bab 6

302 47 0
                                    


---

Beberapa Minggu Kemudian di Mansion

Waktu berlalu, dan kehamilan Gracia menjadi topik utama di mansion itu. Shani memastikan Gracia mendapatkan perawatan terbaik—makanan bergizi, pemeriksaan rutin, dan bahkan pengawal pribadi untuk memastikan tidak ada yang mencurigakan. Namun, kendati perlakuan itu tampak perhatian, Gracia merasakan tekanan yang semakin menekan. Di setiap langkahnya, Gracia tahu Shani selalu mengawasi.

Gracia sering kali termenung di kamarnya, memandang ke luar jendela. Ia merindukan kebebasan, kehidupan lamanya, meskipun sekarang tidak ada pilihan lain selain tetap berada di bawah bayang-bayang Shani. Sementara itu, Shani tampak semakin terobsesi dengan kehamilan Gracia, seperti menemukan harapan baru yang sebelumnya terasa mustahil.

---

Suatu Malam di Balkon Mansion

Shani berdiri di balkon, menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Ada secercah kebahagiaan yang ia rasakan, namun rasa cemas yang aneh terus menghantuinya. Ia merenungkan pertemuan dengan Gracia yang telah mengubah segalanya. Kehadiran gadis itu membuatnya mempertanyakan banyak hal—tentang masa lalunya, tentang dirinya sendiri, dan tentang perasaan yang tidak pernah ia kenali sebelumnya.

Langkah-langkah lembut terdengar dari belakang, dan Shani menoleh. Gracia berdiri di ambang pintu balkon, memeluk tubuhnya sendiri seolah berusaha menghangatkan diri dari udara malam yang dingin.

“Kau belum tidur?” tanya Shani tanpa menoleh lagi, masih memandang jauh ke kegelapan malam.

Gracia menggeleng pelan. “Aku tidak bisa tidur. Terlalu banyak yang kupikirkan.”

Shani menoleh kali ini, menatap Gracia yang tampak rapuh. Ada sesuatu dalam diri Gracia yang membuatnya ingin melindungi gadis itu, namun di saat yang sama, ia tidak bisa sepenuhnya menyingkirkan sisi dirinya yang dingin dan mendominasi. Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya mendekat, berdiri di samping Gracia.

“Kau takut?” tanya Shani, suaranya terdengar lebih lembut daripada biasanya.

Gracia menundukkan kepala, lalu mengangguk perlahan. “Aku takut... tentang semuanya. Tentang bayi ini... tentang dirimu.”

Shani menghela napas panjang, lalu tanpa sadar meraih tangan Gracia dan menggenggamnya erat. Gracia menatapnya, terkejut dengan gerakan itu, namun ia tidak menolak.

“Aku akan memastikan kau dan bayi itu baik-baik saja, Gracia. Itu janji yang akan kutepati,” ucap Shani dengan nada yang sulit dibaca. Ada ketegasan di sana, namun juga kehangatan yang jarang ia tunjukkan.

Gracia terdiam, merasakan kehangatan di genggaman Shani. Ia tahu Shani bukan orang yang mudah dipercaya, tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan matanya. Mungkin, hanya mungkin, ia bisa sedikit berharap pada janji itu.

---

Hari-Hari yang Berlalu

Minggu demi minggu berlalu, dan kehamilan Gracia semakin jelas terlihat. Shani tetap setia mengawasi setiap detail, bahkan terkadang terlibat langsung dalam hal-hal kecil yang menyangkut kesejahteraan Gracia. Mereka mengunjungi dokter bersama, memilih pakaian yang nyaman, dan memastikan makanan yang disajikan selalu terbaik untuk kesehatan Gracia.

Di tengah segala pengawasan itu, Shani mulai menunjukkan sisi lembutnya. Ia sering kali menemani Gracia di taman mansion, mendengarkan cerita-cerita sederhana yang Gracia bagikan tentang masa kecilnya. Di momen-momen ini, Shani menemukan ketenangan yang berbeda dari dunia bisnis yang penuh intrik dan ketegangan.

Gracia pun, meskipun masih merasa tertekan, mulai melihat sisi lain dari Shani. Ia mulai mengenali bahwa di balik sikap dingin dan tegasnya, ada luka masa lalu yang mendalam, dan mungkin rasa takut yang sama tentang masa depan.

---

Malam Penuh Ketegangan

Namun, di balik kedamaian yang tampak itu, ancaman mulai mendekat. Beberapa rekan bisnis lama Shani, yang merasa tidak senang dengan perubahan arah bisnisnya, mulai mengirimkan peringatan. Mereka merasa Shani terlalu memfokuskan dirinya pada hal-hal yang dianggap remeh, dan mengesampingkan urusan-urusan penting.

Pada suatu malam, Shani menerima telepon dari Cornelia Vanesa, rekannya yang cukup dekat. Suaranya terdengar serius dan mendesak.

“Shani, kau tahu bahwa banyak pihak yang mulai tidak senang dengan arah yang kau ambil. Mereka berpikir kau telah melemah. Fokusmu pada Gracia dan anak itu dianggap kelemahan.”

Shani mengerutkan kening, menahan amarah yang membara di dalam dirinya. “Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya kulakukan, Cornelia. Mereka tidak mengerti.”

“Tapi mereka akan bertindak jika merasa kau menjadi ancaman bagi mereka. Mereka tidak akan ragu untuk mencelakai Gracia atau anak yang sedang dikandungnya jika mereka merasa perlu.”

Kata-kata Cornelia itu menghantam keras, membuat Shani terdiam sesaat. Ketenangan yang sempat ia rasakan seketika menguap. Shani tahu, ia tidak bisa membiarkan ancaman ini berkembang lebih jauh. Demi Gracia, demi bayinya, dan demi masa depan yang kini mulai terlihat dalam angan-angannya.

---

Keesokan Harinya

Shani mengambil langkah yang lebih drastis. Ia memperketat penjagaan di mansion, memastikan setiap akses ke Gracia dibatasi hanya untuk orang-orang yang ia percayai sepenuhnya. Di saat yang sama, ia mulai merancang rencana untuk menghentikan ancaman dari para pesaingnya.

Gracia, yang menyadari perubahan suasana di mansion, tidak bisa menahan rasa cemasnya. “Apa yang terjadi, Shani? Kenapa semua penjagaan tiba-tiba ditingkatkan?”

Shani menatap Gracia, mencoba menenangkan kecemasan di matanya. “Ada hal-hal yang perlu kutangani. Tapi jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan apa pun membahayakanmu atau bayi ini.”

Namun, di dalam hati Gracia, ia tahu bahwa segala ketenangan ini adalah semu. Bayangan ancaman itu masih terasa mengintai, seperti badai yang siap datang kapan saja.

---

Bagaimana Shani akan menghadapi ancaman yang semakin mendekat? Apakah Gracia akan tetap berada di bawah perlindungan Shani, atau justru menjadi pusat dari konflik yang lebih besar? Dan akankah janji Shani untuk melindungi mereka berdua bertahan di tengah kekacauan yang mungkin terjadi?

budak dan tuan shaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang