Hal. 5

50 7 0
                                    

Usai sudah serangkaian urusan Nadhifa di luar kota. Kini ia sudah kembali ke rumah dan sesampainya di rumah, Nadhifa buru-buru tidur karena matanya yang sudah berat karena kantuk yang ia rasa sudah tak tertahan kan lagi padahal dia belum bersih-bersih, belum makan siang juga. Ibunya sudah mewanti-wanti Nadhifa untuk makan terlebih dahulu namun Nadhifa menolaknya dan akan nanti juga sudah bangun.

Malam harinya Nadhifa terbangun dengan keadaan badan yang sakit-sakit dan kepala yang pusing. Efek jetlag membuat fisiknya jadi kelelahan. Nadhifa berjalan keluar kamar membawa sebuah handuk kemudian mandi dan berganti pakaian. Seusai itu dia menuju meja makan saat melihat ibu, bapak, dan adiknya tengah berkumpul untuk makan malam.

"Kerjaanmu lancar, Nad?"

"Alhamdulillah lancar, Pak. Aku juga dapet promosi jadi kepala cabang di daerah situ, tapi aku masih mikir-mikir."

"Loh, berarti nanti kalau mau kakak bakal di mutasi?"

"Belum tentu, Sa. Nanti kan ada tes dan segala macemnya, kalau lulus ya kakak dimutasi. Tapi kantor ngasih kakak kesempatan buat bikin selama sebulan."

"Menurut ibu sama bapak gimana?"

Ibu menatap Nadhifa. "Kerjaanmu pasti jadi tambah berat nantinya, selama kamu yakin bisa menjalani itu ya ibu dukung-mendukung saja toh."

"Bapak juga sama. Apapun keputusan kamu, bapak akan dukung. Kamu juga sudah dewasa, sudah tahu dan sudah bisa mengukur mana yang terbaik buat kamu."

Nadhifa hanya mengangguk. Jadi orangtuanya setuju-setuju saja bila Nadhifa dimutasi ke tempat itu. Sudah sejak lama Nadhifa ingin dimutasi, alasannya simple, dia mau hidup dengan suasana yang baru mengingat dari mulai Nadhifa SMP sampai detik ini dia masih tinggal di sini. Nadhifa mulai bosan dengan lingkungannya, dia mau mencoba suasana baru. Hanya saja ada beberapa hal yang mengganggu Nadhifa, salah satunya Hanin.

Saat atasannya menawarkan promosi itu, Nadhifa langsung teringat pada Hanin. Rasa tidak rela meninggalkan wanita itu langsung hinggap dibenaknya. Nadhifa berpikir jika berjauhan nanti maka Nadhifa akan sulit bertemu Hanin lagi. Nadhifa tidak ingin itu terjadi. Dia hanya ingin, ingin berdekatan dengan Hanin. Selama seminggu di luar kota memberikan efek yang aneh bagi Nadhifa.

Dia merindukan Hanin sepanjang hari, memikirkannya dan juga penasaran dengan apa yang dia lakukan selama Nadhifa pergi.

Nadhifa menghela napas. Ia bingung dengan apa yang saat ini terjadi pada dirinya. Hanin tak sekalipun pergi dari pikirannya dan hal itu membuat Nadhifa stress sendiri. Dia ingin menemui Hanin, secepatnya.

***

Nadhifa sudah berada di depan kostan Hanin dan langsung mengetuk pintu kost dan ia langsung disambut oleh senyum manis Hanin. Hanin langsung menyuruh Nadhifa masuk.

Kali ini Nadhifa membawa pizza serta cemilan lainnya.

"Hay, lama gak ketemu," kata Hanin.

"Iya, nih. Aku baru pulang dari luar kota sampai gak sempet buat telpon kamu lagi."

"It's okay, aku ngerti kalau kamu sibuk." Hanin tersenyum tipis. "Gimana kerjaan kamu?"

"Lancar, meskipun ada sedikit masalah."

Hanin dapat merasakan keengganan Nadhifa dalam membahas pekerjaan. Hanin pun tak membahas masalah pekerjaan lagi, keheningan muncul diantara mereka. Nadhifa terlihat tengah sibuk dengan ponselnya, ada beberapa orang yang menelepon Nadhifa dan mereka terlibat obrolan cukup lama. Alhasil karena merasa bosan, Hanin pun menghidupkan smart tv nya dan memilih-milih film yang bagus. Pilihannya jatuh pada drama Korea berjudul Vincenzo yang menceritakan tentang mafia yang berusaha untuk mengambil emas dari dalam gedung plaza geum-ga. Hanin mulai larut dalam tontonannya sampai ia tak sadar kalau Nadhifa sudah selesai dengan urusannya.

Loving can Hurt (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang