menghadapi rintangan

0 0 0
                                    


Happy Reading

Seminggu setelah kemenangan Arshaka di lomba melukis, suasana di sekolah terasa lebih cerah. Banyak siswa yang mengagumi karya Arshaka, dan bahkan beberapa guru mulai memperhatikan bakatnya. Namun, di balik kebahagiaan itu, Arshaka merasakan keraguan yang perlahan mulai muncul di dalam dirinya. Apakah semua ini akan bertahan? Apakah dia benar-benar bisa bahagia?

Setiap hari, dia semakin dekat dengan Azalea. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di kedai kopi, berbagi cerita, dan bercanda. Arshaka merasa betapa berartinya gadis itu dalam hidupnya. Namun, dia juga menyadari bahwa Azalea menyimpan banyak luka yang belum sepenuhnya ia ungkapkan. Dia ingin membantu Azalea, tetapi bagaimana cara yang tepat untuk melakukannya?

Suatu hari, ketika mereka sedang melukis di taman, Arshaka memberanikan diri untuk bertanya. “Azalea, ada sesuatu yang ingin kutanyakan. Apa yang sebenarnya kamu rasakan? Aku tahu kau selalu tersenyum, tapi kadang aku merasa ada yang tidak kamu katakan.”

Azalea terdiam sejenak, matanya menatap jauh ke depan. “Aku… aku hanya tidak ingin membebani orang lain dengan masalahku,” ujarnya akhirnya, suara lembutnya penuh kejujuran. “Kau sudah mengalami banyak hal, dan aku tidak ingin menambah bebanmu.”

Arshaka merasakan hatinya bergetar. “Kita bisa saling mendukung. Aku ingin tahu apa yang kamu rasakan. Itu bisa membantumu, kan?”

Dia melihat Azalea menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian. “Baiklah, aku akan mencoba. Namun, ini mungkin tidak mudah.”

Azalea mulai bercerita tentang hidupnya. Tentang bagaimana ia harus mengurus adiknya setelah perceraian orangtuanya. Tentang betapa sulitnya mencari pekerjaan sambil bersekolah. Tentang mimpi-mimpinya yang terpendam dan rasa bersalah yang selalu menghantuinya.

“Setiap malam, aku merasa takut. Takut jika aku tidak bisa memberikan yang terbaik untuk adikku,” ucap Azalea, suaranya mulai bergetar. “Kadang, aku merasa tidak cukup baik.”

Arshaka mendekat, menggenggam tangan Azalea dengan lembut. “Kau lebih dari cukup. Kau berjuang dengan keras dan itu menunjukkan betapa kuatnya dirimu. Jangan ragu untuk membagikan bebanmu padaku. Kita bisa melakukannya bersama.”

Setelah perbincangan itu, Arshaka merasa semakin dekat dengan Azalea. Meskipun ada rasa sakit yang harus mereka hadapi, mereka juga memiliki satu sama lain untuk berbagi beban. Dalam prosesnya, Arshaka pun berusaha mengatasi rasa ketidakpastian yang menghantuinya.

Namun, tidak lama setelah itu, masalah mulai muncul. Suatu hari, saat Arshaka sedang bersiap untuk pergi ke kedai kopi, ponselnya bergetar dengan pesan dari ibunya. “Arshaka, pulanglah segera. Ada yang ingin kita bicarakan,” tulisnya.

Hati Arshaka bergetar. Biasanya, ibunya tidak menghubunginya dengan nada serius seperti itu. Dia merasa cemas, tetapi dia juga ingin tahu apa yang terjadi. Setelah berusaha menenangkan diri, dia memutuskan untuk pulang.

Setibanya di rumah, suasana tampak tegang. Ibunya duduk di sofa dengan ekspresi cemas. “Sha, kita perlu bicara. Ayahmu… dia ingin bertemu,” katanya, suaranya bergetar.

Arshaka merasa seolah dunia di sekitarnya runtuh. Kenyataan bahwa ayahnya, yang telah pergi dan menghancurkan keluarganya, ingin bertemu kembali membuatnya merasa marah dan bingung. “Kenapa sekarang? Setelah semua yang dia lakukan?” teriaknya, tidak bisa menahan emosinya.

Ibunya menunduk, tampak menyesal. “Aku tahu ini sulit, tetapi dia berusaha untuk memperbaiki semuanya. Dia ingin meminta maaf.”

“Permintaan maaf? Dia sudah menghancurkan hidup kita!” Arshaka merasa kecewa, hatinya dipenuhi rasa sakit yang mendalam. “Aku tidak ingin bertemu dengannya!”

Ibunya menghela napas panjang. “Aku mengerti. Tapi ini adalah kesempatan untuk membicarakannya. Kita tidak bisa terus hidup dalam kemarahan.”

Arshaka merasakan kemarahan dan rasa sakit yang terpendam. Semua kenangan buruk kembali menghantui pikirannya. Dia tidak ingin terjebak dalam perasaan itu. Setelah bertengkar selama beberapa menit, ia memutuskan untuk pergi dari rumah. Dia perlu waktu untuk merenung, untuk menjernihkan pikirannya.

Dia berjalan menuju kedai kopi, berharap bisa menemukan ketenangan di sana. Namun, saat melihat Azalea, rasa cemas dan bingung itu kembali muncul. Ketika mereka duduk bersama, Arshaka merasa kesedihan menyelimuti dirinya.

“Arshaka, ada yang salah?” tanya Azalea, melihat raut wajahnya yang gelisah.

“Aku… baru saja mendapat kabar buruk dari rumah,” ujarnya, suaranya terasa berat. Dia memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada Azalea. “Ayahku ingin bertemu. Dia ingin meminta maaf setelah semua yang terjadi.”

Azalea mendengarkan dengan seksama, wajahnya menunjukkan empati. “Itu pasti sangat sulit untukmu. Bagaimana perasaanmu?”

“Rasa marah, kecewa, dan bingung. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” jawabnya, menunduk. “Aku ingin melupakan semua ini, tapi sulit. Dia telah merusak hidupku dan ibuku.”

Azalea mengangguk, memikirkan semua yang dia katakan. “Mungkin, dengan berbicara padanya, kau bisa mendapatkan penutupan. Namun, jika itu terlalu berat, tidak apa-apa untuk menjauh darinya.”

Arshaka menatap Azalea, merasakan kekuatan dalam kata-katanya. “Tapi, aku juga merasa harus melakukannya. Ini mungkin adalah satu-satunya kesempatan untuk menjelaskan bagaimana semua ini mempengaruhi hidupku.”

Azalea meraih tangannya, menggenggamnya erat. “Apa pun keputusanmu, aku ada di sini untuk mendukungmu. Kau tidak sendirian.”

Rasa lega mengalir dalam diri Arshaka saat mendengar perkataan Azalea. Dia menyadari betapa pentingnya keberadaan gadis ini dalam hidupnya. Dalam kekacauan yang dialaminya, dia menemukan kekuatan dari hubungan mereka.

Malam itu, Arshaka pulang dengan pikiran yang lebih jernih. Dia masih merasa bingung, tetapi dia tahu bahwa apa pun yang terjadi, dia akan menghadapi situasi itu dengan berani. Azalea memberinya harapan dan semangat untuk terus melangkah, bahkan ketika segala sesuatunya terasa suram.

Keesokan harinya, Arshaka memutuskan untuk menghubungi ayahnya. Dia merencanakan pertemuan di tempat yang netral, sebuah taman yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Dia tahu ini adalah langkah yang besar, tetapi dia tidak ingin membiarkan ketakutannya mengendalikan hidupnya.

Sambil mempersiapkan diri, Arshaka bertekad untuk berbicara jujur dan terbuka tentang perasaannya. Dia ingin melepaskan semua beban yang selama ini menghimpit hatinya, dan berharap bisa menemukan sedikit ketenangan.

Ketika tiba saatnya, Arshaka merasa campur aduk. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi dia tahu bahwa dia harus siap untuk menghadapi masa lalu dan mengukir jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LUKA DAN HARAPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang