"Kau masih hidup."
"Em!" Avaluna tersenyum ke arah Elian, tanpa beban sama sekali. "Lama tidak berjumpa, Tuan Duke."
Senyuman dari Avaluna hanya dibalas lirikan tajam oleh Elian. "Kenapa kau tidak mati saja sekalian??"
"Hm~ aku juga tidak tahu." Avaluna dengan eskpresi polos memegang dagunya, pandangan sedikit menunduk, seolah tengah berada dalam pemikiran yang serius. Setelah beberapa saat dalam kesunyian, ia akhirnya kembali berbicara. "Mungkin Tuhan masih menyayangiku~"
Elian tidak menjawab, antara jengah dan muak dengan sikap Avaluna. "Pergilah."
"Ehh?? Kenapa?" Avaluna berekspresi cemberut, jelas tidak begitu senang dengan ucapan Elian yang langsung mengusirnya tanpa basa-basi. "Aku masih ingin disini~ aku sangat merindukan Tuan Duke~" ujarnya dengan suara yang dibuat semanja mungkin. 'Ugh … rasanya menjijikkan!'
"Keluar!" Elian sedikit membentak, ia paling tidak suka jika perintahnya diabaikan.
Namun Avaluna tampaknya mengabaikan ucapan Elian, ia justru berjalan semakin dekat ke arah meja Elian dan terus tersenyum. "Eh~ kenapa? Apa Tuan Duke tidak merindukanku—"
Elian memukul meja dengan kuat, membuat Avaluna terkejut dengan suara gebrakan yang sangat keras. Elian kemudian berdiri dan langsung mencekik Avaluna. "Sudah kukatakan keluar!" Ia menatap Avaluna tajam, tidak ada belas kasihan sedikitpun bahkan di depan istrinya sendiri.
Namun respon dari Avaluna justru membuat Elian terdiam.
Bukan takut atau kesakitan. Avaluna malah tersenyum saat Elian mencekik lehernya. "Kenapa, Tuan Duke? Apa Anda bahkan tidak tahan dengan godaan kecil seperti itu??"
Elian menggeram, sudah ia duga ada yang tidak beres dengan kepribadian Avaluna setelah wanita itu sadar.
"Duh~ Tuan Duke. Jika Anda tidak tahan katakan saja. Saya akan berhenti." Avaluna mengibas-ibaskan tangannya, seolah tidak merasa sakit akibat cekikan di lehernya.
Elian hanya diam, ia melepaskan cengkeramannya di leher Avaluna dan kembali duduk. "Pergi. Jangan buat aku mengulanginya lagi atau lain kali kau akan mati." Elian menatap Avaluna dengan tatapan tajam, namun masih belum cukup untuk membuat nyali wanita itu ciut.
"Itu peringatan yang menggiurkan. Tapi saya belum mau mati~" Avaluna mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kepala lalu tersenyum ke arah Elian. "Saya menyerah~ dan saya akan pergi." Ia tanpa mengucapkan salam atau hormat apapun langsung berbalik, mengangkat sedikit roknya dan berjalan keluar dengan langkah cepat.
Elian kembali menggeram, ia benar-benar sangat jengkel dengan sikap Avaluna yang berubah drastis. Namun dibalik amarah yang memenuhi kepalanya, terselip sedikit rasa penasaran dengan perubahan tiba-tiba dari istrinya itu.
🍀☘️
Avaluna terus bersenandung kecil sambil menyirami bunga-bunga. Sudah hampir satu Minggu sementara dirinya terbangun sebagai Avaluna. Dan syukurnya ia bisa beradaptasi dengan cepat.
Dan dalam beberapa hari ini, ia telah membuat jadwal khusus untuk mengganggu ketengan Elian, meski selalu berakhir dirinya yang menyerah akibat ancaman dari Duke Tiran itu. Namun tanpa mengenal lelah atau takut, ia tetap terus menemui Elian, setiap hari dan terus mengganggunya tanpa henti.
Selain itu, Avaluna juga mulai melakukan hobi membosankan seorang bangsawan. Entah itu membaca buku di perpustakaan, belajar, memasak diam-diam, menyiram bunga di rumah kaca, dan lainnya.
Hari-hari Avaluna tidak sekosong sebelumnya, untuk saat ini, jadwalnya benar-benar penuh karena terus melakukan hal yang sama tiap hari. Dan membuat dirinya menjadi jengah dan muak sendiri.
Dengan otak yang agak gila, Avaluna kini menyiapkan untuk memulai rencana barunya.
Pertama-tama, Avaluna mengambil semua koin emas yang selama ini ditabung Avaluna karena tidak tega menggunakan uang Elian. Ia menemukannya pertamakali saat mencari gaun ringan yang bisa digunakannya, dan ketemulah uang Avaluna asli yang sangat banyak.
Sebagai pecinta uang, Avaluna yang sekarang jelas tidak akan menyia-nyiakannya. Dengan memakai jubah panjang dan topeng, dan juga menambah tahi lalat kecil di bawah pipinya, ia akhirnya siap dengan penampilan baru yang jelas tidak akan diketahui oleh siapapun.
Berbekal dengan koin emas super banyak di saku jubahnya, Avaluna tanpa ragu meloncat keluar dari jendela, meski kamarnya berada di lantai dua. Dan syukurlah, ia jatuh di rerumputan dan berguling-guling dengan tidak anggun, namun masih selamat.
Avaluna mula-mula memastikan sekeliling aman, lalu berdiri dan berjalan dengan mengendap-endap dan terus mengawasi sekitar, kakinya tidak berhenti bergerak hingga akhirnya ia sampai di depan tembok yang menjulang tinggi, seperti harapannya pada dunia.
Avaluna berdecak. 'Tembok macam apa ini?? Kenapa orang-orang zaman dulu suka sekali membuat tembok setinggi ini?? Menyebalkan! Aku juga tidak bisa memanjat!' Tidak ingin kehilangan kesempatan, ia menatap sekeliling dan menemukan beberapa tumpukan jerami yang terikat.
Entah siapa yang meletakkannya di saja, tapi beberapa ikat jerami itu cukup membantu Avaluna.
Pertama-tama, ia membawa dengan susah payah satu ikat jerami yang tebal ke tembok dan meletakkannya di lantai, lalu disusul jerami lain yang ditumpuk di atas jerami pertama. Begitu seterusnya hingga jerami habis.
Meski masih cukup tinggi, namun bagi Avaluna itu bukanlah masalah besar. Ia kemudian menginjak jerami dengan satu kaki, memastikan jerami cukup kuat untuk menahan berat tubuhnya sebelum benar-benar berdiri di atas jerami. Naik dari satu jerami ke jerami kedua. Hingga akhirnya berhasil mencapai bagian atas tembok.
Sisanya, Avaluna tinggal melompat keluar dan selesai. Ia berhasil keluar dengan aman dan selamat, dan yang terpenting ia tidak ketahuan.
Sekarang, Avaluna berjalan dengan santai meninggalkan kediaman Elian. 'Sempurna! Kau memang yang terbaik, Luna! Lanjutkan dan habiskan yang Avaluna!'
🍀☘️
"Tuan Duke. Nyonya berhasil melewati tembok."
"Biarkan. Tetap awasi kemanapun dia pergi." Elian, yang sejak awal mengawasi setiap pergerakan Avaluna hanya duduk di tempat dan dokumen-dokumen yang tidak ada habisnya.
Sementara pemantauan dilakukan oleh Silas, yang merupakan orang kepercayaan sekaligus sahabat Elian. Setiap pergerakan Avaluna diawasi dengan teliti oleh Silas, lalu dilaporkan ke Elian.
Bahkan tumpukan jerami tebal di sana pun termasuk perintah dari Elian.
"Apa Anda yakin ingin membiarkan Nyonya pergi?"
"Ya. Tetap awasi dan ikuti dia dari jauh." Elian melirik Silas dari ekor matanya. "Sikapnya yang berubah drastis jelas mencurigakan."
" … Saya mengerti, saya akan segera melaporkan pada Anda jika terjadi kejadian yang tidak normal."
Elian yang sudah kembali fokus pada pekerjaannya hanya mengangguk singkat.
Silas kembali mengawasi pergerakan Avaluna, ruang kerja Elian berada di lantai tiga. Sehingga cukup tinggi untuk melihat ke luar tembok. ' ... Kemana Anda mau pergi, Nyonya?' batinnya sedikit khawatir. Silas sejak awal juga mulai mencurigai identitas Avaluna, bagaimanapun. Perubahan sikap itu cukup aneh, apalagi dari wanita yang bahkan tidak sadarkan diri selama setengah bulan karena racun.
Wanita anggun yang penakut tiba-tiba berubah kebalikannya, jadi sangat aneh dan sedikit gila. Terlebih lagi, Avaluna yang dulu tidak pernah berani menatap Elian, sementara Avaluna yang sekarang. Bukan hanya menatap Elian, ia bahkan berani menggodanya.
🍀☘️🍀
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Antagonist
FantasyAku?? Bereinkarnasi?! Oke~ ☘️🍀 Demi melindungi kalung warisan dari Ibunya, Luna rela mati, namun bukan sendiri. Ia membawa adik tirinya bersamanya, jatuh bersama ke jurang kematian dan mati bersama. Namun, takdir terkadang selalu tidak adil, bukan...