Avaluna menghentikan langkahnya, ia menatap persimpangan jalan di depannya dengan eskpresi rumit. "Kiri, kanan, atau lurus?" gumamnya sambil memegang dagu dan berpikir. 'Kemana aku harus pergi?? Tidak ada ingatan yang jelas di kepala Avaluna, dan jalan di dalam novel tidak dijelaskan secara rinci … tapi sepertinya ada jalan yang ke hutan, ke kota, dan satu lagi ke … kemana??'
Avaluna mengernyitkan dahinya, ia berpikir keras dengan bibir yang sedikit melengkung ke bawah karena jengkel.
Beberapa detik berlalu, Avaluna akhirnya menyerah. Ia berjongkok sambil terus memegang kepala, berharap akan dapat petunjuk atau setidaknya secuil ingatan dari Avaluna asli, tapi nihil. Tanpa hasil apapun.
"Akh! Kemana sebenarnya jalannya?!" teriak Avaluna frustrasi, ia berdiri dengan eskpresi kesal dan dada yang naik turun karena emosi. Avaluna menarik napas dalam-dalam, ia berusaha untuk tetap tenang meski sangat kesal saat ini. "Oke, Luna, tenang, tenang …"
Avaluna kembali menarik napas dalam-dalam dan membuangnya, ia terus melakukan hal yang sama hingga lebih tenang dari sebelumnya. Avaluna kemudian kembali menatap ketiga jalan di depannya dengan eskpresi rumit. "Oke, kiri!" Ia tanpa banyak pikir lagi langsung berbelok ke kiri dan berjalan tanpa berbalik.
🍀☘️
"Hutan?"
"Ya. Nyonya berbelok ke hutan."
Elian mengernyitkan dahi saat mendengar laporan dari Silas, ia menatap dokumen-dokumen di atas meja beberapa detik sebelum kembali menatap Silas. "Terus buntuti kemanapun wanita itu pergi."
"Ya."
🍀☘️
Avaluna tercengang menatap pohon-pohon lebat di depannya, ia tertawa kaku. "Berengsek!!" umpatnya penuh emosi dengan tangan terkepal.
Avaluna menginjak-injak tanah dengan kesal sambil terus berteriak-teriak tidak jelas, ia menarik napas dengan eskpresi kesal dan malah melangkah maju, masuk ke dalam hutan. 'Persetan dengan hutan! Aku akan tetap maju tanpa perduli apapun!'
'Nyonya! Apa Anda bodoh?!'
Avaluna menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang secara refleks, namun tak melihat siapapun. Avaluna kembali menatap lurus ke depan. 'Apa cuma perasaanku …?' Ia kembali berjalan masuk ke dalam hutan.
Silas muncul tiba-tiba di tempat Avaluna berhenti pertamakali, ia menatap punggung Avaluna yang tiba-tiba membuyar dan menghilang, benar-benar hilang tanpa sedikitpun jejak yang tersisa. ' … Kau bocah bodoh.'
🍀☘️
'Aneh sekali. Kenapa langit tiba-tiba menjadi gelap?' Avaluna menghentikan langkahnya, ia mendongak dan menatap langit biru yang tiba-tiba berubah jadi gelap, menandakan malam telah datang dengan bulan purnama yang bersinar terang.
Avaluna menoleh ke belakang, namun yang dilihatnya bukanlah pinggiran hutan, tapi pohon-pohon yang menjulang tinggi dan rerumputan yang menghalangi pandangan. ' … A-apa, apa yang terjadi?? Aku kira aku belum berjalan cukup jauh. Kenapa, kenapa tiba-tiba aku berada di tengah-tengah hutan??' Ia menatap sekelilingnya dengan khawatir dan cemas, namun di sekelilingnya hanya ada pohon dan rerumputan tebal.
Avaluna berjongkok sambil memegangi lengannya, ia menahan gemetar di tubuhnya. 'A-aneh. Ini aneh sekali. Kenapa, kenapa aku bisa sampai di sini? Ke-kenapa langitnya tiba-tiba gelap?? Kenapa … ini sangat aneh dan tidak masuk akal! Jelas-jelas aku belum berjalan jauh! Lalu, lalu kenapa …???'
Avaluna tersentak saat mendengar suara ranting yang patah, ia menatap sekeliling dengan wajah ketakutan. Tangannya dengan gemetar meraba tanah dan mengambil batu seukuran kepalan tangan yang sedikit tajam.
Avaluna memegang batu itu dengan kedua tangan, ia berdiri dengan kaki gemetar, menatap sekeliling sambil mengangkat tangan ke depan seolah menjadikan batu di tangannya sebagai senjata.
Suara ranting yang patah kembali terdengar, namun tidak hanya di satu bagian, tapi terdengar di sekelilingnya. Avaluna mengarahkan batu ke sekelilingnya, ia benar-benar seperti kelinci yang dikelilingi oleh predator.
Seekor kupu-kupu berwarna biru cerah tiba-tiba muncul begitu saja dari dalam hutan, anehnya, kupu-kupu itu malah terbang ke arah Avaluna, dan hinggap di tangannya.
" … Kupu-kupu? Cantik sekali …" gumam Avaluna kagum, sesaat, ia melupakan ketakutannya. Namun, tangan tempat kupu-kupu itu hinggap mulai terasa nyeri. Saat ia kebingungan dengan rasa sakit di tangannya, darah mengaliri tangannya, tepat di tempat kupu-kupu tersebut hinggap. 'Ah … ini. Apa yang terjadi??'
Tubuh Avaluna tiba-tiba terasa lemah, ia menjatuhkan batu di tangannya saat darah mengalir semakin banyak. Bahkan menetes ke dedaunan kering di tanah. ' … Sakit.'
Entah hanya perasaan atau bukan, tapi kupu-kupu itu seolah-olah menatap Avaluna.
Penglihatan Avaluna perlahan mengabur karena kekurangan darah. 'Eh …?' Samar-samar ia melihat banyak cahaya biru yang terbang ke arahnya. Perlahan-lahan menempel di tubuhnya seolah tubuhnya adalah magnet. Lalu kupu-kupu itu terbang di depan wajah Avaluna. 'Tidak. Jangan …'
Kupu-kupu itu tiba-tiba terbang dengan cepat dan masuk ke mata Avaluna.
'TIDAK!!'
"Avaluna!"
Sentakan keras di tangannya membuat Avaluna tiba-tiba tersadar, ia dengan kaku mendongak dan menatap orang yang memegang tangannya. Air mata mengaliri wajahnya saat melihat wajah orang itu. " … Tuan Duke," panggilnya dengan suara lirih.
Elian hanya menatap Avaluna dengan eskpresi kesal. "Apa yang kau lakukan di sini??"
" … Tuan Duke." Avaluna kembali memanggil Elian dengan suara yang lebih pelan, air matanya mengalir semakin deras.
Elian semakin kesal dibuatnya, ia menarik tangan Avaluna dan membuatnya berdiri, meski dengan cara yang sedikit kasar. "Sudah kukatakan jangan masuk ke hutan!"
Avaluna hanya diam dengan kepala tertunduk.
"Jawab aku, Avaluna Dominic!"
Avaluna menatap wajah Elian dengan eskpresi sedih. "A-aku, aku tersesat …"
"Tersesat?? Bukankah kau sangat sering datang ke kediaman Duke bahkan sebelum kita menikah."
' … Pilihan jawabanku salah.' Avaluna kembali menunduk. "Saya melupakannya."
"Lupa??" Elian mengernyitkan dahi, ia jelas tidak percaya dengan alasan Avaluna. "Jangan berbohong." Ia mencengkeram dagu Avaluna. "Jika berani membohongiku. Aku akan membunuhmu!" lanjutnya dengan tatapan tajam.
"Aku tidak berbohong, Tuan Duke." Avaluna menatap tepat ke mata Elian, menunjukkan jika dirinya tidak berbohong. Ia ingin menghindar, namun cengkraman tangan Elian di dagunya membuatnya tidak bisa berkutik. "Saya bersungguh-sungguh, Tuan Duke." Avaluna memegang tangan Elian.
Masih dengan eskpresi tidak percaya, Elian melepaskan cengkeramannya di dagu Avaluna, ia lalu dengan kasar menarik tangan Avaluna dari tangannya dan menatap wanita itu tajam. "Jika kau ketahuan membohongiku, aku pasti akan membunuhmu."
Avaluna hanya mengangguk, ia lebih kebingungan dengan kejadian sebelumnya daripada fokus pada ancaman Elian. 'Kenapa? Apa yang terjadi tadi? Apa aku berhalusinasi? Tapi kenapa terasa begitu nyata?? Aku yakin sebelumnya bukan halusinasi. Lalu kenapa Elian tiba-tiba muncul? Kenapa bola-bola cahaya biru itu tiba-tiba menghilang? Kenapa kupu-kupu biru itu terbang ke mataku??'
Avaluna menunduk dan menatap punggung tangannya, lalu mengusapnya dengan lembut. 'Tidak ada luka. Apa memang cuma halusinasi …?' batinnya ragu.
"Kenapa masih berdiri di situ?!"
Avaluna tersentak, ia menatap Elian dan segera menghampirinya. "Maaf. Aku tidak terlalu fokus tadi."
Elian berdecak. "Ayo pulang!"
" … Umh!" Avaluna tersenyum manis, ia dengan senang hati menggenggam tangan Elian.
"Hei, apa-apaan maksudmu ini??"
🍀☘️🍀
Typo Tandain :3
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Antagonist
FantasyAku?? Bereinkarnasi?! Oke~ ☘️🍀 Demi melindungi kalung warisan dari Ibunya, Luna rela mati, namun bukan sendiri. Ia membawa adik tirinya bersamanya, jatuh bersama ke jurang kematian dan mati bersama. Namun, takdir terkadang selalu tidak adil, bukan...