Bab 3 Hari pertama kerja

20 6 0
                                    

Sebagai apresiasi untuk penulis, tidak ada salahnya jika kalian klik bintang, dan komentar yang baik ya. Selamat membaca...!

---

Ini adalah harinya, Embun sudah rapi mengenakan kemeja berwarna putih, dengan bawahan rok sepan berwarna hitam. Rambut coklatnya itu diikat sebagian, dengan poni lurus yang menutupi sedikit alisnya, hingga nampak dengan jelas pipinya yang chubi dan menggemaskan. Dia terlihat senang, akhirnya akan segera menemui calon bosnya dan mendapat pekerjaan seperti tujuannya merantau ke Jakarta.

The Plaza Office Tower  Jl. M.H. Thamrin Jakarta Pusat, Embun tertegun melihatnya. Ini adalah pertama kali baginya, menginjakkan kaki di tower perkantoran itu. Gedung yang begitu tinggi, seolah-olah mencakar langit. Dia mendongak, mencoba melihat puncaknya, tapi terasa seperti tak ada ujung. Cahaya matahari memantul dari kaca-kacanya, menciptakan kilauan yang hampir menyilaukan. Dia merasa begitu kecil di hadapan raksasa beton dan kaca itu.

Begitu dia melangkah masuk ke dalam gedung tinggi itu, dunia di sekelilingnya seolah berubah drastis. Pintu otomatis yang terbuka sendiri, lantai mengilap yang memantulkan cahaya lampu-lampu terang, dan suara samar orang-orang yang berbicara di kejauhan. Embun berhenti sejenak di dekat pintu masuk, mencoba mencerna semua yang terjadi. Rasa bingung perlahan menjalari pikirannya.

Di hadapannya, ada sebuah lobi luas yang dipenuhi orang-orang berpakaian rapi, berjalan dengan tujuan yang pasti. Mereka sepertinya tahu persis ke mana harus pergi. Berbeda dengan Embun, yang hanya berdiri dengan kebingungan. Dia melirik ke sekeliling, mencoba mencari sesuatu yang bisa membantunya, 'Ke mana aku harus pergi sekarang?' batinnya. Sampai akhirnya, tatapan matanya itu berpusat pada seseorang yang pernah dia kenal.

"Hah, itu pencuri! Hei, hei, pencuri... Tunggu...!" teriaknya.

Semua orang yang berlalu lalang di situ sibuk mencari, di mana pencuri yang ia maksud. Kemudian Embun berlari mendekati pria itu dan menepuk pundaknya, "Hei, kamu pencuri itu kan?" tuduhnya pada Laksa yang tengah berdiri menunggu lift terbuka.

"Gue? Pencuri?" geram Laksa pada Embun yang meneriakinya pencuri di depan banyak orang, "Eh, gadis kampung, ngapain loe disini? Pakek teriak-teriak pencuri lagi." bentaknya.

"Iya bener kan? Kamu pencuri yang di rumah Oma Tari itu kan?" girangnya.

"Tutup mulut loe gadis kampung...! Mana ada pencuri sekeren gue..."

"Iya juga ya, ganteng-ganteng mosok pencuri. Hehehe..." jawabnya polos sembari memperlihatkan giginya.

"Uda ah minggir, bisa sial gue deket sama loe." timpalnya lantas masuk ke dalam lift.

"Ehh tunggu, saya mau tanya, hei...!"

Dengan cepat pintu lift tertutup tak memberi kesempatan Embun untuk masuk, dia kebingungan dan tak tau arah. Beruntung ada Security lewat dan membantunya, "Maaf kak, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.

"Oh iya Pak, saya mau ke ruangan ini, harus lewat mana ya?" jawabnya sembari memperlihatkan kertas di tangannya.

"Mari Kak, saya antar saja."

"Duh, Bapak-e, baek-ee..., makasih lo Pak... " girangnya.

Security tersebut hanya mengangguk sambil melemparkan senyum, mereka kemudian langsung memasuki lift menuju ruangan sesuai alamat yang berada di catatan Embun.

"Ini Kak ruangannya, Kakaknya langsung masuk aja. Trus nanti di dalam bisa tanya sama karyawan di sana."

"Owh iya, iya. Makasih lo Bapak satpam. Apik tenan Bapak iki."

Laksana EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang