Bab 6.Malam Yang Manja Dan Penuh Cinta

214 30 1
                                    


Halo guys!,welcome back.
Happy reading.

Malam itu di kamar Gus Afan dan Devi terasa hangat. Setelah seharian berkumpul dengan keluarga, mereka kini menikmati waktu berdua. Di dalam kamar yang sederhana namun nyaman itu, Devi bersiap-siap untuk tidur sambil bercanda dengan suaminya.

Gus Afan duduk di tepi tempat tidur, mengenakan kaos santai, sementara Devi bersantai dengan piyama lucunya.

"Devi," kata Gus Afan sambil menggaruk-garuk kepalanya, "kamu masih ingat kejadian siang tadi di ruang tamu?"

Devi, yang sedang menyisir rambutnya, tersenyum nakal.

"Mana bisa lupa, Gus. Semua orang pada tanya soal 'kabar baik' itu. Malu banget!"

Gus Afan tertawa kecil.
"Ya, tapi kamu jangan terlalu baper juga. Itu kan cuma bercanda dari Umi."

Devi meletakkan sisirnya dan menatap Gus Afan dengan tatapan penuh keisengan.

"Tapi, Gus, Umi itu kayaknya udah sangat berharap, lho. Kita harus hati-hati."

Gus Afan mengangguk, kemudian berkata dengan nada serius namun tetap menggoda.

"Kalau di rumah ini ada bayi, pasti tambah seru. Apalagi kalau bayi itu anak kita."

Devi yang sedang duduk di lantai, langsung melotot.

"Apa, Gus? Kenapa ngomong kayak gitu? Kita belum siap!"

Gus Afan hanya tersenyum, merasakan perubahan ekspresi Devi.

"Kenapa? Apa kamu nggak mau jadi ibu?"

Devi merasakan wajahnya memerah.

"Bukan nggak mau, Gus. Cuma... aku masih ingin menikmati masa jahil-jahil ini dulu. Nggak siap untuk hal itu sekarang."

Gus Afan menatapnya dengan lembut, memahami rasa canggung yang dirasakan Devi.

"Aku paham, Devi. Kita masih muda, dan kita bisa menikmati waktu kita berdua dulu. Tapi ingat, suatu saat nanti, itu akan datang."

Devi memejamkan mata, merasa sedikit malu.
"Ya, ya... pokoknya jangan terburu-buru, Gus. Biar aku bisa jahil dulu."

Gus Afan tertawa, senang melihat sisi manja Devi yang kadang muncul di antara kejahilannya.

"Jahilnya nggak ada habis-habisnya, ya? Tapi tetap saja, kamu juga bisa manja."

Devi, yang kini duduk lebih dekat ke Gus Afan, menyandarkan kepalanya ke bahu suaminya.

"Kamu tahu, Gus, kadang aku juga ingin jadi istri yang baik. Tapi kejahilanku itu kadang sulit dikendalikan."

Gus Afan mengusap rambut Devi dengan lembut.

"Ah, nggak apa-apa. Selama kamu bisa membuatku tersenyum, itu sudah cukup. Kamu, dengan segala kejahilanmu, tetap jadi istri yang hebat."

Devi tersenyum manja, bahagia mendengar pujian dari suaminya.

"Makanya, jangan pernah berhenti mencintaiku, Gus. Siapa tahu suatu hari nanti, aku akan berubah jadi istri yang super baik."

Gus Afan tertawa, menatap Devi dengan kasih sayang.

"Siapa bilang kamu belum jadi istri yang baik? Kamu sudah cukup baik bagi aku. Nanti kita akan sama-sama belajar jadi orang tua yang baik juga."

Devi tersenyum, tetapi ada raut khawatir di wajahnya.

"Tapi, Gus, aku beneran belum siap untuk itu. Masih banyak hal yang ingin kulakukan dan kulalui dulu."

Gus Afan memahami.
"Tenang saja, Devi. Kita jalani saja hari demi hari. Kapan pun kamu merasa siap, aku akan ada di sini untuk mendukungmu."

Devi mengangguk, merasa lega mendengar kata-kata suaminya.

"Terima kasih, Gus. Kamu selalu sabar sama aku."

Mereka terdiam sejenak, menikmati kebersamaan dalam keheningan. Gus Afan memandang Devi dengan penuh kasih sayang, dan Devi pun merasakan ketenangan saat berada di dekat suaminya.

Dalam hatinya, ia tahu bahwa meskipun ada rasa canggung dan ketidakpastian, cinta di antara mereka semakin kuat.

Setelah beberapa saat, Gus Afan berbicara lagi, mencoba mengubah suasana.

"Jadi, setelah semua kejahilanmu, apa rencanamu untuk besok?"

Devi berkilau matanya, penuh semangat.
"Kalau boleh, aku mau sedikit jahil sama para santri. Kita bisa buat mereka ketawa dengan kejutan kecil."

Gus Afan mengangguk setuju.
"Itu ide bagus. Tapi ingat, jangan sampai berlebihan, ya."

Devi tersenyum nakal.
"Iya, Gus. Nggak berlebihan kok, tapi cukup bikin mereka terkejut dan bahagia."

Gus Afan tertawa.
"Baiklah, yang penting kita sama-sama. Sekarang, mari kita tidur. Besok kita butuh energi untuk kejahilanmu."

Devi mengangguk, lalu menggenggam tangan Gus Afan dengan erat.
"Selamat malam, Gus. Terima kasih untuk hari ini."

"Selamat malam, Devi. Aku selalu bersyukur memilikimu."

Dengan itu, mereka berdua menutup hari mereka dalam pelukan, di mana kejahilan dan cinta saling berkelindan, menciptakan momen-momen indah yang akan selalu mereka kenang.


Thank you yang udah baca,jangan lupa vote dan komen!,terimakasih

Istri Jahilnya Gus AfanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang