Bab 8

144 28 25
                                    

"Gimana bawanya? Tangan gue cuma dua, Ra," ucap Sandi.

"Ya mana gue tau, " jawab Raka sembari memainkan ponselnya.

"Shibal." Sandi ingin sekali melemparkan sepiring batagor yang ada di tangannya ke wajah Raka. Ia sudah sangat muak karena disuruh membawa pesanan temannya itu, belum lagi Noah yang menitip nasi goreng padanya.

Mereka kini tengah berada di kantin yang ramai dengan banyaknya murid yang sedang mengantre menunggu pesanan mereka, sama halnya dengan Sandi, Raka, dan Ezra.

Ketiganya memesan makanan dan minuman untuk dimakan di rooftop. Namun, yang menjadi masalah yaitu pesanan ketiganya cukup banyak sehingga menyulitkan mereka untuk membawanya secara bersamaan.

"Noah ngechat gue, minta buat ke atas temenin dia," ucap Raka berniat untuk pergi.

"Yaudah nih bawa pesenan lo, gue sama Ezra bawa punya kita sama si Noah." Sandi hendak memberikan batagor punya Raka, tetapi pemuda itu malah mengalihkan pandangannya dan menunjuk ke satu titik. Spontan, Sandi memusatkan perhatiannya ke arah yang ditunjuk Raka.

"Tuh, suruh boti kesayangan lo aja, gue buru-buru." Raka menunjuk Rafa di antara kerumunan orang, kemudian ia berjalan pergi begitu saja.

"Woi Rafa!" Sandi memanggil Rafa dengan berteriak agar pemuda itu mendengarnya.
Yang dipanggil menoleh kemudian berjalan mendekat ketika melihat isyarat yang Sandi berikan.

"K-kenapa?" tanya Rafa sedikit takut ketika sudah berada di hadapan Sandi dan Ezra.

"Bantuin kita bawa makanan ke atas." Sandi menyodorkan makanannya ke Rafa dengan sedikit kasar.

"Tapi aku belum pesan apa-apa ...." Rafa mencoba menolak karena ia memang belum memesan apa pun, sedangkan perutnya sudah sangat lapar karena belum diisi sejak pagi.

"Gue gak nanya. Lagian juga lo bisa pesen setelah bantuin kita, kan?" Pertanyaan yang dilontarkan Sandi mampu membuat Rafa terdiam dan terpaksa ia merespons dengan anggukan kepala.

Ezra yang ada di sana hanya diam menyaksikan tanpa berbuat apa-apa, ingin rasanya ia membela Rafa tetapi seperti ada sesuatu yang menahannya.

__

Raka berjalan mendekat ke Noah yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya. Ia berdiri di samping pemuda itu sembari memperhatikan posisi duduk Noah yang kakinya dibuka lebar, membuat sebuah ide muncul di kepalanya.

"Noah." Yang dipanggil segera mengalihkan pandangan ke arah Raka.

Waktunya menjalankan rencana.

"Mas, anu ... pangku mas," goda Raka dengan wajah sok imut dan saling mengetukkan ujung-ujung telunjuknya. (👉👈)

Detik selanjutnya Raka tertawa akibat perbuatan yang ia lakukan. Namun, tiba-tiba saja sebuah tangan menariknya hingga membuatnya duduk di atas pangkuan Noah. Sang pelaku yang menariknya itu menyunggingkan senyum penuh arti.

Noah mendekatkan mulutnya pada telinga Raka lalu berbisik. "Jangan mancing."

Seketika Raka merinding setelah mendengar suara berat Noah tepat di telinganya. Ia hendak membenarkan posisi duduknya agar nyaman, tetapi hal itu malah membuat sesuatu yang ada di dalam celana Noah menjadi tegang akibat bergesekan dengan pantat sintal Raka.

"Enghh." Noah menggeram sambil meremas paha Raka.

"Eh ini apaan dah kok keras-keras gitu?" tanya Raka berpura-pura polos.

Noah tidak mananggapi pertanyaan itu karena merasakan sesuatu di bawah sana sudah menggembung. Ia merutuki dirinya sendiri karena juniornya yang mudah terangsang jika bersama Raka.

Noah sudah tidak kuat lagi. Ia kembali mendekatkan mulutnya pada telinga Raka. "Gue udah gak tahan. Mau di sini atau toilet?"

Mendengar itu, Raka sontak berbalik dan menghadap Noah. Ia mengerti apa maksud dari pemuda itu, ia juga tahu jika Noah sedang menahan sesuatu yang ada di dalam dirinya. Ingat, Raka juga seorang laki-laki, jadi tidak sulit untuk mengetahui hal tersebut.

"Toilet," final Raka dengan seringai jahil.

Setelah mendapat jawaban dari Raka, Noah segera menarik kepala Raka dan meraup bibirnya sedikit kasar, kemudian membawa tubuh itu ke dalam pelukannya sebelum akhirnya menggendong Raka dan membawanya ke toilet tanpa melepas ciuman mereka.

__

"Noah sama Raka ke mana dah? Jangan-jangan mereka malah ke kelas nih," ucap Sandi ketika sudah berada di rooftop.

"Coba telepon," usul Ezra.

Sandi menurut. Ia hendak mengeluarkan ponselnya dari saku celana, tetapi diurungkan ketika Noah dan Raka tiba-tiba muncul.

"Lo berdua abis dari mana?" tanya Ezra.

Belum sempat pertanyaan Ezra terjawab, Sandi lebih dulu menodongkan pertanyaan lain.

"Ra, kok seragam lo dikancingin semua? Tumben banget," kata Sandi saat melihat penampilan Raka yang tidak seperti biasanya.

Kancing seragam Raka yang biasanya terbuka dua dari atas hingga menyebabkan baju dalamnya terlihat, tapi kini seragam itu malah dikancingi semua.

Mata Sandi memincing ketika melihat ada ruam kemerahan di leher Raka. "Anjir! Tau nih gue kalian abis ngapain!"

Semua yang ada di sana sontak memusatkan perhatiannya pada Raka yang terlihat memerah. Sedangkan Noah hanya tersenyum puas setelah melihat karyanya di leher Raka.

"Zra, dikit lagi kita bakal jadi om," kata Sandi dengan senyum jahil dan pandangan yang masih tertuju pada Raka serta Noah.

"Gak usah banyak bacot, gue udah laper. Mana makanan gue?" Raka berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Tuh." Sandi menunjuk batagor yang ada di tangan Rafa dengan dagunya.

Rafa yang sedari tadi diam pun akhirnya memberikan batagornya ke pemuda itu.

"Udah sana pergi," usir Sandi pada Rafa.

Setelah bantuan yang Rafa berikan bahkan mereka tidak berterima kasih, dan malah mengusirnya begitu saja, tetapi walaupun begitu, Rafa tetap menurut. Ia mengangguk lalu berjalan pergi, tapi sebelum itu dirinya lebih dulu mendapat tatapan tajam dari Noah.

"Gapapa Rafa, bantuin temen itu baik kok," batin Rafa, tetap berusaha berpikir positif agar hatinya tidak terluka.


TBC


Gimana menurut kalian chapter ini? Aneh kah atau semacamnya?
Kalau ada yang mau kasih saran atau kritik yang membangun boleh banget, bisa langsung tulis aja di komen. Aku terbuka buat merima pandangan kalian terhadap karyaku ini. Dan makasih udah mampir sama baca ceritaku💫

_
_
_

Mata Kembar Buta [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang