjadi tiba-tiba ini.

"Kamu seperti gunung api. Sekali meletus, merusak semuanya," kata Estelle sambil menatap Benjamin dengan senyuman mengejek.

"Diam dan aku akan memperbaiki semua ini," kata Benjamin dingin.

Setelah itu, tidak ada yang bicara di antara mereka bedua, begitu pula sekretaris masing-masing karena satu per satu peserta rapat mulai memasuki ruangan. Mereka terlihat gusar, namun tidak berani mengucapkan kegusaran hati mereka karena ada Benjamin juga Estelle di sini.

Finally Here, I Found You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang