"Mell...," suara Mario terdengar nyaring di teras rumah Melody. Tapi sepertinya, yang bersangkutan enggan membuka pintunya. "Mana ni anak? Gue suruh tunggu luar ni ceritanya? Mell, buka atuh. Kedinginan gue," suara Mario kembali terdengar, hanya saja jauh lebih keras. Iseng-iseng dia mengintip ke jendela. Gelap. Bagaimana tidak? Kan sudah tertutup korden jendelanya. Akhirnya, Mario memutuskan untuk mengecek pintu.
Ceklek...
Pintu terbuka, tetapi membuatnya sangat terkejut. Bagaimana tidak? Melody terlihat jatuh pingsan tepat di depan pintu masuk. Ada pula bekas-bekas darah yang mengering. Mario sangat khawatir, satu per satu tubuh Melody dia cek namun tak ada bekas luka apapun. Mario memutuskan untuk menggendong Melody dan membawanya ke kamar.
Mario menutup pintu depan, mengambil minyak kayu putih dan mengoles nya ke hidung Melody. Jangan kaget, mereka sudah sahabatan sejak kecil. Jadi terbiasa bersama dalam kondisi apapun. Mario pun tak ada keinginan buruk kepada Melody walaupun kala itu hanya ada mereka berdua.
Perlahan, Melody membuka matanya. Rasa sakit di kepalanya membuatnya sulit untuk bangkit. Melody berusaha melihat sekeliling nya, dia terperanjat kaget. Seorang lelaki berbadan langsing, tinggi dan berambut cepak, duduk tertidur di samping kasurnya. Di meja kerja juga terlihat steak dan sate ayam tersaji dengan rapi. Melody tersenyum, pipinya mendadak memerah. Tangannya yang mungil, dengan lemas berusaha mengelus rambut lelaki yang ia kenali itu.
Sayang, keinginan nya itu harus di hentikan, karena si pemilik rambut terbangun. Melody nampak salah tingkah, tapi dia bisa menyembunyikan nya. "Mar, dah sampai? Maaf ya gue ketiduran. Lu dah makan?" Tanya Melody sambil berusaha bangun. "Ehhh mau ngapain? Lu tuh masih lemes, dah ah tiduran aja. Mau gue suapin?" Tanpa babibu Mario bertanya seperti itu. Seolah Melody tidak akan menolaknya. Sepertinya memang betul, Melody mengiyakan suruhan Mario. Dengan catatan, Mario harus ikut makan bersamanya juga.
Kejadiannya begitu cepat. Mario dengan tangkas menyalakan lampu kamar, menyiapkan dua porsi makanan. "Nih, makan dulu. Gue nanti gampang. Harus nurut yaa," kata Mario dengan lembut sambil menyuapi sahabat kecil nya itu. Beberapa kali suapan, piring Mario masih nampak utuh. Tak ada tanda-tanda dia memakan makanannya. "Mar, lu daritadi sibuk nyuapin gue, lu makan ya," rayu Melody. Bahkan dia mengacam mogok makan jika Mario tak segera menghabiskan makanannya. Belum sempat menjawab, Melody merebut piringnya dan menyendok makanan. Untuk apa? Untuk menyuapi Mario. Sungguh, jika disandingkan, mereka terlihat romantis. Saling peduli dan menyayangi antara mereka, sulit di tiru orang lain.
Selesai makan, tenaga Melody juga sudah mulai pulih. Dia memutuskan untuk lanjut koreksi cerpen anak kelas 4. Mario mencuci piring di dapur belakang sambil berpikir, "Kalau dia baik-baik saja dan tidak terluka, lantas, darah siapa itu? Aku lupa mengecek nya. Apa sebaiknya aku tanyakan pada nya?" Batin Mario sambil mencuci piring-piring bekas makan tadi. Saat sedang berpikir, tiba-tiba saja Melody memanggilnya. "Mar, sini deh," teriak Melody dari dalam kamar. "Yoi, sebentar lagi beres. Jorok banget sih jadi guru, piring kotor gini kok numpuk," bales Mario tak kalah nyaring. Melody hanya bisa terkekeh. Setelah semuanya beres, Mario dengan santai berjalan menghampiri Melody tanpa menyadari bahwa ada yang sedang mengawasinya di pojokan dapur.
"Mar, lu mau bantu gue gak?" Tanya Melody dengan raut wajah sumringah. "Apa sih permintaan lu yang nggak gue iyain? Lu minta yang aneh dan berbahaya pun gue iyain kan?" Kata Mario dengan tegas dan penuh bangga. "Husss, bukan waktu yang tepat ngomongin itu," kata Melody dengan wajah sedikit deg-degan. Entahlah, pembicaraan mereka, hanya mereka dan Tuhan yang tau. "Gue tu mau minta tolong lu, buat bacain cerpennya si Filip. Tulisan dia berantakan banget, tapi panjang, kan gue jadi penasaran. Bacain bisa gak kira-kira?" Tanya Melody dengan serius.
Sejenak Mario melihat tulisan tangan Filip, dan tiba-tiba berteriak. "Lu harus bangga Mel. Ini karya bocah yang paling gue apresiasi, apalagi kalau menyangkut soal 'ibu'. Keren banget bocah," Mario tak henti-hentinya memuji cerpen buatan Filip, yang tentu saja membuat Melody penasaran. "Bacain ngapa... Bacain yah?" Mohon Melody dengan disertai anggukan Mario.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kenangan Masa lalu (SEGERA TERBIT)
DiversosMelody adalah seorang guru yang sangat bisa di teladani muridnya. Kasih sayangnya, perhatiannya, dedikasinya, tak bisa dikalahkan. Namun, beberapa hal tak mengenakan terjadi dalam hidupnya. Tidak ada yang tau, kapan dan bagaimana itu semua akan ber...