Bab 8.Malam Yang Penuh Perhatian

186 22 3
                                    






Hari mulai sore ketika seisi rumah berkumpul di ruang makan. Aroma masakan yang menggugah selera memenuhi ruangan, menandakan hidangan siap disantap.

Namun, di dalam kamar, Devi hanya bisa terbaring dengan sedih, memandangi langit yang mulai menggelap. Kakinya masih bengkak akibat jatuh pagi tadi, dan rasa sakit membuatnya sulit untuk bergerak.

Gus Afan, yang baru saja memasuki kamar sambil membawa nampan berisi makanan, melihat Devi yang tampak lesu.

“Halo sayang, ini aku bawa makanan untukmu loh,” katanya lembut, meletakkan nampan di sampingnya.

“Makasi, Mas,” balas Devi, masih dengan nada sedih.

Mendengar sebutan "Mas" dari mulut Devi,membuat Gus Afan terkejut.

“Kamu panggil aku Mas? Kenapa bukan Gus seperti biasanya?”

Devi menatap suaminya dengan mata yang bersinar, meskipun ada kesedihan di dalamnya.

“Tadi pagi kamu bilang kalo di rumah, aku harus panggil kamu Mas. Jadi, aku mencobanya,” jawabnya pelan.

“Ah, iya, aku ingat,”
kata Gus Afan, tersenyum sambil menyuapkan makanan ke mulut Devi.

“Tapi, kenapa kamu tidak bilang lebih awal? Ternyata panggilan itu bikin aku kaget sekaligus senang.”lanjut Gus Afan

Devi tersenyum tipis, merasakan kehangatan dari perhatian Gus Afan.

“Jadi, kamu suka dipanggil Mas?”ucap devi

“Bukan hanya suka, tapi jadi lebih merasa dekat denganmu. Ayo, makan yang banyak, biar cepat sembuh!” ajak Gus Afan, dengan semangatnya.

Setelah menyantap makanan dengan penuh rasa syukur, malam pun tiba. Gus Afan duduk di tempat tidur, menikmati suasana malam yang tenang.

Namun, tiba-tiba Devi merasakan nyeri di kakinya. Rasa sakit yang terpendam muncul kembali, membuatnya meringis dan tanpa bisa menahan, air mata pun mulai mengalir.

"Hiks.........hiks....."

Melihat Devi menangis, Gus Afan terkejut dan segera menghampiri.

“hey kamu
kenapa? Kenapa kamu menangis?” tanya Gus afan cemas, menekankan perhatian pada istrinya.

“Kaki… kakinya sakit,” jawab Devi sambil menangis, suaranya terputus-putus.

Gus Afan langsung memeluk Devi dengan lembut, berusaha menenangkan.

“Ssshh, sabar ya, sayang. Semua akan baik-baik saja. Aku di sini untukmu.”

“Mas, sakit banget…” keluh Devi, tidak bisa menahan tangisnya. “Aku tidak tahu kenapa ini terjadi.”

“Sepertinya ini efek jatuhmu pagi tadi,” ucap Gus Afan sambil melihat kaki Devi yang terbungkus perban.

“Kita harus lebih merawatnya. Aku akan bantu mengompresnya, ya?”

Devi mengangguk lemah, berharap ada kelegaan dari rasa sakit yang menderanya.

“Tapi, Mas, aku merasa jadi beban,” ujarnya, menghapus air mata.

“Jangan pernah berpikir seperti itu,” tegas Gus Afan.

“Kamu bukan beban. Justru, aku bersyukur bisa berada di sampingmu saat kamu membutuhkan. Kita kan pasangan, harus saling mendukung.”

Mendengar kata-kata Gus Afan, Devi merasa sedikit lebih baik. Dia merasakan cinta dan perhatian suaminya.

“Terima kasih, Mas. Aku beruntung memilikimu,” ucap Devi tulus.

“Jadi, sekarang kita coba rileks. Aku akan siapkan air hangat untuk mengompres kakinya, ya?” Gus Afan bangkit dan menuju ke dapur.

Devi mengangguk, merasa nyaman dengan tindakan suaminya. Sementara Gus Afan menyiapkan air hangat, Devi mengingat kembali semua kenangan indah mereka.

Ketika Gus Afan kembali dengan semangkuk air hangat, ia segera mulai mengompres kaki Devi dengan lembut.

“Coba tarik napas dalam-dalam, sayang. Aku akan Mulai mengompres nya”

Devi menutup matanya dan mengikuti instruksi Gus Afan. Rasa sakit sedikit demi sedikit terasa berkurang ketika air hangat mengenai kakinya.

“Ahh, enak sekali,” ujar Devi, merasakan kelegaan.

“Lihat? Semakin tenang, semakin baik. Kita harus melawan rasa sakit ini dengan senyuman,” kata Gus Afan, sambil tersenyum.

“Mas, aku ingin sekali kembali beraktifitas dan jahil seperti biasanya,” ungkap Devi penuh harap.

“Sabarlah sedikit lagi. Semua ini akan berlalu. Setelah kamu sembuh, kita bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Bahkan mungkin kita bisa merencanakan sesuatu yang lebih seru,” jawab Gus Afan, berusaha menghibur.

Devi menatap suaminya dengan penuh harapan.

“Apa yang nanti kita rencanakan?”

Gus Afan berpikir sejenak, lalu berkata, “Kita bisa mengundang teman-teman untuk berkumpul di sini. Atau kita bisa pergi ke tempat yang kamu suka. Bagaimana?”

“Kayaknya seru!” seru Devi, kini merasa lebih bersemangat. “Tapi akunya harus cepat sembuh!”

“Betul! Jadi, pastikan kamu banyak istirahat dan jangan terlalu memaksakan diri,” pesan Gus Afan. “Nanti kalau kamu sudah bisa berjalan lagi, kita akan bikin kejutan untuk semua.”

Mendengar itu, Devi merasa hatinya berbunga-bunga.

“Terima kasih, Mas. Kamu selalu tau cara membuatku merasa lebih baik.”

“Karena itulah tugas suami, kan? Selalu mendukung istri. Dan ingat, setiap kali kamu butuh sesuatu, jangan ragu untuk bilang,” jawab Gus Afan, lalu kembali memusatkan perhatian pada kakinya.

Malam semakin larut, tetapi kehangatan cinta antara mereka membuat suasana terasa hangat dan menyenangkan. Dalam pelukan dan perhatian Gus Afan, Devi merasakan ketenangan yang menenangkan.

Dia tahu, meskipun ada tantangan yang harus dihadapi, cinta mereka akan selalu mampu mengatasi semuanya.

Istri Jahilnya Gus AfanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang