bab 4

293 48 1
                                    

Shani, yang sedang duduk di ruang tamu mansion mewahnya, menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 08.15. Ia mulai tidak sabar menunggu Gracia yang belum juga turun.

“Kenapa lama sekali?” pikir Shani dengan sedikit geram.

Akhirnya, setelah beberapa menit, Gracia muncul di tangga dengan langkah yang masih agak ragu. Wajahnya terlihat tegang dan sedikit pucat.

“Gracia, cepatlah. Aku ada pertemuan penting sebentar lagi,” ucap Shani dengan nada datar namun terdengar seperti perintah.

Gracia hanya mengangguk pelan, kemudian mengikuti langkah Shani ke arah mobil yang sudah disiapkan di depan mansion. Shani masuk lebih dulu ke dalam mobil, diikuti Gracia yang duduk di sampingnya, mencoba untuk tidak mengganggu keheningan yang terasa cukup mencekam itu.

---

Di Cafe Tempat Rapat

Di cafe, pertemuan antara Shani dan Jessica Candra atau yang lebih dikenal sebagai Jessi, sudah dimulai. Mereka membahas bisnis senjata dan perjanjian kerja sama yang akan membawa keuntungan besar bagi kedua belah pihak. Gracia duduk di pojok ruangan, mencoba menahan rasa canggungnya.

Shani fokus pada diskusi, namun sesekali melirik ke arah Gracia yang tampak tidak nyaman di tempatnya. Sesuatu di dalam dirinya terasa aneh, seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya tentang gadis itu.

Setelah pertemuan selesai, Shani kembali ke mobil bersama Gracia, menuju ke pertemuan berikutnya dengan Cornelia Vanesa di sebuah lokasi yang dirahasiakan. Namun, di tengah perjalanan, Gracia mulai merasakan mual yang tidak bisa ia tahan.

“Berhenti... aku merasa mual...” ucap Gracia tiba-tiba sambil menutup mulutnya dengan tangan.

Niko, yang sedang menyetir, segera menepikan mobil ke pinggir jalan. Gracia keluar terburu-buru dan muntah di tepi jalan. Shani keluar dari mobil, memasang raut wajah khawatir yang jarang terlihat.

“Apa yang terjadi? Kau sakit?” tanya Shani dengan nada yang lebih lembut, berbeda dari biasanya.

Gracia hanya menggeleng sambil mengatur napasnya. Shani menatap gadis itu dengan raut wajah bingung, namun memutuskan untuk tidak menekan lebih jauh. Mereka melanjutkan perjalanan, dan Shani menyimpan kekhawatiran di dalam hatinya.

---

Malam Hari di Mansion

Setelah semua rapat selesai, Shani dan Gracia kembali ke mansion. Gracia, yang masih merasa tidak enak badan, memutuskan untuk beristirahat di kamarnya. Shani, yang tidak bisa menghilangkan perasaan khawatirnya, memanggil dokter pribadi untuk memeriksa kondisi Gracia.

Saat dokter tiba dan melakukan pemeriksaan, Shani berdiri di luar kamar, menunggu dengan gelisah. Beberapa saat kemudian, dokter keluar dari kamar dengan ekspresi serius.

“Bagaimana, Dok? Apa yang terjadi padanya?” tanya Shani dengan nada cemas yang jelas terdengar.

Dokter tersebut menatap Shani dengan ragu sebelum menjawab, “Nona Gracia hamil, Tuan Shani.”

Shani terdiam sejenak, seperti tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Ekspresi wajahnya berubah dari bingung menjadi tidak percaya, lalu perlahan berubah menjadi senyum penuh kemenangan.

“Hamil? Tapi... bagaimana mungkin?” tanya Shani dengan nada setengah tertawa, mencoba memahami situasi ini. “Aku divonis mandul, kan?”

“Keajaiban bisa terjadi, Tuan Shani,” jawab dokter itu dengan sopan. “Namun, kehamilannya ini masih sangat muda, perlu penjagaan yang sangat ketat agar tetap sehat.”

Shani mengangguk pelan, mengatur wajahnya kembali serius sebelum masuk ke kamar Gracia. Gracia menatap Shani dengan raut bingung, tidak tahu apa yang baru saja dibicarakan di luar pintu.

“Ada apa?” tanya Gracia dengan suara lemah, merasakan perubahan di ekspresi Shani yang terlihat sedikit aneh.

Shani mendekat, kemudian duduk di tepi tempat tidur Gracia, menatap gadis itu dengan mata yang berbinar. “Kau hamil, Gracia.”

Gracia membelalakkan matanya, tidak mempercayai apa yang baru saja ia dengar. “A-apa? H-hamil? Aku... aku tidak mungkin hamil, bukan?”

Shani tersenyum tipis, lalu mengusap lembut rambut Gracia. “Kau memang sedang hamil, dan itu berarti... tugasmu baru saja dimulai.”

Gracia terdiam, merasa dunia di sekitarnya berputar. Ketakutan dan kebingungan bercampur aduk di dalam benaknya, sementara Shani memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Gracia sadar bahwa kehidupannya kini benar-benar berubah, dan ia tidak lagi bisa melarikan diri dari masa depan yang sudah digariskan oleh Shani.

Shani berdiri, lalu menatap Gracia dengan pandangan yang lebih serius. “Aku akan memastikan kehamilanmu ini terjaga dengan baik. Jika kau butuh sesuatu, katakan saja pada para pelayan di sini. Kau tahu kan, aku tak akan ragu melakukan apa pun demi mendapatkan apa yang kuinginkan.”

Gracia mengangguk pelan, merasa takut sekaligus bingung dengan perubahan sikap Shani yang tiba-tiba lebih perhatian. Ia hanya bisa berharap agar dirinya dan bayinya bisa selamat dari semua ini.

Shani, di sisi lain, merasakan campuran perasaan yang aneh. Di satu sisi, ia merasa seperti sudah menang dari takdir yang dulu menghukumnya sebagai mandul. Di sisi lain, ada perasaan lain yang perlahan muncul, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya—mungkin sebuah harapan akan masa depan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

---

Bagaimana kisah Gracia menghadapi kehamilannya di bawah pengawasan Shani? Akankah Shani mulai menunjukkan sisi lain dirinya yang lebih lembut, atau justru akan semakin kejam demi memastikan kelahiran anak yang ia tunggu-tunggu?

VOT JANGAN LUPAA

budak dan tuan shaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang