MarNiel - Harus Mau

860 80 26
                                    

Sequel 'MarNiel - Pengantar Pizza'

.

Ting tong

Suara bel pintu menggema di seluruh rumah. Marsha, yang sedang duduk di sofa sambil menikmati secangkir teh hangat, segera bangkit dan berlari kecil menuju pintu rumahnya. Ada perasaan gugup yang aneh menggelitik perutnya, seperti gelembung udara yang terus-menerus muncul. Tangannya dengan cemas merapikan rambut yang sedikit kusut dan menepuk-nepuk bajunya untuk memastikan tak ada debu yang menempel. Hatinya berpacu lebih cepat dari biasanya.

Ketika Marsha membuka pintu, di depannya berdiri seorang pria muda dengan jaket dan topi pengantar pizza berwarna merah, pria itu lah yang belakangan ini membuat pikirannya tak pernah tenang. Siapa lagi kalau bukan Oniel—seseorang yang kini terasa lebih dari sekadar pengantar pizza.

"Hai, kak Oniel..." sapa Marsha dengan senyum lebar, berharap bisa meredakan kecanggungan yang menggelayut di antara mereka.

Namun, Oniel tidak merespons sapaan itu. Ekspresinya datar, wajahnya dingin, seolah ada tembok besar yang memisahkan mereka. Mata hitam pekatnya tidak menyiratkan rasa antusiasme atau keramahan yang biasa. Marsha merasa jantungnya semakin berdebar kencang, tetapi bukan karena cinta, melainkan karena ketidakpastian yang menyakitkan.

Oniel mengangkat kotak pizza di tangannya, masih dengan ekspresi yang tak berubah. "Totalnya 370 ribu, Kak..." suaranya pelan, tanpa intonasi bersahabat. Seolah-olah angka itu adalah satu-satunya hal yang penting antara mereka saat ini.

Marsha menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sakit yang perlahan merayap ke hatinya. Di depannya kini, Oniel bukanlah pria yang sama seperti dulu. Sekarang, sikap Oniel seperti dinding tebal yang tak bisa ditembus.

Marsha menarik napas panjang, berusaha mempertahankan senyumnya meski hatinya terasa hancur. Ia bersandar pada daun pintu rumahnya, melipat kedua tangannya di dada, mencoba menyembunyikan kegelisahan. "Pengantarnya gak ramah banget... Senyum dong... Gak profesional banget..." Sindirnya, meskipun dalam hatinya ada ketakutan terselip, takut jika Oniel akan tersinggung dan pergi begitu saja.

Oniel tidak merespons sindiran itu. Pria itu hanya menutup matanya, menarik napas seolah berusaha mengendalikan emosinya. Marsha terdiam, tak tahu harus berbuat apa. Detik-detik yang berlalu terasa sangat panjang, seakan waktu berhenti di antara mereka.

Ketika Oniel membuka matanya lagi, ada perubahan di wajahnya. Kini, senyum kecil mulai menghiasi bibir manis itu. Bukan senyum lebar, tapi cukup untuk membuat jantung Marsha kembali berdetak cepat, kali ini karena perasaan yang lebih manis. Senyum itu menghangatkan hati Marsha, membuatnya merasa bahwa mungkin tidak semua hal telah hilang di antara mereka.

"Maaf kalau saya kurang profesional..." Oniel memulai kalimatnya, suaranya sedikit lebih lembut dibandingkan sebelumnya. "Ini total pesan..." belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, Marsha tiba-tiba bertindak di luar rencana.

Dengan cepat dan tanpa berpikir panjang, Marsha menarik Oniel masuk ke dalam rumah. Gerakan itu begitu mendadak hingga Oniel hampir terjatuh, namun dia berhasil menjaga keseimbangannya tepat waktu.

Mereka kini berdiri berhadapan di ruang tamu, dengan udara yang tiba-tiba terasa lebih berat karena ketegangan yang belum terurai.

"Marsha, apa..." Oniel tampak bingung, suaranya tertahan oleh keterkejutan.

"Aku... aku gak tahan lagi, kak" kata Marsha, suaranya nyaris berbisik. Matanya menatap dalam ke arah pria di depannya, penuh harap dan kecemasan. Merasa bahwa ini adalah momen yang tidak boleh terlewatkan. Momen yang mungkin mengubah segalanya. "Aku tahu aku salah, aku tahu kamu marah, atau kecewa, atau entah apa lagi, tapi... Please dengerin penjelasan aku dulu..."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oniel Short Story (With Members)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang