30. Mengudara Lagi

9.1K 2K 1K
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Ayoo pada vote komen jangan pelit dan malas. Aku malas update lagi kalau kalian gini terus. Yang baca sudah 2k lebih yang vote nggak ada setengahnya...

Komen di setiap paragraf juga jangan cuma next next aja. Ayo hargai penulisnya. Aku sudah mau rajin update malah males kalau kayak gini terus

Semerbak aroma lezat dari dapur tercium, membangunkan Zana dari tidur lelapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semerbak aroma lezat dari dapur tercium, membangunkan Zana dari tidur lelapnya. Perempuan yang masih mengenakan mukenah itu, lantas bergerak duduk dan menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Ia menoleh ke sekitar, Ghazi tidak ada di kamar, Dalam sekejap ia tersadar bahwa dirinya tadi yang berniat merebahkan badan sebentar setelah shalat subuh, justru kebablasan sampai pagi.

"Astaghfirullah, Zana. Kok malah ketiduran sih?" Ia merutuki dirinya sendiri sambil cepat-cepat melepas mukenahnya dan berlari kecil keluar kamar.

Sesampainya di dapur, Zana hanya melihat roti di meja, tapi tidak dengan Ghazi.

Entah di mana laki-laki itu sedang berada, sampai tiba-tiba Zana dikejutkan oleh suara bariton dengan logat Jawa khasnya.

"Sugeng enjing Cah Ayune Mas. Sampun tangi, nggih? Monggo maem rumiyin, rotinipun sampun mateng niki," kata Ghazi seraya tersenyum.

Alih-alih menjawab, yang bisa Zana lakukan hanya diam dan tersenyum karena ia tak paham artinya.

"Nggak ngerti ya, Sayang?" Ghazi terkekeh. Zana mengangguk malu-malu.

"Selamat pagi cantiknya mas. Sudah bangun, ya? Ayo makan dulu, rotinya sudah matang," Ghazi menerjemahkan ucapannya, agar Zana mengerti.

Zana yang sudah mengerti akhirnya mengangguk, menahan salah tingkah. "Tapi kok rotinya cuma satu? Punya Mas mana?"

"Rotinya tinggal satu, buat kamu aja ya. Kamu 'kan nggak bisa kalau sarapan nasi, jadi Mas buatin roti, pisang, dan selai coklat."

"Kok Mas tau aku nggak bisa sarapan berat, nasi?" Zana penasaran.

"Kemarin Mas banyak ngobrol sama ayah, bunda, dan Farzan. Mas mengulik banyak tentang kamu, supaya Mas nggak salah dan bisa memperlakukan kamu sebaik keluargamu," jawab Ghazi, membuat Zana berdebar tak karuan.

Mas-mas Jawa satu ini memang ahlinya membuat jantung berdebar dengan logat bicara dan perlakuannya yang lembut.

"Terus Mas makan apa? Aku masakin pancake ya? Di dapur sudah ada bahannya kok," Zana hendak beranjak, namun segera Ghazi menahan tangannya.

"Sayang, Mas beli nasi campur aja di kantin daripada makan pancake pancake itu, nggak kenyang," ujar Ghazi seraya mengusap-usap perutnya. "Mas terlalu wong ndeso buat sarapan sama pancake," sambungnya terkekeh.

Zana berusaha menahan tawanya. "Ya... Yaudah kalau gitu. Maaf ya, Mas. Soalnya ini juga nggak ada bahan-bahannya buat di masak. Aku bangunnya telat," ia merasa bersalah.

Lentera HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang