spin-off. [ Endo good friend Chika ]

80 13 0
                                    

Chika mengelap wajahnya yang penuh dengan darah, dia selalu saja berkelahi. Dan berakhir mendapatkan banyak luka, bahkan tak pernah sekalipun terbebaskan dari noda darah. Dia mampu mengalahkan siapa saja yang mengajaknya berkelahi, apalagi jika mereka mencari gara-gara lebih dulu padanya.

Hanya karena Chika terlahir dari keluarga broken home, bukan berarti dia akan berakhir seperti mereka. Chika tidak suka jika orang-orang hanya sibuk menilai keburukannya saja, mereka tak pernah sekalipun mengasihaninya.

Maka dari itu Chika pun menjadi brutal, dan tak membiarkan siapapun mengatakan banyak hal-hal buruk tentangnya.

Saat Chika dengan tak berperasaan menginjak salah satu kaki dari seseorang yang tadi mengatakan keburukan tentangnya. Dia justru tersenyum miring, senyumannya juga begitu mengerikan. Sudah seharusnya dia tidak diganggu sama sekali.

Chika hanya membela dirinya sendiri, dia melindungi dirinya yang sangat tidak berdaya karena tak di cintai. Agar tak ada satupun yang berani merendahkannya. Karena dia yang tak diberikan cinta oleh orangtuanya sendiri, bukan berarti Chika tak bisa berbuat banyak untuk kebahagiaan dalam hidupnya.

"Wah-wah kau tidak main-main ya, bahkan yang kau lawan itu preman dari gang sebelah. Kau memang bisa menunjukkan kehebatanmu itu," kata Endo yang menuruni beberapa anak tangga, untuk mendekat ke arah Chika.

"Kau itu siapa?"

"Kau tidak mengenalku? Hahaha sampai segitunya. Kita sekelas tahu, kau yang suka tidur di kelas. Tapi kau tidak pernah membolos, walaupun orang-orang juga membicarakan kau suka membolos. Kau yang tidak suka di rendahkan. Dan akan memukul siapa saja yang berani menganggapmu menjijikkan," ucapnya dengan sangat percaya diri.

Lagian apa yang dikatakan memang sesuai dengan kenyataannya saja. Entah kenapa juga, Chika tidak marah akan hal itu. Baru kali ini, seseorang mengatakan hal sedemikian. Tanpa ada niatan untuk merendahkannya sama sekali.

Bahkan di balik bibirnya yang pucat itu, dia masih saja tersenyum manis. Dia yang mengatakan bahwa merupakan teman sekelasnya, Chika saja tidak mengetahuinya sama sekali. Mungkin karena dia tidak terlalu memperdulikan orang-orang disekitarnya, beranggapan jika semua orang itu sama saja.

Itu bisa dibuktikan dengan mudah olehnya, bagaimanapun kedua orangtuanya seperti itu. Chika bisa bertahan hidup sampai sekarang karena neneknya, satu-satunya orang yang dipercayai olehnya. Dan seseorang yang memberikan cinta padanya.

"Mau berteman denganku? Aku juga ingin memiliki teman yang kuat."

"Kenapa harus aku? Aku tidak sekuat itu. Aku hanya memberikan mereka pelajaran, karena mereka berani mengatakan hal-hal buruk tentangku. Mereka yang tidak tahu apapun, justru mengatakan banyak hal yang tak sesuai dengan kenyataannya," ucap Chika yang masih terlihat sangat kesal.

Endo menepuk pundaknya, yang kemudian menarik tangannya agar Chika tidak lagi menyakiti mereka yang telah memohon-mohon untuk tidak disakiti lagi. Padahal mereka tetap bersalah, hanya saja Endo tidak ingin melihatnya berlangsung lama. Karena Chika bukan orang sejahat itu, semuanya memiliki alasannya tersendiri.

"Ya aku paham yang kau katakan, dan aku tidak akan menghakimimu. Aku punya satu rahasia, yang tidak diketahui oleh banyak orang. Hanya keluargaku yang tahu, aku menderita penyakit kanker hati. Kemungkinan juga akan segera mati, tapi aku ingin kuat. Aku masih ingin hidup. Membayangkan jika esok hari bisa saja aku mati, rasanya seperti tidak ingin waktu berlalu begitu cepat," katanya sambil menghela napasnya dengan kasar.

Dengan sangat niat pula Chika menjadi pendengar. Baru kali ini, untuk pertamakalinya Chika merasakan ketenangan saat berada di dekat orang lain. Mungkin karena Endo selalu mengukir senyumannya, dia juga tidak mengatakan keburukan tentangnya.

Yang ada Endo selalu mengatakan hal-hal baik, yang membuat Chika merasa sedang dimengerti. Padahal keduanya bisa jadi tidak saling mengenal baik, akan tetapi Endo benar-benar berusaha untuk mengenalnya lebih baik lagi.

"Pada kenyataannya manusia itu takut pada kematian, aku hanya penasaran. Kenapa orang-orang yang melakukan bunuh diri, tidak takut sama sekali pada kematiannya," lirih Chika yang tanpa sadar mengatakan hal itu.

Endo kembali mengukir senyumannya, binarnya yang terlihat indah itu membuat Chika tak mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Ya menurutku mereka tidak bisa menghargai hidupnya. Ada banyak orang-orang yang menderita penyakit mematikan. Tapi mereka justru mati-matian untuk tidak mati, mereka yang masih ada harapan untuk hidup. Justru mengakhiri kehidupannya dengan cepat tanpa mencari alasan untuk tetap hidup," ucap Endo dengan sangat serius sekali. "Bahkan saat memikirkan tentang kematian, aku sudah ketakutan."

Pembicaraan mereka justru menjadi pembicara yang menghangatkan. Mereka yang awalnya tidak pernah dekat, tanpa di sangka-sangka akan terlibat dalam pembicaraan seperti ini. Chika pernah tidak menghargai hidupnya, dia merasa bahwa telah di buang oleh orangtuanya sendiri.

Alasannya untuk hidup juga tidak ada, akan lebih baik jika dia pun memilih untuk mati. Namun, memikirkan masih ada seseorang yang mencintainya. Chika kembali takut pada kematiannya.

"Endo apa kau baik-baik saja? Ah sepertinya aku tidak perlu bertanya seperti ini," ucap Chika langsung tertunduk dalam, karena dia tidak berhati-hati dalam berbicara.

"Ya aku baik-baik saja, setidaknya untuk saat ini. Karena aku masih ingin hidup, berkali-kali aku berusaha untuk tidak mati. Jika aku kalah, maka memang sudah saatnya aku di minta beristirahat dari rasa sakit."

Malam itu keduanya membicarakan hal-hal yang berharga dalam kehidupan mereka. Chika yang hanya di kenal sebagai seseorang yang tidak berperasaan, justru paling tahu caranya untuk mendengarkan orang lain dengan baik. Jika saja dia tidak di lukai, maka Chika tidak akan membalasnya dengan rasa sakit.

Endo memang beruntung, karena dia tidak langsung menyimpulkan keadaan yang dilihatnya. Orang yang terlihat jahat, bukan berarti mereka bukan orang baik. Semuanya memiliki alasannya masing-masing. Keduanya tidak menyadari sama sekali, bahwa pada malam itu mereka telah menjadi seorang teman. Teman yang saling menghargai satu sama lain, dan teman yang berkeinginan untuk saling menjaga agar tidak kehilangan.

Penuh Dengan Kebohongan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang