Malam itu, Alger tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan Lucas yang tiba-tiba menarik diri di bar. Suasana yang intens, perasaan yang tiba-tiba muncul di antara mereka, semuanya terasa membingungkan. Alger tahu bahwa itu bukan sekadar cerminan dari Louis—ada sesuatu yang lebih dalam yang muncul dari dirinya sendiri.
"Apa yang sebenarnya aku rasakan sekarang?" Alger bergumam, memandang langit malam dari jendela apartemen Louis. Dia tak bisa menyangkal ketertarikan yang semakin jelas terhadap Lucas. Namun, di sisi lain, ia masih berusaha memisahkan dirinya dari perasaan Louis yang tersisa.
Pagi berikutnya, Alger mencoba menjalani hari seperti biasa. Dia menghadiri rapat bisnis, berbincang dengan karyawan, dan berusaha fokus pada tugas yang ada. Namun, bayangan Lucas tidak pernah benar-benar pergi dari pikirannya. Setiap kali dia berhenti sejenak, pikirannya selalu kembali ke momen di bar itu—ketika jarak di antara mereka hampir tak ada.
Sore harinya, sebuah pesan masuk ke ponsel Alger. Lucas.
"Aku di studio. Datanglah kalau kau punya waktu."
Pesan yang singkat, namun cukup untuk membuat Alger merasa tegang. Ada sesuatu yang berbeda dari cara Lucas menghubunginya kali ini. Seolah Lucas sendiri tak sepenuhnya yakin apa yang ia inginkan.
Alger memutuskan untuk pergi. Studio yang dimaksud adalah tempat Lucas sering bekerja—sebuah ruang sederhana dengan dinding bata ekspos dan peralatan rekaman di dalamnya. Ketika Alger tiba, pintu studio sudah terbuka, dan Lucas tengah duduk di depan meja kerja dengan headphone di lehernya.
Lucas menoleh ketika mendengar langkah Alger memasuki ruangan. “Kau datang,” katanya, sedikit terkejut, tetapi tidak sepenuhnya menolak.
“Ada yang ingin kau bicarakan?” tanya Alger sambil mendekat.
Lucas menghela napas dan menatap Alger dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Aku... sebenarnya tidak tahu kenapa aku memintamu datang. Tapi, setelah malam itu di bar, aku merasa ada yang harus aku pahami lebih jauh.”
Alger menatap Lucas dengan seksama. “Apa itu?”
“Perasaan ini,” jawab Lucas tanpa ragu. “Aku benci mengakuinya, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkan apa yang hampir terjadi antara kita. Louis... atau siapa pun kau sekarang, kau berbeda. Dan aku tidak tahu apakah itu sesuatu yang baik atau buruk untukku.”
Alger terdiam sesaat, merenungi kata-kata Lucas. “Mungkin, kau hanya perlu berhenti berpikir terlalu dalam tentang siapa aku. Mungkin, kau bisa mencoba merasakan apa yang sebenarnya kau inginkan.”
Lucas menatapnya dengan intens, mencoba menelaah makna di balik kata-kata Alger. Dia berdiri, berjalan perlahan mendekati Alger, hingga jarak mereka kembali begitu dekat seperti malam di bar. Hanya saja kali ini, tidak ada keraguan yang menghentikan Lucas.
“Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Lucas pelan, suaranya hampir berbisik.
Tanpa berpikir panjang, Alger meraih tangan Lucas, menariknya lebih dekat. Jarak di antara mereka semakin menipis, hingga Alger bisa merasakan nafas hangat Lucas menyentuh kulitnya. Mereka terdiam dalam momen itu, membiarkan ketegangan menggantung di udara.
“Apa yang kau inginkan, Lucas?” tanya Alger, suaranya rendah dan berat, menatap mata Lucas yang tampak bingung namun terbuka.
Alih-alih menjawab dengan kata-kata, Lucas mencondongkan tubuhnya sedikit lebih maju, hingga bibir mereka hampir bersentuhan. Alger bisa merasakan detik-detik itu melambat, seolah dunia di sekitar mereka berhenti bergerak. Lalu, tanpa keraguan, Lucas akhirnya menyerah pada perasaan yang ia tahan selama ini, mendekat dan menyentuh bibir Alger dengan lembut.
Ciuman itu lambat, namun penuh dengan perasaan yang tertahan. Alger membalas ciuman Lucas dengan lembut, tangan mereka saling menggenggam seolah mencoba memahami apa yang sedang terjadi di antara mereka. Tidak ada kata-kata yang terucap, hanya momen yang mereka biarkan berbicara sendiri.
Ketika akhirnya mereka melepaskan diri, Lucas menatap Alger dengan napas yang masih berat. “Aku tidak tahu apa yang sedang kita lakukan... tapi aku ingin tahu ke mana ini akan membawa kita.”
Alger tersenyum tipis. “Aku juga tidak tahu, tapi kita akan melihatnya bersama-sama.”
Lucas mengangguk perlahan, matanya masih menunjukkan keraguan kecil, namun lebih terbuka terhadap kemungkinan yang baru ini. Apa pun yang sedang mereka rasakan, jelas bahwa ini lebih dari sekadar permainan yang dulu Louis mainkan. Ini adalah perasaan yang tumbuh antara dua jiwa yang terjebak di antara masa lalu dan masa kini, mencoba mencari jalan untuk saling memahami.
•
•
•
•
•
Tbc.Kalian lebih suka bahasa yang non baku atau baku? 😸
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul in Reverse - BL (End)
DragosteAlger, seorang pria miskin yang hidup dari pekerjaan serabutan, tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis setelah sebuah insiden misterius memindahkan raganya ke tubuh Louis, seorang pria kaya yang tampan dan populer. Louis sebelumnya...