Pia tak henti-hentinya menghembuskan napas setelah dirinya masuk menutup pintu mobil milik Benjamin dengan sekuat tenaga. Walaupun ia menutup pintu dengan sekuat tenaga, namun bunyi yang dihasilkan sangat teredam. Tentu saja, pintu Mercedes Benz S600 tidak akan kalah dengan tenaga Pia.
Ketika Julian akan menginterogasi Benjamin tadi, ia langsung menarik Benjamin untuk segera masuk ke mobil pria itu. Lebih baik ia segera pergi bersama pria itu daripada harus mendengarkan pertanyaan aneh Julian.
Itu adalah hal tepat yang bisa ia lakukan. Jika mereka berdiam diri di rumahnya, bagaimana gala dinner akan berlangsung, sementara penanggung jawab sekaligus cucu—termuda—generasi—ke—tiga—keluarga Djojosubroto ini tidak ada di sana?
"Mau aku buka saja jendelanya? Kamu seperti ikan koi yang kehabisan napas," kata Benjamin setelah sekali lagi Pia menghela napas.
Pia menoleh dan memberikan tatapan maut. "Kenapa Bapak ke rumah saya? Gimana Bapak tahu alamat rumah saya?"
"Sekretarisku memiliki alamat semua karyawanku," jawab Benjamin yang terlihat fokus menyetir.
"Kenapa Bapak membawa saya?"
Kali ini, Benjamin menatap Pia setelah mobil berhenti di lampu merah. Ia terlihat bingung sambil menatap Pia, membuat Pia jengah. Seharusnya, dirinya lah yang menatap Benjamin dengan tatapan seperti itu. Satu Minggu yang lalu, ia sudah menegaskan—secara tidak sopan—kepada Benjamin kalau dirinya tidak mau datang bersama pria ini.
Benjamin masih mengerutkan dahinya dan berkata, "Bukannya kamu yang menarikku ke dalam mobil untuk pergi bersama?"
Helaan napas kembali terdengar dari Pia. Pria ini.. pria ini benar-benar menguji kesabarannya.
"Saya akan pergi sendiri kalau Bapak—kalau situasinya enggak kayak tadi," balas Pia dengan tatapan sengit, seolah ia tidak akan kalah dari perdebatan ini.
"Itu tidak menutup kenyataan kalau kamu lah yang menarik dan meminta aku untuk kita segera pergi," jawab Benjamin lagi.
Pia mengumpat di dalam mulutnya tanpa mengeluarkan suara. Tentu saja ia tidak bisa mengumpat di hadapan bosnya lagi, walaupun ia sangat ingin melakukannya.
"Kita harus memasuki ballroom bersama. Sebagai karyawan yang baik, kamu harus membantu meningkatkan profit perusahaan," ujar Benjamin ketika mereka berbelok ke kompleks hotel Royal Mulia. "Penampilan kita akan menaikkan harga saham. Kita hanya perlu menegaskan kalau yang ada di dalam berita itu benar."
"Seperti pasangan yang enggak peduli dengan semua asumsi, sampai membuat publik berpikir kalau cinta kita bisa mengalahkan semuanya?" tanya Pia.
Benjamin mengangguk. "Sangat puitis tapi begitulah rencananya."
"Apa yang bakalan aku dapatkan? Kamu.. akan dapat keuntungan dengan nilai saham yang naik. Aku?" tanya Pia.
Kemudian, ia menyesali apa yang baru saja ia ucapkan. Ucapannya seolah-olah dirinya menginginkan imbalan, mengingatkan dirinya pada masa lalu, sebelum dirinya memutuskan untuk berhenti dari urusan itu.
Pia merasa harga dirinya begitu rendah sekarang, di hadapan Benjamin. Ia juga menyadari betapa rendah dirinya di hadapan orang-orang yang dulu pernah membayarnya supaya dirinya menjauhi putra-putra mereka. Namun, saat itu ia tidak memiliki pilihan lain. Dirinya harus mencari uang untuk biaya kuliahnya, juga untuk sekolah adiknya.
Sepertinya, ia harus kembali menemui master Feng Shui yang Gabriela kenalkan kepadanya dan meminta saran supaya dirinya benar-benar terbebas dari pria dengan kekayaan seperti Benjamin ini.
Pia menundukkan kepalanya ketika mobil berhenti di parkiran The Majestic Ballroom. Ia tidak ingin menatap Benjamin yang pasti sudah bisa menilai bagaimana dirinya. Wanita yang selalu ingin diberikan imbalan.
"Aku akan menjaga kamu," kata Benjamin, membuat Pia mengangkat kepalanya.
Pia tidak berpikir kalau Benjamin akan menjawabnya dengan jawaban seperti itu. Awalnya, ia berpikir kalau Benjamin akan menawarkannya sejumlah uang dan sebagainya. Namun, pria itu justru menawarkan rasa aman kepadanya, membuat jantung Pia berhenti berdetak untuk beberapa waktu, mengabadikan momen ini.
Ia merasa dirinya begitu rendah, namun Benjamin seolah menegaskan kalau dirinya berharga.
"Setelah ini, mungkin kamu akan dikucilkan oleh rekan kerja kamu, atau orang-orang mulai menggunjing kamu. Aku akan melindungi kamu dari semua itu," kata Benjamin lagi.
"...."
Kemudian, Benjamin melepaskan seatbelt miliknya dan keluar untuk membukakan pintu Pia. Dengan patuh, Pia keluar dan saat itu, kilatan cahaya kamera mulai menyilaukan matanya. Pia masih merasa tersipu dengan ucapan Benjamin dan cukup terkejut dengan kilatan cahaya kamera ini. Namun, ia harus cepat menguasai dirinya lagi.
Apa yang Benjamin ucapkan hanyalah jenis lain dari imbalan yang pria itu berikan. Ia tidak boleh merasa tersipu seperti ini. Pria itu hanya menawarkan bantuan kepadanya, atas apa yang sudah ia berikan untuk perusahaan besar ini.
Jangan bodoh, Pia!
Lagipula, Benjamin adalah seorang pebisnis. Pria itu pasti hanya menganggap ucapannya sebagai satu dari sekian banyak perjanjian bisnisnya. Akhirnya, ia mengangkat kepalanya setelah menyadarkan dirinya sendiri. Ia cukup bodoh karena sudah melibatkan perasaan di dalam semua ini.
Benjamin menarik pinggangnya supaya mereka bisa berjalan memasuki ballroom bersama, membuat para wartawan mulai berteriak dan semakin banyak kilatan cahaya kamera yang menghujani mereka berdua.
Puluhan pertanyaan pun mulai terlontar dari rombongan wartawan itu, namun mereka sepakat untuk tidak memedulikannya.
"Apa kita juga harus bersandiwara di depan mereka semua?" bisik Pia pada Benjamin, ketika melihat banyak karyawan yang keluar dari ballroom untuk melihat siapa yang sudah menciptakan keributan ini.
"Ini di luar prediksi, tapi sepertinya kita harus melanjutkan sandiwara ini," jawab Benjamin.
Baiklah, pikir Pia. Semuanya akan menjadi teka-teki mulai sekarang.
Mereka masih berjalan bersama, dengan lengan kiri Benjamin yang melingkar di pinggangnya, dan dengan tatapan kaget dari semua karyawan yang sudah hadir. Pia tidak mampu menatap semua orang dan akhirnya, hanya menatap pada titik kosong di hadapannya.
Di ujung matanya, ia melihat rekannya di departemen front office dan yakin kalau mereka semua akan menghujaninya dengan ribuan pertanyaan. Atau yang paling berat, mereka akan langsung mengucilkannya.
Pia, mulai sekarang, hidup kamu enggak akan baik-baik aja.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally Here, I Found You
RomanceSetelah menyelesaikan kuliahnya dan diterima bekerja di hotel bintang lima sekaligus terbaik di Indonesia, Pia memutuskan untuk berhenti mengencani pria-pria kaya untuk menghidupi dirinya dan adiknya. Ia akan bekerja dengan benar dan tidak akan meng...