Biar tidak lupa, Vote dulu sebelum membaca...
.
.
.
Semburan air hangat mengalir lembut di kulit Laksana, menyapu lelah yang menumpuk setelah seharian beraktivitas. Ia memejamkan mata, membiarkan aliran air membasahi rambutnya, meresap hingga ke kulit kepala, membawa rasa nyaman yang luar biasa. Uap tipis mengepul di sekitarnya, mengisi udara dengan kehangatan. Dengan jemarinya, ia perlahan memijat bahunya yang kaku, merasakan ketegangan itu perlahan-lahan meluruh. Napasnya mengendur, bibirnya tersenyum samar. Setiap tetes air yang mengalir di tubuhnya terasa seperti menyapu semua beban dan menyegarkan jiwa, membuatnya tenggelam dalam keheningan yang tenang dan damai.
"Pak Miko, tolong ambilkan handuk, Pak!" teriaknya. "Pak Miko, saya lupa bawa handuk ke kamar mandi. Tolong ambilkan, Pak!" ulangnya lagi.
Beberapa saat kemudian, handuk itu datang. Seseorang mengetuk pintu dan menjulurkan tangannya ke balik pintu kamar mandi tersebut.
"Terima kasih, Pak..." ucapnya seraya mengambil handuk itu dari tangan Embun.
Laksa sempat berpikir sejenak, sebelum akhirnya menyadari, itu bukanlah Pak Miko. Dia menyampirkan handuk itu di pinggangnya, kemudian membuka kembali pintu kamar mandi, mencoba memastikan bahwa dugaannya benar.
"Ello? Ngapain lo di kamar gue?" tanyanya penasaran.
Laksa keluar dengan tubuh yang masih basah, hanya berbalut sebuah handuk di pinggangnya. Pemandangan itu membuat Embun, tanpa sadar, menelan ludahnya. Ia terpana oleh kombinasi antara kekuatan dan ketertarikan yang membuncah dalam dirinya. Pandangannya terhenti di sana lebih lama dari yang ia rencanakan, seolah tak mampu berpaling dari pemandangan yang begitu mengesankan.
"Melayani segala kebutuhan Mas Laksa," jawab Embun kemayu.
Tetesan air dari rambut Laksa mengalir pelan hingga melewati dadanya yang bidang. Membuat Embun terus terpana, tak mampu memalingkan pandangannya.
"Harus ke apartemen juga?" tanya Laksa tercengang.
Embun tak menjawab. Matanya tak bisa lepas dari dada berotot Laksa yang tampak kokoh dan terpahat sempurna. Otot-otot itu terlihat jelas di balik kulitnya yang kencang, berkilauan samar terkena pantulan cahaya.
Ditambah lagi, bayangan kejadian di dalam mobil kembali terlintas. Membuat Embun berhalusinasi, saat ini Laksa sedang menghampirinya dengan tatapan menggoda. Ia menangkup kedua pipi Embun dengan lembut, kemudian mengecup bibirnya dengan pelan dan hangat. Degup jantungnya bertambah cepat, dan rona merah langsung menghangatkan wajahnya. Getaran halus itu menyelimuti dirinya, seperti ada aliran kebahagiaan yang tak terjelaskan.
Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat, diikuti panggilan yang agak keras. "Bun... Halo..." panggil Laksa dengan suara seperti gema yang jauh.
Seketika Embun tersentak. Tatapannya yang semula kosong kini kembali fokus. Ia menarik napas panjang, merasakan dinginnya udara yang menyapu wajahnya. Sadar bahwa ia telah lama tenggelam dalam lamunan. Sementara itu, Laksa mengerutkan dahi, melihat ekspresi Embun yang tampak aneh.
Dengan sedikit kikuk, Embun tersenyum tipis. "Maaf, Mas..." ucapnya canggung, lalu berusaha menjauh dari Laksa.
Namun, tiba-tiba Laksa menarik tangannya dan menjatuhkan Embun dalam pelukannya. Wajahnya mendekat perlahan, tatapannya menyorotkan kehangatan yang tak bisa disembunyikan. Jarak di antara mereka semakin tipis hingga Laksa bisa merasakan detak jantung Embun yang semakin cepat, seirama dengan degup di dadanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Laksana Embun ( On Going Dan Proses Revisi )
RomanceLaksa, mengalami trauma jatuh cinta akibat dihinati pacarnya, Zivanya. Ia rela menyelingkuhi Laksa dengan seorang sutradara demi mengejar karirnya sebagai artis. Akibatnya, Laksa selalu menolak perjodohan yang diatur oleh neneknya, Oma Tari. Sampai...