Satu Minggu. Hanya satu Minggu waktu yang tersisa untuk Nadhifa memikirkan tawaran mutasi dari atasannya. Nadhifa masih harus berpikir berulangkali, untuk memutuskan keputusan yang akan dia pilih. Dia harus menimbang antara keuntungan dan kerugian yang akan dia dapat.
Tawaran dari atasannya cukup menggiurkan. Banyak keuntungan yang akan didapat Nadhifa, terutama dalam hal gaji. Gaji Nadhifa naik bahkan tiga kali lipat dari posisinya saat ini, tetapi Nadhifa masih memikirkan hal lain. Hanin. Rasanya sulit jika harus berpisah dengan Hanin untuk jarak yang amat jauh itu.
Nadhifa tahu sejak kapan Hanin memiliki posisi penting dihatinya, yang jelas keberadaan Hanin membuat Nadhifa bingung antara menerima atau menolaknya lagi?
Di satu sisi ini kesempatan yang bagus untuk karirnya, tetapi di sisi lain Nadhifa tidak mau berjauhan dengan Hanin. Hanin itu penting. Bahkan Hanin berhasil membuat Nadhifa lupa tentang Rudi dan masalah-masalah lainnya.
Beberapa Minggu ini mereka kerap kali menyempatkan untuk menghabiskan waktu bersama, sekedar untuk bertemu kemudian menceritakan masalah-masalah yang dihadapi selama bekerja. Mereka menghabiskan waktu berdua di kostan Hanin mengingat keduanya sama-sama tidak suka jika harus jalan keluar panas-panasan. Beda cerita jika Nadhifa punya mobil, mungkin dia juga akan mengajak Hanin jalan-jalan.
"Nad mau ke rumah Hanin dulu ya, Bu."
"Ibu titip ini buat Hanin." Ibu memberikan tempat makan untuk dibawa oleh Nadhifa.
***
Setelah menempuh perjalan tiga puluh menit akhirnya Nadhifa sampai juga dikediaman Hanin. Nadhifa segera naik ke atas dan ia melihat pintu kostan Hanin terbuka. Ia masuk dan melihat seorang anak kecil tengah digendong oleh Hanin. Hanin berusaha menenangkannya karena bocah itu sedang menangis. Tak lama kemudian muncul seorang pria dewasa membawa sebuah botol susu untuk bocah itu.
"Ehem,"
Mereka menoleh pada Nadhifa. Hanin tersenyum ramah seperti biasa kemudian mempersilakan Nadhifa masuk. Pria yang tadi bersama Hanin menatap Nadhifa penasaran. "Dia siapa Ma?"
"Nadhifa, temen aku."
"Ohh, Nadhifa yang sering kamu ceritain itu." Hanin mengangguk.
"Kenalin saya Tomi," Laki-laki bernama Tomi itu mengulurkan tangannya kemudian bersalaman dengan Nadhifa.
Nadhifa mengenalkan dirinya secara resmi tapi dia masih bingung sebenarnya Tomi itu siapa dan kenapa ada di kamar kost-an Hanin.
"Oh iya ini Kenzo, anak aku."
"ANAK?!" Tanpa sadar Nadhifa mengeraskan suaranya, terkejut. Demi apapun.
Makanan ditangannya hampir tumpah jika saja Nadhifa tidak berhati-hati. Nadhifa berusaha untuk tenang. Kalau bocah ini anak Hanin, lalu Tomi...? Suaminya? Jadi Hanin sudah menikah? Apa-apaan ini?
"Iya anak, dan ini Tomi, suamiku."
"Iya Nadhifa, saya Tomi. Saya baru pindah ke sini jadi baru sempat ketemu kamu. Ngomong-ngomong terima kasih ya sudah menemani Hanin selama di sini."
"I-iya. Panggil aja Nad, Salam kenal." Nadhifa berusaha mengendalikan diri. "Kayanya aku datang diwaktu yang kurang tepat ya."
"Enggak, Nad. Justru aku mau ngundang kamu pas barang-barang Kenzo sama Mas Tomi udah aku beresin, tapi ternyata kamu datang lebih awal."
"Ah gitu." Nadhifa tersenyum tipis. Ia bergerak menyentuh pipi anak laki-laki yang berada di gendongan Hanin. Anak laki-laki itu terlihat lucu, kulitnya putih dan sedikit memerah di bagian pipi, mirip sekali dengan Ibunya. Siapa sangka ternyata Hanin lebih dulu menikah dan punya anak tanpa Nadhifa ketahui sebab Nadhifa tak menyangka jika hal itu sudah terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving can Hurt (Tamat)
ChickLitNadhifa terjebak cinta yang rumit setelah ia bertemu kembali dengan teman semasa sekolahnya. Akankah dia mengikuti egonya atau berhenti dan kembali pada kodrat yang semestinya?