Bab 11

17 15 1
                                    

"Tunggu sebentar, apa maksudnya ini? Aku tak meminta kalian untuk membawa Viendra, aku meminta kalian membawa orang yang ada di gambar ini," kata Gerald sedikit kebingungan ketika pengawalnya membawa Viendra di hadapannya.

Salah satu dari mereka kemudian menjelaskan. "Dia ketauan berkhianat atas kerjaan ini, kami tidak sengaja memergokinya."

Gerald tampak terkejut saat mendengar informasi itu, kemudian dia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju Viendra. "Apa yang dikatakan itu benar? Kau yang melakukannya? Tidak kusangka, ya? Anak yang dirawat dengan senang hati justru membawa kepada kehancuran."

"Aku tidak peduli lagi dengan perkataanmu, aku sungguh tak peduli! Kau tau apa maksudku?" kata Viendra dengan kepercayaan diri, ia sudah tidak takut akan ancaman yang akan didapatkannya.

Tentu saja hal itu membuat Gerland merasa kesal. "Sudah berani melawan, ya?"

Viendra kemudian membalas perkataan itu. "Untuk apa aku takut? Tak ada hal yang harus kutakuti, lucu saja, ya? Aku takut kepadamu. Seharusnya ini tidak terjadi ... Tetapi, karena rasa iri dan dengki yang ada di hatimu menyebabkan konflik yang tak kunjung usai."

Amarah Gerald yang tak tertahankan itu telah mencapai batasannya, sekarang ia tidak segan untuk menampar keras pipi Viendra. 

Plak! 

Viendra serentak dengan hal itu, kemudian ia memegangi pipinya yang merah. "Aku berkata fakta, kenapa harus menamparku, hah? Sebenci itu dirimu dengan kemajuan mereka?" 

"Bukan urusanmu itu, dasar tidak tau terima kasih! Kau sudah dirawat dengan penuh kasih sayang olehku, dan ini yang kudapatkan darimu?"

"Pftt...lucu, ya?" Ia tertawa getir karena tak menyangka akan dimendapatkan jawaban seperti itu. 

"Dirawat dengan penuh kasih sayang ... apa aku nggak salah denger ini. Sejak kapan hal itu terjadi? Aku akui memang kau telah merawatku dengan baik ... terlalu baik malahan hingga membuatku muak." 

"Kau ... benar-benar, ya ...selalu membuat darahku naik mendidih. Apa maksudmu mengatakan hal itu? Aku tak terima dengan itu, Viendra. Tidak sepantasnya kau berkata seperti itu, tanpaku mungkin sekarang kau sudah gila atau mungkin mati karena kalaparan." 

Viendra mengendihkan bahunya kemudian mencoba untuk mengontrol emosinya itu agar tidak meluap-luap. "Baiklah, akan aku ucapkan terimkasih karena telah merawatku dengan sepenuh hati, tapi ada hal yang ingin kubicarakan denganmu. Bisa suruh mereka pergi sebentar? Hanya kau yang ingin kuajak berbicara." 

Garlad mengaguk pelan dan setelah itu mereka berdua berdiri berhadapan. Gerlad menatap sinis Viendra, ia tak menerka bahwa ini yang akan terjadi. "Apa yang sebenarnya kau inginkan? Jika alasan kenapa aku melakukan ini ... kau tak perlu mengetahuinya. Hal itu jelas tidak memiliki hubungan denganmu, Viendra. Cepatlah aku sudah tidak memiliki banyak waktu hanya untuk berbicara denganmu," katanya malas. 

"Aku sudah tau apa alasannya. Jadi, tidak perlu kau jelaskan lagi. "Sebuah pengakuan tersebut berhasil membuat Gerlad tampak kebingugan ia tidak pernah menduga bahwa Viendra akan mengetahuinya. 

"Bagaimana caramu mengetahui hal itu, Viendra. Selama ini aku merahasiakannya darimu, jelaskan padaku sekarang juga," desak Gerlad. 

Namun, tidak semudah yang dipikirkan. Viendra tak akan menceritakan bagaimana cara ia mengetahui informasi penting itu. "Jangan memaksaku untuk bercerita, ya. Aku tentu saja mengetahui dengan caraku sendiri. Jadi, lebih baik... aku sarankan hentikan semua ini. atau kerajaan ini akan merasakaan derita yang dirasakan oleh rakyat kerajaan Adora." 

"Anu, bagaimana caranya? Kau saja datang kemari karena tertangkap bukan? Cih, mimpi saja dulu," ucap Gerlad. 

"Itu menurutmu, liatlah nanti. Aku permisi." 

Kiana ArsabillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang