Hal. 8

46 6 0
                                    

Hari ini Nadhifa tidak memiliki banyak waktu untuk sekedar membuka ponselnya. Alhasil saat pulang, Nadhifa baru membaca sederet pesan yang dikirimkan oleh Hanin yang mengajaknya ke mall bersama Kenzo dan Tomi. Hanin bilang dia ingin melihat Nadhifa dekat dengan anak dan suaminya, Hanin yang aneh. Apakah dia ini polos atau bagaimana? Bagaimana kalau Nadhifa memiliki niat merebut Tomi? Nadhifa niatnya tak membalas pesan itu, akan tetapi satu pesan kembali masuk ke ponselnya.

Hanin mengabarkan jika mereka berada di mall dekat dengan tempat Nadhifa bekerja dan meminta Nadhifa datang jika berkenan. Nadhifa merasa lelah dengan pekerjaannya hari ini, jadi dia tidak bisa menyanggupi keinginan Hanin.

Hari ini terasa berat ditambah lagi dengan ketidaksengajaan yang membuatnya terjebak dalam kesulitan. Bagaimana bisa ditengah siang bolong tadi tiba-tiba datang seorang pria yang hendak melakukan audit perusahaannya dan sialnya laki-laki itu justru mempermalukan Nadhifa di depan Queen. Untung saja laki-laki itu hanya mengatakan hal-hal tak masuk akal tersebut hanya kepada Queen.

Jika kepada orang lain maka bisa gawat, Nadhifa yakin gosip akan tersebar luas dan kehidupan pribadinya akan menjadi perbincangan banyak orang. Nadhifa enggan membuka sedikitpun tentang masalah pribadinya di kantor apalagi menjadi konsumsi banyak orang, jadi Nadhifa harus menutup mulut Queen agar wanita itu tak berbicara kepada orang lain lagi.

Yang jadi masalah di sini adalah, pria itu. Nadhifa takut kalau pria itu tipikal laki-laki yang ember bocor dan senang mengumbar aib, mungkin kantor tidak akan memecatnya karena itu urusan pribadi, tetapi Nadhifa pasti tidak akan nyaman jika berada di situasi yang menyulitkan dirinya.

Nadhifa memijat pelipisnya. Pening. Belum lagi banyak masalah yang terjadi sehingga dia harus meng-handle nya sendiri dan tak bisa mengandalkan anak buahnya. Jika begini terus, Nadhifa tidak yakin dia mampu jika di mutasi, terlebih lagi jabatan di sana lebih tinggi daripada di sini. Kewajiban dan tanggungjawab yang lebih besar harus dia emban sendiri, dan Nadhifa sendiri mulai ragu dengan kemampuannya me-manage masalah yang akan datang.

"Hey, kamu kenapa kok suntuk banget?"

Laki-laki yang lengkap dengan kemeja putih serta celana hitam panjangnya menghampiri Nadhifa dan hal tersebut membuat Nadhifa menyesal karena tak langsung pulang dan harus kembali berpapasan dengan pria menyebalkan ini.

"Bukan urusan kamu mau saya murung kek, miring kek. Suka-suka saya," kata Nadhifa dengan jutek sembari memakai helm ke kepalanya.

"Hei hei."

"Hai hei hai hei Mulu. Situ member jeketi?" Nadhifa mulai jengah dengan kehadiran pria ini.

"Waktu malam itu kamu ganas banget diranjang, kenapa sekarang jutek gini? Kamu bikin aku sakit, Nad."

Nadhifa mendengus geli mendengar perkataan pria aneh ini. "Dengar ya, yang kemarin itu kecelakaan. Saya mabuk dan kamu ngambil kesempatan, jadi lebih baik kamu minggir sekarang sebelum saya lapor polisi."

"Oh ya? Mana mungkin kecelakaan tapi minta terus sampai lima kali."

Lima kali apanya? Nadhifa masih polos, dia tak paham apa yang diucapkan oleh pria ini. "Awas!"

"Jangan pergi dulu dong, kita belum selesai bicara."

"Apalagi sih? Tolong kerja samanya dengan tidak membawa-bawa masalah pribadi. Atau saya bikin pengaduan ke kantor Anda  supaya anda dipecat." Jika Nadhifa sudah berbicara formal seperti itu, artinya dia sudah mulai bisa membalikkan keadaan. Nadhifa sudah tak peduli jika nantinya kasus tersebut akan menyebar karena yang terpenting sekarang adalah cara pulang dari kantor dengan selamat ke rumah sebab yang Nadhifa inginkan sekarang hanyalah tidur dengan cepat sebelum kembali lembur.

Loving can Hurt (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang