"Tuan Duke, kabar buruk!" Silas - tangan kanan - membuka pintu ruang kerja Elian dengan panik. "Nyonya, denyut nadi Nyonya berhenti!"
"Tch, kukira apa. Biarkan saja. Bukankah sudah kukatakan jangan memberitahuku kabar apapun tentang wanita itu." Elian terus mengerjakan beberapa dokumen dengan kening yang sedikit mengerut.
"Tapi, Nyonya …"
"Langsung kuburkan saja," jawab Elian tanpa menatap Silas. "Wanita itu cuma mengganggu. Biarkan saja mati."
Silas hanya bisa menunduk dalam diam, ia tidak bisa lagi melakukan apapun jika sang Duke sudah memberi perintah. Dengan lesu, Silas menutup pintu dan berjalan kembali ke kamar Duchess.
🍀☘️
'Mmh. Aku mengerti. Ini memang sangat aneh. Sangat aneh untuk kuanggap kenyataan … tapi, yasudah lah.' Avaluna berdiri di depan jendela, ia menatap ke luar jendela. Entah apa dan bagaimana terjadi, namun saat bangun. Ia sudah berada di tubuh sang tokoh penjahat utama, Avaluna Dominic. Putri dari kerajaan yang bangkrut sekaligus Istri dari Duke Tiran, Elian Kairos.
'… Tapi ini aneh sekali.' Avaluna menunduk dan menatap tangannya yang sehalus sutra. 'Aku bisa setenang ini meski di tempat yang tidak kukenali. Kau memang gila, Luna.' Ia kembali menatap ke luar jendela. 'Ini cukup rumit. Aku tidak tahu kenapa aku bisa sampai dan kenapa aku malah masuk di tubuh Avaluna. Tapi yang paling utama saat ini adalah menyelamatkan hidupku, sebagai Penjahat utama. Takdirku jelas sudah ditentukan.'
Avaluna menghela napas. 'Sangat disayangkan karena aku tidak mendapat ingatan apapun dari Avaluna. Tapi setidaknya … aku masih bisa mengingat beberapa dari alur novel yang membosankan itu. Setidaknya aku yakin–'
Suara pintu yang terbuka menyela pikiran Avaluna, ia menoleh dan mendapati seorang pria berambut biru tua bersama beberapa pengawal berdiri di ambang pintu. Pria berambut biru tua itu sangat tampan, memiliki mata biru cerah yang sedikit kontras dengan warna rambutnya yang lebih mendekati biru gelap.
Pria itu terlihat terkejut, sama halnya dengan para pengawal yang tercengang di tempat, tidak berani bergerak meski hanya sejengkal pun.
'Dia …' Selintas ingatan muncul begitu saja di pikiran Avaluna, entah karena apa. Ia memang tidak mendapat ingatan apapun dari Avaluna asli, namun anehnya, ingatan tentang pria itu muncul ketika Avaluna melihat pria itu. "Silas."
"… N-nyonya." Silas tercengang di tempat, ia tidak bisa mempercayai matanya sama sekali. Wanita yang telah kehilangan denyut nadinya, kehilangan kehidupannya. Sekarang malah berdiri di depan jendela, menatap ke arahnya dan bahkan menyebut namanya. "A-anda, anda masih …" Silas tidak sanggup berkata-kata, emosinya terlalu bercampur aduk untuk bisa dijelaskan.
" … Kenapa? Terkejut?" Avaluna tersenyum tipis, senyuman candu yang sangat indah di wajah cantiknya. "Aku masih hidup … apa kau akan menangis?"
"A-anda … sa-saya tidak bermimpi kan??" Silas langsung menampar wajahnya sendiri dengan kuat, rasa sakitnya, rasa darah di mulutnya. Membuatnya sadar, semuanya adalah kenyataan. Ia tanpa sadar mengeluarkan air dari matanya. "Syukurlah, syukurlah Anda masih hidup …"
Avaluna hanya tersenyum, bukan karena terharu, tapi ia tidak tahu bagaimana harus merespon tangisan Silas. Apa dirinya juga harus ikut menangis keras atau bahkan berteriak-teriak? Tidak-tidak, hal menggelikan semacam itu tidak akan pernah Luna lakukan. 'Berlebihan.'
"Sa-saya harus segera memberitahu Tuan Duke—"
"Silas." Avaluna segera menghentikan Silas yang hendak pergi, ia berjalan mendekati Silas dan berdiri tepat di depannya, membuatnya terlihat sangat pendek, hanya setinggi dada Silas. "Apa kau tidak merindukanku?" Avaluna merentangkan kedua tangannya, masih mempertahankan senyumannya.
Sementara Silas malah mematung di tempat, hanya diam membeku tanpa bisa berkata apapun atau membalas pelukan Avaluna.
Beberapa detik berlalu dengan canggung, Avaluna menghela napas dan menurunkan tangannya, sejujurnya ia sedikit malu dengan kejadian barusan. Namun dirinya masih berharap wajahnya tidak akan terlihat merah di depan Silas atau ia akan benar-benar menjadi sangat malu.
" … Maaf, Nyonya. Saya, saya masih terlalu terkejut," ujar Silas seolah membela diri, apalagi melihat Avaluna yang menunduk dengan eskpresi sedih, membuatnya jadi merasa makin bersalah.
"Mmh. Tidak masalah …" Avaluna tersenyum kecil, seolah menyiratkan rasa sakit hatinya di wajahnya. "Aku yang minta maaf. Dan juga … aku ingin kau merahasiakannya dari Tuan Duke. Aku, ingin memberikan kejutan untuknya."
" … Baik, saya mengerti. Saya akan merahasiakannya dari Tuan Duke." Entah kenapa, tapi ada secuil rasa sakit di hati Silas saat mendengar ucapan Avaluna, namun ia tetap tersenyum, tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa.
Avaluna tersenyum cerah mendengar ucapan Silas. "Terima kasih, Silas!"
Silas tersenyum tipis melihat senyuman cerah Avaluna, ia mengangguk kecil. "Ya …"
🍀☘️
'Aku melihatnya. Dunia abad pertengahan yang selalu kubaca di novel.' Avaluna tersenyum. 'Tidak pernah kusangka … akan berakhir begini. Dan untungnya.' Ia menggenggam kalung di lehernya. 'Aku masih memilikinya. Kalung warisan. Nenek, aku berjanji akan menjaga kalung ini dengan baik.'
Avaluna menurunkan tangannya, ia mendongak dan menatap bulan yang bersinar terang di langit yang gelap. 'Tidak ada polusi. Udaranya sangat segar. Ada banyak bunga dan tanaman …' Avaluna memejamkan matanya dan kembali memasang senyuman manisnya. " … Ah, ini yang terbaik."
"Siapa kau??"
Avaluna membuka matanya dan menunduk, ia menoleh dan menatap ke belakang. ' … Tidak ada ingatan apapun dari Avaluna.' Avaluna tersenyum ramah. "Nona, siapa Anda?"
"Jangan bertanya saat aku sedang bertanya! Katakan! Siapa kau??"
" … Bukankah Anda harusnya memperkenalkan diri lebih dulu sebelum bertanya tentang orang lain?" Avaluna masih terus tersenyum dengan ramah.
Gadis itu mengernyitkan dahinya, jelas tidak senang dengan pembangkangan Avaluna. "Namaku Mina Morgan! Tunangan Tuan Duke!"
" … Tunangan?"
"Ya! Aku tunangannya, memangnya kenapa??" Mina dengan eskpresi galak berkacak pinggang dan mengangkat dagunya tinggi. "Siapa kau?? Beraninya pelayan rendahan sepertimu ada di taman pribadi Tuan Duke!"
Avaluna hanya diam, ia menatap gadis bernama Mina dari ujung kaki hingga kepala. Lalu menghela napas pelan. 'Hanya anak kecil. Tidak perlu diperhitungkan.'
"Hei! Jawab aku! Beraninya kau mengabaikanku! Dengar ya! Aku itu Putri Count Morgan dan juga calon tunangan Tuan Duke! Awas saja kau! Aku akan meminta Tuan Duke menghukummu!"
"Oh~ memangnya kau bisa?" Avaluna tersenyum miring dan menatap gadis sombong itu. Ia berjalan mendekat, selangkah demi selangkah.
Membuat Mina mundur tanpa sadar, namun dengan cepat menghentikan langkahnya dan menatap Avaluna masih dengan kepala yang diangkat setinggi mungkin. "A-aku akan memotong lidahmu! Aku akan potong tanganmu! Dengar ya. Tuan Duke itu sangat menyayangiku! Dia akan mendengarkan semua ucapanku!"
Avaluna berhenti tepat di depan Mina, namun masih dalam jarak yang cukup aman. "Oh~ aku ingin lihat apa Tuan Duke benar-benar akan membelamu." Ia meletakkan tangan di belakang punggung, dengan tubuh yang sedikit condong ke arah Mina dan berbisik. "Namaku Avaluna Dominic …" Avaluna melirik Mina untuk melihat eskpresi wajahnya sebelum melanjutkan. " … Istri sah Tuan Duke Elian Kairos."
🍀☘️🍀
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Antagonist
FantasyAku?? Bereinkarnasi?! Oke~ ☘️🍀 Demi melindungi kalung warisan dari Ibunya, Luna rela mati, namun bukan sendiri. Ia membawa adik tirinya bersamanya, jatuh bersama ke jurang kematian dan mati bersama. Namun, takdir terkadang selalu tidak adil, bukan...