Bab 23. Kejahilan di Malam Hari

97 14 0
                                    

*Happy reading lagi ges*

**********************

Malam yang indah menyelimuti pesantren. Di ruang makan, Gus Rakha, Mala, Gus Afan, dan Devi sedang menikmati makan malam bersama.

Kehangatan keluarga terasa menyatu di ruangan itu. Di ruang keluarga, Serli dan Danis sedang bermain dengan mainan mereka, sesekali terdengar suara tawa kecil yang mengisi suasana rumah.

 
Tidak lama Devi ijin untuk pergi ke kamar mandi.Namun, tiba-tiba suara tangisan pecah dari ruang keluarga. Serli berlari ke dapur sambil menangis, air matanya berlinang, langsung memeluk kaki ayahnya, Gus Afan.

"Serli, ada apa, Sayang?" tanya Gus Afan lembut, mencoba mengerti putrinya yang masih belum bisa bicara. Serli hanya menangis sambil menunjuk ke arah ruang keluarga, tempat mereka bermain.

Mala yang melihat situasi tersebut mencoba mendekati, “Danis, mainannya Serli, ya?” katanya dengan senyum lembut.

Gus Rakha yang mengerti situasi itu segera menegur Danis dengan nada penuh kasih, “Danis, ayo, kembaliin mainan Serli. Mainnya gantian ya, Nak.” Dengan kepolosan anak kecil, Danis akhirnya menyerahkan mainan itu kembali ke Serli.

Tangisan Serli pun mereda, dan ia kembali tersenyum setelah mainannya dikembalikan.

Gus Afan mengusap kepala putrinya, “Nah, gitu dong. Mainnya gantian, Serli ya, nanti Danis pinjam lagi juga boleh.”

Mereka semua melanjutkan makan malam dengan suasana yang lebih tenang. Setelah selesai makan, mereka pun beranjak ke kamar masing-masing.

Di kamar Gus Afan dan Devi, Devi tengah meninabobokan Serli hingga tertidur.

Gus Afan berbaring di tempat tidur, memandangi Devi dengan tatapan penuh kasih. Ketika Serli akhirnya tertidur pulas, Devi meletakkannya di tempat tidur kecil di samping mereka.

Devi yang merasa lelah setelah seharian beraktivitas pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Gus Afan yang menunggu di tempat tidur mulai memijat pelipisnya yang terasa nyeri karena kelelahan. Suasana kamar begitu tenang, hanya suara air dari kamar mandi yang terdengar samar.

Tak lama kemudian, Devi keluar dari kamar mandi dengan wajah segar. Melihat Gus Afan yang tampak kelelahan, spontan rasa jahilnya muncul. Dia mendekati Gus Afan dengan wajah berpura-pura kesakitan, sambil memegang perutnya.

“Mas… aduh, perutku sakit banget…” keluh Devi dengan nada serius, berpura-pura kesakitan.

Gus Afan yang melihat Devi langsung panik dan segera menghampirinya, “Kenapa, Sayang? Sakitnya di mana? Mau ke dokter?”

Tepat saat Gus Afan mendekat, Devi tersenyum jahil dan tanpa aba-aba langsung menggelitik suaminya. Gus Afan terkekeh, tertawa terbahak-bahak, “Hahaha! Kamu selalu aja! Udah tahu aku capek, malah digelitikin.”

Devi tertawa puas, “Ratu jahil kembali beraksi! Mas belum lupa kan?”

Mereka tertawa bersama, dan akhirnya berbaring di kasur. Melihat Gus Afan yang masih memijat pelipisnya, Devi menjadi lebih perhatian. Dia menghampiri suaminya dan duduk di sampingnya.

“Mas, pusing ya?” tanya Devi lembut sambil mengelus kepala suaminya.

“Iya, sedikit. Kayaknya kebanyakan mikir,” jawab Gus Afan sambil tersenyum kecil.

Devi yang merasa kasihan langsung memijat kepala suaminya dengan lembut, “Sini aku pijat, biar enakan.”

Gus Afan menikmati pijatan lembut dari istrinya, ia pun sesekali bertingkah manja seperti anak kecil. “Ah, enaknya dipijatin istri,” godanya sambil tersenyum puas.

Devi tertawa kecil, “Ya iyalah, aku kan istri yang baik.”

Malam itu pun berakhir dengan kehangatan dan kebersamaan. Gus Afan yang merasa rileks setelah dipijat oleh Devi akhirnya tertidur dengan senyum bahagia.

Meskipun diwarnai dengan kejahilan kecil, cinta mereka tetap terasa hangat dan erat, penuh kasih sayang dan perhatian.

Istri Jahilnya Gus AfanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang