"Kumohon aku akan menjelaskannya, jangan pergi dulu," kata Viendra memohon-mohon."
"Wah, kau sudah sadar, ya? Tapi, sayangannya aku gak akan mempercayaimu lagi, Viendra," ucap Kiana kemudian ia meninggalkan Viendra berdiam kaku di sana.
~•~•~•~
"Ayo, pergi. Kita sudah tidak ada waktu lagi untuk memikirkannya," kata Kiana.
Azlan terkejut atas ucapan Kiana yang menyuruhnya untuk cepat-cepat pergi, begitu pula dengan Asha yang tampak kebingungan.
"Kak, kalau ngomong tuh yang bener bisa, gak?" "Jangan, becanda!" protes Asha.
"Aku nggak becanda, ayo pergi dari sini, aku tidak mau berlama-lama lagi berada di tempat seperti ini."
"Kau gila. Aku yang menyusun rencana susah-susah, dengan mudahnya kau menyuruhku seperti itu? Apa yang kau akan lakukan sih emangnya?" tanya Azlan sedikit membentak.
"Aku akan pergi ke sana, aku akan membalaskan dendamku, maka aku butuh bantuanmu, Azlan."
Azlan menerjap terkejut ketika mendengarkan itu. "Apa aku tidak salah dengar, bisa kau ulangi perkataanmu itu?"
"Aku malas untuk mengulanginya lagi, bisa cepat tidak?" katanya malas.
"Memangnya kau sudah menyusun rencana? Jangan lakukan sesuatu yang belum kau susun dengan sempurna, Kiana!" Nada suara Azlan sedikit ditinggikan.
"Apa yang dikatakan Azlan benar, Kak. Jangan mengambil keputusan di luar dari rencana, kita. Aku satu pendapat dengan Azlan, jika kakak ingin pergi. Pergi saja sendiri, tetapi jangan harap kami bisa ikut."
"Aku tau tentang itu, aku tau aku telah banyak bertindak ceroboh dan menyusahkan kalian, tapi...Tolong, terima usulanku kali ini aja."
Asha kemudian menoleh ke arah Azlan. "Gimana menurutmu, boleh juga usulannya, tapi aku belum bisa memastikannya."
Azlan tetap menggeleng tidak setuju dengan saran yang diajukan Kiana. "Maaf, aku nggak setuju dengan usulanmu kali ini, Kiana. Tanpa perencanaan yang matang akan berisiko, kuharap kau mengerti."
"Tap-" ucapannya diputus cepat oleh Azlan.
"Nggak ada tapi-tapi lagi, aku nggak mau rencana kita gagal. Ada hal yang harus kita bicarakan, tetapi gak di sini tempatnya,” kata Azlan sembari menarik pergelangan tangan Kiana, kemudian diikuti oleh Asha.
"Eh, kau mau membawaku ke mana?" gerutu Kiana kesal.
Azlan hanya dapat mengelus dadanya kasar untuk menghadapi persoalan ini perlu dihadapi dengan sabar. "Jangan banyak bertanya ikuti saja, kau akan tau jawabannya nanti, terus sama satu lagi berhenti mengeluh kesahkan."
"Huh, iya deh, iya. Lagi pula aku hanya memastikan saja." Kiana bergumam pelan.
Azlan kemudian menyeletuk, "Aku denger, lho. Suaramu emang kecil, tapi aku dapat mendengarkan dengan jelas."
~•~•~•~•~
"Sudah sampai. Sekarang lihatlah dengan mata kepalamu sendiri, Kiana. Lalu renungkan, gak malu, ya? Kita sudah membuang banyak waktu untuk berdebat di perjalanan, melihat mereka yang sedang berjuang untuk mempertahkan wilayah ini sangat sulit."
Kiana tidak dapat bersuara atau mengatakan sepatah kata pun melihat rakyat wilayah Hasya ini berjuang keras untuk mempertahankannya. "Ini yang kau ingin katakan?" tanya Kiana suaranya sedikit bergetar.
Azlan mengganguk pelan. "Tentu saja, sekarang kau akan tetap mengusulkan rencanamu itu, atau mengikuti rencana yang telah kita buat bersama?"
Belum sempat menjawab sudah ada salah satu warga menghampiri mereka. "Azlan! Bagaimana ini? Mereka telah mencapai titik ini, jika dibiarkan begitu saja maka seluruhnya akan lenyap...Eh,-" Ucapan orang itu sekita terhenti, ia tidak menyangka akan bertemu dengan dua putri kerajaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiana Arsabilla
FantasiTerjadinya sebuah peperangan hebat antara dua kerajaan pada masa itu disebabkan oleh rasa benci dari pimpinan Kerajaan Aldmoor atas kemakmuran yang terjadi di Kerajaan Adora. Pemimpin Kerajaan Aldmoor sangat ingin Kerajaan Adora mengalami kemunduran...