Bab 13. Malam yang Hangat dan Kejutan di Balik Sakit Perut

135 25 3
                                    


*Happy reading*


Malam pun tiba di pesantren At-Taubah. Suasana hangat menyelimuti ruang tamu saat Devi, Gus Afan, Abi Fathir, dan umi Salma berkumpul bersama.

Mereka duduk melingkar di atas karpet yang nyaman, menikmati waktu bersama setelah seharian beraktivitas. Tawa dan cerita mengalir ringan, mengisi ruangan dengan kebahagiaan.


"Coba ceritakan lagi, Gus. Bagaimana awalnya kamu dan Devi bertemu?" tanya Abi Fathir dengan senyum hangat, mengingat momen indah di masa lalu.

"iYa, ceritakan! Kami semua ingin tau!" seru Mala yang duduk di samping Devi, matanya berbinar penuh semangat.

Gus Afan tersenyum, merindukan kenangan itu.

"Waktu itu, saya sedang mengajar di kelas Ulya. Devi datang dengan wajah cemberut, karena dia terlambat," ceritanya, mengingat kembali saat pertama kali bertemu.


"Cemberut? Gak mungkin!" Devi menyela, pura-pura kesal. "Saya datang dengan penuh percaya diri, bukan cemberut!"

"Ya, mungkin saya yang salah. Tapi percaya diri atau tidak, tetap aja kamu membuat saya terkesan!" jawab Gus Afan dengan nada menggoda.

Devi memutar mata, "Oh, puih! Nanti aku bilang bng Rakha, ya."


Mereka semua tertawa, menikmati canda tawa di malam yang cerah itu. Umi Salma tiba-tiba mengangkat bicara,

"Ngomong-ngomong, umi ada kabar baik. Umi dan Abi sudah membangun rumah untuk kalian berdua."


"Rumah? Kapan?" tanya Devi, mata berbinar penuh rasa ingin tahu.


"Bukan hanya untuk kalian berdua, tapi juga untuk Rakha dan Mala. Jadi, kalian semua bisa tinggal bersama!" Abi Fathir menjelaskan.


"Wow, terima kasih banyak, Abi! Umi! Itu luar biasa!" seru Gus Afan, tak bisa menyembunyikan rasa syukurnya.


"makacihh! Umi ,Abi kita sangat senang!" Devi menambahkan, sambil menatap Gus Afan dengan penuh harapan.


Hari mulai larut malam. Setelah perbincangan yang hangat, mereka pun memutuskan untuk beristirahat.


Namun, di kamar Devi dan Gus Afan, suasana berbeda. Gus Afan tampak bolak-balik ke kamar mandi, dan Devi mengamati tingkah suaminya dengan rasa khawatir.


"Mas, kenapa sih bolak-balik ke kamar mandi terus?" Devi bertanya, rasa penasaran menyelimuti hatinya.


Gus Afan duduk di sebelah Devi, terlihat lelah.

"Aku sakit perut," jawabnya sambil mengelus perutnya yang terasa tidak nyaman.


"Loh, kok bisa?" Devi mengernyitkan dahi, merasa heran. "Apa yang kamu makan mas?"


Gus Afan menghela napas. "Tadi aku makan sup yang pedas. Mungkin sedikit terlalu pedas," jawabnya, sambil tersenyum getir.


Devi teringat sesuatu. "Astaghfirullah, itu sup yang aku buat! Sebenarnya aku sengaja menambahkan bubuk cabe sebanyak 20 sendok!".ia mengaku dengan senyum nakal.

"aku Sengaja untuk menjahili bang Rakha, tapi malah kamu yang jadi korbannya!"lanjutnya

Gus Afan menatap Devi dengan ekspresi campur aduk antara kekecewaan dan geli.

"Devi, kamu ini jahat sekali! Kenapa malah aku yang kena?"

Devi tidak bisa menahan tawa.

"Maafkan aku, Mas. Tapi setidaknya, sekarang kita tahu siapa yang tidak tahan pedas," katanya dengan nada menggoda.


Gus Afan menunduk, tak bisa menahan senyumnya.

"Ya, ya. Tapi seharusnya kamu tidak mempermainkanku seperti itu," ujarnya sambil menggoda.


"Aku berjanji, lain kali tidak akan aku lakukan lagi... atau mungkin sedikit saja," Devi menjawab, membuat Gus Afan hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum.

"Kalau begitu, aku berharap perutku cepat sembuh. Sebaiknya kamu tidak perlu ada sup pedas lagi," Gus Afan mengeluh sambil mengusap perutnya.

Devi mendekat, merangkul suaminya. "Maafkan aku, Mas. Aku tidak bermaksud menjahili. Tapi terkadang, kau harus siap menghadapi sisi jahilku," ujarnya sambil tersenyum lebar.

Mereka berdua tertawa bersama, menikmati momen-momen kecil di antara mereka. Meskipun Gus Afan sedang tidak nyaman, kehadiran Devi dan kejahilannya justru membuat suasana terasa lebih hangat.

Malam itu, mereka berbincang hingga larut, menceritakan hal-hal lucu yang terjadi selama mereka mengajar dan pengalaman yang tak terlupakan.


Saling berbagi tawa, hingga perlahan mereka tertidur dalam pelukan satu sama lain, menghadapi hari esok dengan penuh semangat dan keceriaan.

Istri Jahilnya Gus AfanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang